Draf Aturan Bursa Kripto Indonesia Dinilai Berpotensi Ciptakan Monopoli dan Risiko Sistemik

Banner IUX

Seorang pengamat industri aset kripto menyoroti satu pasal dalam draf Rancangan Undang-undang Republik Indonesia Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, hasil harmonisasi per 1 Oktober 2025.

Salah satu bagian dari draf itu mewajibkan seluruh perdagangan aset digital dilakukan melalui satu sistem di bursa aset kripto resmi di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini yang dinilai berpotensi menciptakan monopoli pasar, menghilangkan mekanisme harga alami, dan menimbulkan risiko sistemik bagi nasabah.

Dalam Pasal 312A huruf c pada draf itu disebutkan, bursa aset keuangan digital wajib menyelenggarakan perdagangan dan mempertemukan penawaran jual dan beli aset digital, termasuk kripto dan derivatifnya, antara pihak-pihak yang bertransaksi.

“c. Bursa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215A ayat (1) huruf a wajib menyelenggarakan perdagangan dan mempertemukan penawaran jual dan beli aset keuangan digital termasuk aset kripto pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan aset keuangan digital termasuk aset kripto dan aset keuangan digital derivatif di antara mereka dalam waktu dua tahun setelah Undang-undang ini ditetapkan,” tertera pada draf RUU itu.

BACA JUGA:  BlackRock Gegerkan Pasar Kripto dengan Manuver US$600 Juta

Kewajiban tersebut harus terlaksana paling lambat dua tahun setelah undang-undang ini disahkan. Dengan demikian, menurut pengamat itu, seluruh transaksi spot kripto (exchange) nantinya harus dilakukan melalui satu bursa berizin OJK (CFX), menggantikan mekanisme pasar bebas antar-platform yang selama ini menjadi ciri utama industri aset digital global yang umum.

Pengamat industri kripto yang enggan disebutkan namanya itu, mengatakan kepada Blockchainmedia.id pada Senin (6/10/2025) melalui pesan WhatsApp bahwa ketentuan tersebut tidak selaras dengan karakter pasar kripto yang berlaku secara global.

draf Pasal 312A huruf c draf Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK)
Pasal 312A dalam draf Rancangan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK). Sumber: Eksklusif.

“Dengan ini artinya spot itu untuk seluruh order masuk ke bursa, jadi single order book, yang mana tidak lagi sesuai mekanisme pasar sekarang. Untuk derivatif wajar jika terjadi di bursa, karena butuh acuan harga, namun untuk spot salah besar,” ujarnya.

Ia menambahkan, pasal tersebut secara prinsip tidak selaras dengan industri aset kripto secara umum karena model single order book di bursa kripto semacam itu tidak pernah diterapkan di negara mana pun.

BACA JUGA:  Kazakhstan Luncurkan Stablecoin Evo Bersama Solana & Mastercard

“Konsep yang tertera di pasal itu tidak berlaku di industri kripto global. Akan aneh jadinya jika diterapkan di Indonesia,” katanya.

Menurutnya, kebijakan tersebut mungkin relevan bagi produk derivatif yang membutuhkan lembaga kliring dan harga acuan, namun untuk pasar spot akan menghilangkan kompetisi antar-exchange, membatasi inovasi, dan menurunkan efisiensi pembentukan harga.

“Di pasal itu juga menyatakan butuh pengalaman anggota pedagang tiga tahun untuk pendirian bursa sejak mendapatkan persetujuan bursa baru, sehingga menciptakan monopoli pasar karena bursa baru tidak dapat hadir untuk penyeimbang pasar sampai tiga tahun ke depan,” tambahnya.

Kekhawatiran lain juga muncul terkait ketentuan teknis yang mewajibkan pengelolaan server dan sistem transaksi berada sepenuhnya di bawah kendali bursa.

“Terkait server yang harus dikelola bursa juga menjadi topik hangat. Jika bursa tidak berlaku bijak, maka ketika server di-shutdown oleh bursa maka uang pelanggan akan terkunci juga. Ini berpotensi terjadinya risiko sistemik,” ungkapnya.

BACA JUGA:  Bitwise Prediksi Aturan Baru ETP dari SEC Bisa Dongkrak Kripto

Ia menegaskan, semangat RUU P2SK untuk memperkuat perlindungan konsumen patut diapresiasi, namun penerapan model sentralistik seperti ini justru berpotensi menghambat inovasi dan mengisolasi Indonesia dari praktik industri kripto global yang lebih terbuka dan kompetitif. [ps]


Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.

Terkini

Warta Korporat

Terkait