Pekan lalu pamanku di Tanah Jawa bertanya tanda terkejut, “Ini Bitcoin, kok bisa ganas begini? Emas nggak ada artinya!” Saya terdiam sejenak, menjawab di dalam hati dengan pertanyaan, “Mungkin emas adalah korban keganasan Bitcoin, paman.”
OLEH: Vinsensius Sitepu
Pemimpin Redaksi Blockchainmedia.id
Sejumlah orang penghuni lama Bitcoin mungkin tak akan heran, bahwa kinerja emas sangat lemas sepanjang tahun 2020. Terperosok terus sejak harga puncak di Agustus 2020, Bitcoin datang menggebrak dengan raihan sekitar 300 persen. Emas hanya memberikan imbal hasil tak lebih dari 30 persen, per troy ons.
Parahnya, perusahaan manajemen aset terbesar di dunia, BlackRock dipastikan sudah menjual investasi Gold ETF-nya pada Desember 2020 lalu dan tahun ini kian mendukung Bitcoin dan masuk ke pasar derivatif. Besar kemungkinan melalui CME Group.
Bahkan banyak pihak menduga, sejumlah bank sentral menjual cadangan emasnya, sebagai biaya mencetak uang fiat yang baru demi menyelamatkan ekonomi.
Sebenarnya, kali pertama Bitcoin mengalahkan emas dari sisi harga dalam dolar AS, terjadi pada awal Maret 2017.
Ketika itu Bitcoin diperdagangkan sekitar US$1.294 per BTC. Sedangkan emas dalam troy ons berada di kisaran US$1.234.
Bitcoin pun melanjutkan relinya hingga memuncak pada medio Desember 2017 di kisaran US$19.600-20.000 per BTC, lalu ambruk selama lebih dari 1 tahun sebesar lebih dari 80 persen.
Mungkin itu adalah hari bersejarah bagi Bitcoin, sebagai entitas yang baru dikenal kala itu. Pasarnya pun masih sangat sempit dibandingkan emas. Hanya segelintir orang yang memahaminya.
Lalu, apa yang terjadi pada Februari 2021 ini, hampir setahun setelah dideklarasikannya adanya pandemi COVID-19 oleh WHO, Bitcoin ngebut terus melampaui kinerja emas.
Bitcoin tak hanya tampil apik dari sisi harga, tetapi untuk kali pertama menembus kapitalisasi pasar senilai US$1 triliun. Arus keluar dana dari emas pun tak dapat dibendung, beralih ke pasar Bitcoin.
Lihatlah emas dalam 12 bulan penuh, hanya mampu memberikan imbal hasil 10,4 persen. Perak, cukup unggul mencapai 49 persen dan tembaga lebih mengkilau, yakni 60,2 persen.
Minyak mentah, yang sempat terjerembab di bawah titik nol pada April 2020, dalam 12 bulan terakhir hanya tumbuh 15,2 persen.
Di antara kelas aset itu, Bitcoin tumbuh apik 492 persen! Dan dini hari tadi, dalam rupiah masuk area yang “gila”, Rp851 juta.
Pakar ekonomi senior apapun sulit menjelaskan fenomena baru ini dengan pendekatan ekonomi yang canggih.
Mungkin, saking sulitnya dipahami, dipakailah nomenklatur dan premis sederhana: “Itu bubble, mirip Tulip Mania di Belanda!”
Bank of America: Bitcoin Mungkin Biang dari Segala Gelembung Investasi
Pihak-pihak yang berpendapat seperti itu, sebagian dihuni oleh manusia-manusia yang usianya sebaya dengan paman saya itu.
Mereka adalah generasi yang sudah nyaman dengan aset bernilai yang benar-benar dipahami. Sulit beranjak dari wilayah itu, bukanlah sebuah kekeliruan, tetapi faktor perubahan.
Ekonom lain bermazhab Austrian menggunakan teorema lama, membuatnya sebagai sebuah pendekatan magis, bahwa mata uang alternatif adalah sebuah kewajaran, ketika mata uang lain dianggap kurang bernilai. Sebut saja itu fiat money dan emas.
Bagi yang memahami fitrahnya Bitcoin, yang sulit dipahami dari premis silogisme sederhana itu adalah, “Teknologi digital unggul di Bitcoin bukankah tak setara dengan tumbuh-tumbuhan fisik itu? Tidak fair!”
Pun itu sama tidak fair-nya membandingkan Bitcoin dengan nilai pasar saham. Atau mungkin tak adil juga membandingkan Bitcoin dengan emas, karena masing-masing aset memiliki karakteristiknya sendiri, dalam rangka “nilai jaringan alias network value“.
Dengan Bitcoin melampaui kinerja emas di tengah-tengah tertekannya nilai uang dolar di pasar global, ini adalah perubahan besar dalam struktur ekonomi modern. Dan ini terjadi untuk kali pertama.
Apakah karena itu, Bitcoin sebagai sebuah masa depan yang menjanjikan? Mungkin itu pertanyaan yang naif.
Pihak lain lebih bijaksana, yang penting adalah realistis, bahwa apapun jenis asetnya, ketika sudah melambung tinggi, ada masa ia turun besar kembali, lalu melanjutkan kenaikannya. Tentu ini perlu sebuah model khusus yang ilmiah, seperti yang saya tuliskan beberapa waktu lalu.
Dua hari berlalu, kemudian saya menelepon pamanku itu, “Paman tenang saja, ada masanya emas berjaya kembali dan Bitcoin…” [vins]