Dominasi Dolar AS dan Kebangkitan Bitcoin Pasca Halving

Selama 10 tahun terakhir, aset kripto Bitcoin semakin diterima. Hal itu tercermin dari peningkatan nilainya dari tahun ke tahun. Dengan dominasi dolar AS, plus penerbitannya dalam jumlah sangat besar akhir-akhir ini, mampukah Bitcoin menjadi aset safe haven pasca Halving ke-3 Mei 2020 nanti?

OLEH: Jeth Soetoyo
Pendiri dan CEO Bursa Aset Kripto Pintu  

Dahulu kala, tahun 1944, di “galaksi” nun jauh di sana (Amerika Serikat), 44 negara sekutu bertemu di Bretton Woods, AS untuk membahas tentang sistem moneter yang akan mengatur sistem, aturan dan lembaga keuangan internasional.

Selama konferensi itulah negara-negara sekutu, bersama dengan IMF dan IBRD (saat ini bernama World Bank) sepakat untuk menyokong dolar AS (dan mata uang lainnya) dengan emas.

Itulah yang memulai suatu era ketika nilai tukar di seluruh dunia dipatok ke dolar AS, yang bisa ditukar dengan emas dalam jumlah yang tetap.

Selama 26 tahun, dolar AS menjadi mata uang cadangan de-facto dunia. Pada akhir Perang Dunia ke-2 pada tahun 1945, AS menguasai sekitar 2/3 dari cadangan emas dunia.

Negara-negara yang memiliki mata uang cadangan dunia itu memiliki kekuatan luar biasa. Hal ini karena mereka dapat mencetak dan meminjam uang untuk dibelanjakan sesuai keinginannya, seperti yang dilakukan AS sekarang.

Sementara mereka yang tidak memiliki mata uang cadangan dunia harus mendapatkan uang dan kredit yang mereka butuhkan untuk bertransaksi dan menyimpannya.

Runtuhnya Sistem Bretton Woods
Negara-negara yang memiliki mata uang cadangan dunia akan lebih mudah untuk menciptakan kredit dan utang, karena negara lain di seluruh dunia cenderung memegang utang karena dapat digunakan untuk pengeluaran di seluruh dunia.

Namun, negara-negara yang tidak memiliki mata uang cadangan dunia perlu meminjam dalam mata uang yang tidak dapat dicetak lebih banyak (melebihi jumlah emas).

Semua yang dipinjam suatu hari nanti perlu dibayar kembali, tetapi pemerintah AS terus membelanjakan dolar lebih banyak daripada pendapatan pajaknya, sehingga menciptakan utang dalam mata uang dolar.

Pada tahun 1971, Federal Reserve (Bank Sentral AS) telah mencetak begitu banyak utang, sehingga mereka tidak memiliki cukup emas untuk mendukung dolar AS.

Sistem moneter Bretton Woods akhirnya runtuh, ketika Presiden Nixon (seperti halnya Presiden Roosevelt pada tahun 1933), gagal memenuhi janji yang mengizinkan pemegang uang kertas dapat terus menukar menjadi emas sungguhan.

Akibatnya, terjadilah devaluasi dolar terhadap emas dan mata uang lainnya. Saat itulah AS dan semua negara memasuki era mata uang mengambang bebas, di mana nilai setiap mata uang tidak didukung oleh aset tertentu, tetapi tetap nilainya relatif terhadap kelas aset lainnya.

Peralihan ke sistem moneter fiat itu membuat Federal Reserve dan bank sentral negara lainnya berkemampuan untuk mencetak uang dan kredit dalam denominasi dolar, yang menyebabkan inflasi pada tahun 1970-an.

Selama periode itu, ada pelarian dari dolar dan utang dalam denominasi dolar ke barang, jasa dan aset yang dilindungi nilai inflasi, seperti emas yang banyak dianggap sebagai lindung nilai yang baik.

Selama periode itulah kita bergerak dari uang yang didukung aset (emas) menuju mata uang kertas mengambang yang tidak didukung oleh aset alias fiat. Selama 50 tahun sejak tahun itu, sistem ini berfungsi dengan baik.

COVID019 Melumpuhkan Ekonomi Dunia
Pada tahun 2008, suku bunga mencapai tingkat terendah selama resesi ekonomi dan pemerintah AS memutuskan untuk memulai pelonggaran kuantitatif untuk membeli uang cetak dan membeli aset keuangan.

Hari ini, investor berpikir bahwa AS dapat terus mengalami pertumbuhan pada laju yang biasa, dan utang AS jumlahnya telah melebihi US$24 triliun dolar pada April 2020.

Tetapi sesuatu yang tidak terduga terjadi, COVID-19 memicu kemerosotan ekonomi dan pasar di seluruh dunia, yang menciptakan lubang dalam pendapatan dan neraca, terutama untuk pihak-pihak yang memiliki utang dan mengalami penurunan pendapatan yang signifikan.

Jadi, pada 9 April 2020, Pemerintah Federal AS dan Bank Sentral AS mengumumkan program penciptaan uang dan kredit besar-besaran yang mencakup helicopter money (pembayaran langsung dari pemerintah ke warga negara). Pada dasarnya kebijakan tersebut serupa dengan yang pernah dilakukan Presiden Roosevelt pada tahun 1933, ketika The Great Depression terjadi.

Harapan dalam pertumbuhan yang diciptakan oleh utang yang dicetak oleh Bank Sentral AS ternyata tidak sejalan dengan produktivitas dari bisnis di seluruh dunia.

Skenario itu cenderung mengarah pada inflasi. Jika kita melihat ke belakang secara historis, periode-periode ini cenderung ditandai oleh orang yang menukar aset menjadi aset yang tidak bersifat inflasi, seperti emas atau aset yang memiliki jumlah tetap atau karakter kelangkaan terhadapnya.

Harapan Baru: Bitcoin
Pada awal tahun 2009, Satoshi Nakamoto menciptakan Bitcoin dengan ide membangun mata uang alternatif sebagai respons terhadap resesi keuangan tahun 2008 dan uutang yang berkembang di sekitar dolar AS.

Harapannya adalah untuk menciptakan sistem keuangan alternatif yang tangguh terhadap perubahan sosial-ekonomi dan konflik geo-politik.

Gagasan di balik Bitcoin sebenarnya sederhana, dengan karakteristik sebagai berikut. Pertama, terdesentralisasi dan tidak dikendalikan oleh satu orang/entitas apa pun (dibangun melalui jaringan desentralisasi).

Kedua, faktor kelangkaan (jumlahnya dibatasi hanya 21 juta unit Bitcoin [BTC]). Saat ini, per 29 April 2020, jumlah total Bitcoin yang beredar sekitar 18.351.387 BTC. Unit Bitcoin yang baru “diproduksi”, melalui proses mining, rata-rata setiap 10 menit sejumlah 12,5 BTC.

Kedua, menganut model deflasi, di mana setiap 210.000 block (setara 4 tahun), jumlah Bitcoin yang diproduksi akan semakin sedikit dan sulit untuk diproduksi.

Mekanisme baku inilah yang dikenal sebagai Halving, yang mereduksi imbalan Bitcoin baru kepada para miner sebanyak separuh.

Halving pada Mei 2020 nanti, akan tereduksi menjadi 6,25 BTC per block, dengan tingkat inflasi menjadi 1,80 persen dari 3,64 persen saat ini. Dengan demikian, karena Bitcoin menjadi langka, maka secara teoritis membuat nilainya naik, jikalau demand (permintaannya) tetap atau lebih.

Selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan Bitcoin dalam hal penerimaan dan nilai terus meningkat dan aset kripto/cryptocurrency ini telah menunjukkan ketangguhannya.

Dengan latar belakang apa yang terjadi di dunia saat ini, dapatkah Bitcoin menjadi mata uang cadangan global berikutnya?

Dengan pencetakan dolar AS dan semua mata uang cadangan lainnya di all time highs, dapatkah ini menjadi aset safe haven menuju harapan yang dijanjikan yang akan mengakhiri masa pemerintahan dolar AS?

Kami telah melihat bahwa Bitcoin lebih banyak digunakan di negara-negara yang mata uangnya mengalami inflasi besar-besaran, seperti di Argentina, Brasil, Venezuela dan Zimbabwe.

Bitcoin Halving Mei 2020 dan Selanjutnya
Bitcoin akan mengalami periode Halving pada Mei 2020. Ini berarti secara teknis akan menjadi 2 kali lebih sulit untuk menambang Bitcoin baru. Itu juga yang memaksa para miner (penambang), yang berperan untuk memverifikasi dan menyelesaikan (settlement), untuk menjual Bitcoin mereka dengan harga yang lebih tinggi untuk menutupi biaya operasional.

Bagi saya ini akan mengubah dinamika penawaran dan permintaan dengan banyak yang memperkirakan harga akan naik.

Jadi, sangat menarik untuk menyaksikan kiprah Bitcoin dalam beberapa bulan ke depan, karena perubahan makro-ekonomi di dunia telah menyiapkan panggung bagi Bitcoin untuk unjuk gigi.

Sekarang, waktumu untuk memilih. May the force be with youalways.

Bagi saya sendiri, saya percaya pada Bitcoin dan itulah sebabnya saya memulai Pintu sebagai jalan masuk yang mudah membeli dan menjual Bitcoin dan jenis aset kripto lainnya.

Di Pintu, kami dapat memproses KYC dalam beberapa menit dan memungkinkan penyetoran dan penarikan langsung ke rekening bank Indonesia mana saja. Anda dapat membeli Bitcoin pertama Anda dalam 10 menit! [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait