Analis Reku mengatakan pasar crypto dapat bergairah kembali, jika pada November atau Desember 2025 The Fed akan pangkas suku bunga.
Pasar kripto yang sempat terkoreksi akibat meningkatnya tensi geopolitik kini mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan, dengan ekspektasi terhadap pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve pada November atau Desember 2025 menjadi katalis positif utama.
Analis menilai bahwa bila tren inflasi tetap terkendali dan tidak melonjak tajam pasca konflik terbaru antara Amerika Serikat-Israel dan Iran, maka peluang The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneternya terbuka lebar, dan hal ini dapat mendorong reli signifikan di pasar kripto, termasuk Bitcoin dan altcoin besar lainnya.
“Dengan tren yang ada tersebut, adanya perkembangan positif seperti inflasi yang tidak mengalami kenaikan signifikan dan diturunkannya suku bunga The Fed pada September, dapat berpotensi memicu reli yang signifikan di pasar kripto. Apabila tren penurunan suku bunga berjalan sesuai harapan pasar, dengan kembali dilakukannya penurunan baik pada bulan November atau Desember, sentimen positif yang ada berpotensi dapat berkembang ke sektor altcoin yang secara umum sejauh ini cenderung underperformed,” kata Fahmi Almuttaqin, Analis Reku kepada Blockchainmedia.id, Senin (23/6/2025).
Berdasarkan pemantauan Redaksi Blockchainmedia.id, suku bunga acuan di Amerika Serikat saat ini tercatat berada di level 4,50 persen. Berdasarkan proyeksi model makro global dan ekspektasi analis dari Trading Economics, tingkat suku bunga ini diperkirakan akan tetap berada pada level yang sama hingga akhir kuartal ini.
Namun, dalam jangka panjang, tren suku bunga The Fed diproyeksikan akan menurun secara bertahap. Pada tahun 2026, suku bunga diperkirakan turun ke kisaran 3,75 persen, dan kemudian melandai lebih lanjut menjadi sekitar 3,50 persen pada tahun 2027.

Proyeksi ini mengindikasikan arah kebijakan moneter yang lebih longgar dalam beberapa tahun ke depan, seiring dengan potensi normalisasi inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, eskalasi geopolitik di Timur Tengah menjadi pemicu awal gejolak pasar. Pasar keuangan global terguncang setelah Amerika Serikat melancarkan serangan ke tiga fasilitas nuklir utama Iran. Presiden Donald Trump mengklaim telah terjadi kerusakan besar di fasilitas bawah tanah Iran, meski hingga kini belum terdapat bukti satelit atau konfirmasi independen yang mendukung pernyataan tersebut.
Ketegangan tersebut segera menimbulkan tekanan di pasar saham AS, khususnya indeks S&P 500 futures dan indeks utama lainnya. Harga minyak melonjak tajam, sedangkan dolar AS menguat akibat meningkatnya permintaan terhadap obligasi pemerintah sebagai aset aman. Saham-saham sektor energi dan pertahanan seperti Lockheed Martin, Northrop Grumman, Chevron, dan Exxon Mobil mengalami penguatan, meskipun pasar tetap waspada terhadap potensi koreksi apabila tidak terjadi gangguan signifikan terhadap pasokan minyak global.
Di sisi lain, pasar kripto ikut mengalami tekanan hebat. Bitcoin sempat jatuh di bawah US$100.000 akibat kekhawatiran investor terhadap eskalasi konflik. Namun, hari ini, harga mulai pulih dan diperdagangkan di kisaran US$100.500–US$101.400. Altcoin seperti ETH, XRP, dan SOL juga menunjukkan pemulihan setelah penurunan tajam akhir pekan lalu.
“Secara umum, baik pasar saham AS maupun kripto bergerak defensif dan berpotensi menjadi lebih sensitif terhadap perkembangan terbaru di Timur Tengah di tengah potensi eskalasi konflik yang bisa berdampak lebih luas pada sentimen risiko global,” jelas Fahmi.
Fahmi menambahkan bahwa saat ini indeks saham AS cenderung bergerak datar dan harga emas mencatat kenaikan tipis. Ini menunjukkan bahwa pelaku pasar mengambil sikap wait and see terhadap risiko geopolitik. Harga minyak mentah dunia tetap tinggi di sekitar US$76 per barel setelah lonjakan hampir 4 persen, dipicu kekhawatiran bahwa Iran akan memblokir Selat Hormuz, jalur pengiriman minyak penting dunia.
Investor kini juga mencermati kemungkinan serangan lanjutan oleh AS terhadap Iran. Meski demikian, berdasarkan data dari platform prediksi seperti Polymarket, probabilitas eskalasi lebih lanjut telah menurun dibandingkan puncaknya pasca serangan awal.
Kekhawatiran pasar bukan hanya terkait potensi perang yang lebih luas, tetapi juga ancaman terhadap kestabilan ekonomi makro. Ketidakpastian meningkat karena adanya hubungan strategis Iran dengan negara-negara seperti Rusia dan Korea Utara, serta potensi lonjakan inflasi akibat tekanan pada harga energi. Hal ini bisa menghambat proses pelonggaran kebijakan moneter yang selama ini diantisipasi oleh pelaku pasar.
“Dengan masih berlangsungnya konflik Rusia-Ukraina yang juga menyerap anggaran militer AS, meluasnya konflik Iran-Israel berpotensi meningkatkan kebutuhan anggaran perang pemerintah AS. Di saat yang bersamaan, negosiasi dagang AS dengan Tiongkok yang belum menemukan titik terang serta ancaman Trump untuk menaikkan tarif kepada negara-negara mitra dagangnya bulan depan semakin menimbulkan ketidakpastian bagi para investor terhadap outlook inflasi,” ujar Fahmi.
Dollar Cost Averaging Crypto: Definisi dan Cara Melakukannya!
Namun demikian, ketahanan harga Bitcoin di tengah tekanan geopolitik menunjukkan bahwa sentimen pasar terhadap aset digital semakin matang. Ini membuka peluang bagi keberlanjutan siklus kenaikan harga, terutama bila didukung oleh pelonggaran kebijakan moneter di kuartal ke-4 mendatang.
Untuk menghadapi kondisi pasar saat ini, Fahmi menyarankan dua pendekatan strategi investasi. Bagi investor pemula, metode dollar-cost averaging (DCA) atau menabung secara rutin tetap menjadi cara paling aman dalam mengakumulasi aset kripto dengan rata-rata harga terbaik. Sementara itu, investor berpengalaman bisa mengadopsi strategi rotasi aset, dengan secara aktif memindahkan portofolio ke sektor yang sedang naik dan mengakumulasi aset strategis menjelang potensi pemangkasan suku bunga. [ps]