Dominasi Dolar Terancam Konflik Politik

Raksasa perbankan Amerika Serikat, JPMorgan Chase & Co mewanti-wanti dominasi dolar kini terancam konflik politik.

Melansir dari NewsBitcoin, para analis strategi perusahaan, yang dipimpin oleh Jan Loeys dan Joyce Chang, menyampaikan peringatan tersebut dalam sebuah laporan, baru-baru ini.

Para analis menjelaskan, bahwa pasar tidak cukup memperhitungkan risiko penurunan cepat dan dalam dalam status dolar AS sebagai mata uang pilihan untuk cadangan dan perdagangan global.

Selain situasi politik dalam negeri yang tak stabil, JPMorgan juga menyorot eskalasi ketegangan AS-Tiongkok yang berdampak negatif terhadap dominasi dolar AS.

Para strategi bank investasi global ini memprediksi dedolarisasi bertahap, di mana yuan Tiongkok secara bertahap akan mengambil peran yang lebih signifikan dalam perdagangan global.

Bank investasi global JPMorgan telah memperingatkan bahwa dominasi dolar AS dapat berisiko akibat meningkatnya ketegangan antara AS dan China, serta kekhawatiran tentang ketidakstabilan politik di dalam Amerika Serikat.

“Jika ketegangan AS-Tiongkok semakin meningkat dan kita menghadapi lebih banyak fragmentasi global, itu kemungkinan akan menyebabkan de-globalisasi dalam perdagangan dan keuangan… Di bidang keuangan, hal itu juga dapat menyebabkan dedolarisasi,” papar para analis strategi JPMorgan, dalam kutipan NewsBitcoin belum lama ini.

Dalam kajian mereka, faktor utama yang dapat membahayakan dominasi dolar adalah disfungsi politik di dalam AS.

Mereka memperingatkan bahwa disfungsi ini dapat menghambat upaya mengelola utang nasional dan mencegah pemerintah dari menstabilkan ekonomi selama krisis.

Baru-baru ini, AS berhasil menghindari gagal membayar kewajiban utangnya pada menit terakhir karena para politisi berselisih tentang batas plafon utang.

Selain itu, para analis strategi JPMorgan menekankan bahaya potensial yang muncul dari rivalitas yang semakin meningkat antara AS dan Tiongkok, yang mereka gambarkan sebagai Perang Dingin 2.0 yang mungkin terjadi.

Mereka mencatat bahwa reformasi ekonomi ambisius Tiongkok, yang mencakup langkah-langkah seperti melonggarkan batasan modal dan mempromosikan likuiditas pasar, dapat mengikis dominasi dolar.

JPMorgan juga telah memperingatkan bahwa pergeseran dari dolar AS atau guncangan yang merusak nilainya dapat memiliki konsekuensi luas di berbagai kelas aset.

Raksasa perbankan mencatat bahwa ini dapat menyebabkan penurunan nilai dolar, penurunan nilai ekuitas, dan kenaikan imbal hasil obligasi.

Kendati demikian, para analis masih optimis dolar AS kemungkinan besar tidak akan sepenuhnya digantikan sebagai mata uang cadangan utama dalam dekade mendatang.

Dalam prediksi mereka, skenario yang lebih mungkin terjadi adalah dedolarisasi sebagian, di mana Tiongkok secara bertahap mengambil peran yang lebih signifikan menggantikan dolar AS di antara negara-negara yang tidak sejalan dengan AS.

Sebelumnya, ekonom S&P Global Paul Gruenwald juga telah meramalkan penurunan potensial dominasi dolar.

Selain itu, pemenang Nobel Paul Krugman juga baru-baru ini menyatakan bahwa dominasi dolar tidak akan bertahan selamanya.

Akan tetapi Krugman meragukan bahwa yuan Tiongkok dapat menggantikan dolar sebagai mata uang pilihan. [ab]

Terkini

Warta Korporat

Terkait