Faktor Ini Bisa Picu Bitcoin Naik Lagi

CEO Digital Galaxy Mike Novogratz mengatakan bahwa reli harga Bitcoin pada tahun ini akan mempunyai pijakan yang lebih kuat, mengingat lanskap makroekonomi dan geopolitik yang bergejolak saat ini.

Dalam cuitan 5 Agustus 2019, Novgoratz mengatakan bahwa dengan nilai yuan lebih dari 7,0 per dolar AS, ini dapat dianggap sebagai perang valas (valuta asing). Ketidakstabilan nilai dolar Hong Kong dan beralihnya modal besar-besaran dari Hong Kong ke luar negeri adalah pijakan kuat lainnya yang memungkinkan harga Bitcoin mendaki lebih tinggi lagi.

Di tengah perang dagang yang berkepanjangan dengan Amerika Serikat, Tiongkok kembali menegaskan “kebijakan antagonisnya” sendiri dalam menanggapi ancaman kenaikan tarif bea masuk barang impor ke Amerika Serikat, yang dicuitkan oleh Presiden AS Donald Trump belum lama ini.

Kata Novogratz, Pemerintah Tiongkok tampak jelas membiarkan yuan tenggelam ke level terendah dalam hampir satu dekade terakhir. Di saat yang sama, semua perusahaan milik negara diminta untuk menangguhkan impor produk pertanian dari AS.

Itu mengakibatkan saham dan mata uang dari pasar negara berkembang “terhenti sejenak”, sementara aset safe haven seperti yen, obligasi AS dan emas mengalami kenaikan, seperti yang dilaporkan oleh Bloomberg.

Di pihak lain, spekulasi semakin menegang, bahwa Bank Sentral kelak kemungkinan besar memangkas lebih banyak lagi suku bunga seperti pada 31 Juli 2019 lalu, jika perang dagang semakin mengental.

Semua itu hal itu tampak memacu tren naik Bitcoin sebagai aset safe haven alternatif dan telah melonjak lebih dari 9 persen dalam 24 jam terakhir, kata Novogratz.

Senada dengan Novogratz, Pendiri Morgan Creek Digital Anthony Pompliano menyatakan bahwa kebijakan “dovish” Bank Sentral Eropa bisa menjadi pemicu lain kenaikan Bitcoin lebih tinggi lagi. Dovish lazimnya mengacu pada langkah hati-hati bank sentral, karena enggan mengambil resiko lebih tinggi dalam mengendalikan moneter.

Misalnya, dengan tetap mempertahankan suku bunga pinjaman tanpa mempertimbangkan kelesuan permintaan akan kredit di bank adalah langkah yang sangat berisiko. Dalam kondisi terpaksa, agar laju pinjaman oleh masyarakat dan perusahaan terdongkrak, maka langkah paling masuk akal adalah dengan memangkas suku bunga acuan bank. Tapi, jikalau langkah ini tak berhasil menggenjot produksi dan daya beli, makanya yang terjadi adalah inflasi. [Cointelegraph.com/red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait