Elon Musk kembali menjadi sorotan setelah mengajukan tawaran senilai US$97,4 miliar atau lebih dari Rp1.500 triliun untuk membeli OpenAI.Â
Dilansir dari laporan Reuters, konsorsium yang dipimpin oleh Musk menyatakan pada Senin, 10 Februari 2025, bahwa mereka berencana mengakuisisi organisasi nirlaba yang mengendalikan OpenAI.
Langkah ini semakin memperuncing ketegangan antara Musk dan CEO OpenAI, Sam Altman, yang sudah berlangsung cukup lama terkait arah masa depan dari perusahaan dibalik pengembangan ChatGPT tersebut.
Pendiri OpenAI Menolak Tawaran Musk
Tawaran Elon Musk langsung ditanggapi dengan nada sarkastik oleh Sam Altman, pemimpin perusahaan pengembang ChatGPT, di platform X.
“Tidak, terima kasih, tetapi kami akan membeli platform Twitter seharga US$9,74 miliar jika Anda mau,” tulisnya.
Sindiran tersebut seolah mengingatkan Musk bahwa dirinya pernah membeli Twitter seharga US$44 miliar, namun kini nilai platform tersebut diperkirakan jauh lebih rendah. Elon Musk sendiri merupakan salah satu pendiri OpenAI bersama Altman pada 2015.Â
Namun, dirinya meninggalkan perusahaan sebelum berkembang pesat. Sebagai gantinya, ia mendirikan perusahaan artificial intelligence saingannya, xAI, pada 2023. Kini, dengan tawaran akuisisi tersebut, ia tampaknya ingin kembali mengendalikan OpenAI dan mengembalikannya ke arah yang ia anggap lebih sesuai dengan visi awalnya.
Selain kepentingannya di dunia AI, Elon Musk juga memiliki keterkaitan politik yang kuat. Ia dikenal sebagai sekutu dekat Presiden AS, Donald Trump, dan bahkan menggelontorkan lebih dari US$250 juta untuk mendukung kampanye Trump sebelumnya.Â
Kongres AS Khawatir D.O.G.E Elon Musk Ancam Keamanan Nasional
Saat ini, Musk juga memimpin Department Of Government Efficiency (D.O.G.E), sebuah badan baru di bawah Gedung Putih yang bertujuan untuk merampingkan birokrasi federal.Â
Kritiknya semakin tajam setelah pemerintahan Donald Trump sebelumnya mengumumkan proyek AI senilai US$500 miliar yang dipimpin oleh OpenAI, sebuah inisiatif yang ditentang keras oleh pendiri Tesla tersebut.
Tawaran ini bukanlah kali pertama Musk berusaha menggugat pengembang ChatGPT tersebut. Pada Agustus tahun lalu, ia juga mengajukan tuntutan hukum terhadap Sam Altman dan beberapa eksekutif OpenAI lainnya, menuduh mereka melanggar kontrak.
Dalam tuntutan tersebut, Elon Musk menyatakan bahwa pengembang ChatGPT itu didirikan sebagai organisasi nirlaba dengan tujuan mengembangkan kecerdasan buatan yang bermanfaat bagi umat manusia. Namun, menurutnya, perusahaan AI tersebut kini lebih fokus pada keuntungan bisnis dan investor besar.Â
“Saatnya bagi OpenAI untuk kembali menjadi kekuatan yang terbuka dan berorientasi pada keselamatan seperti dulu,” kata Musk dalam pernyataannya.
Dominasi AI Tiongkok Jadi Ancaman?
Di tengah gejolak internal pengembang ChatGPT tersebut, persaingan dari Tiongkok semakin nyata. Salah satu pesaing utama OpenAI, DeepSeek, baru-baru ini mengejutkan industri AI dengan inovasi canggih yang hanya membutuhkan investasi sebesar US$6 juta.Â
Langkah ini menjadi ancaman nyata bagi dominasi perusahaan AI asal Barat lainnya. Keberhasilan DeepSeek menunjukkan bahwa Tiongkok semakin serius dalam mengembangkan teknologi AI yang kompetitif dengan biaya yang jauh lebih efisien.
Jika situasi di OpenAI terus berlarut-larut, bukan tidak mungkin Tiongkok akan semakin mendominasi sektor AI global. Apakah ini pertanda bahwa keunggulan artificial intelligence akan segera berpindah ke tangan Tiongkok? [dp]