Dua individu telah dinyatakan bersalah dalam kasus penipuan investasi bodong kripto senilai £1,5 juta setelah melalui proses hukum oleh FCA. Raymondip Bedi dan Patrick Mavanga berhasil menipu setidaknya lebih dari 65 korban dengan total kerugian yang mencapai £1,5 juta dalam kurun waktu Februari 2017 hingga Juni 2019.
Kedua pelaku crypto scam ini menggunakan strategi cold-calling untuk menghubungi para calon korban, setelah itu mereka mengarahkan calon korbannya ke situs web profesional yang terlihat meyakinkan dan menjanjikan keuntungan besar dari investasi kripto palsu.
Raymondip Bedi sebelumnya mengakui bersalah atas dakwaan konspirasi untuk melakukan penipuan kripto, pelanggaran terhadap Undang-Undang Jasa Keuangan dan Pasar tahun 2000, serta tindak pencucian uang dengan jumlah dana yang cukup besar.
Sementara itu, Patrick Mavanga juga mengaku bersalah atas konspirasi crypto scam, pelanggaran yang sama pelaku lainnya, serta kepemilikan atas dokumen identitas palsu yang digunakan untuk menipu para calon korbannya.
“Bedi dan Mavanga memikat para investor dengan iming-iming keuntungan besar dari investasi bodong kripto, namun semua itu hanyalah tipu muslihat,” ungkap Steve Smart, direktur eksekutif bersama untuk penegakan dan pengawasan pasar di FCA, Kamis (07/11/2024).
Menurutnya, pelaku menggunakan metode crypto scam yang terstruktur dan sangat meyakinkan, mulai dari panggilan langsung hingga pembuatan situs web yang terkesan kredibel untuk meyakinkan para korban agar mempercayakan aset kripto mereka kepada para pelaku.
Selain itu, Patrick Mavanga didakwa dengan pelanggaran tambahan setelah diketahui berusaha menghalangi proses hukum dengan menghapus rekaman telepon pasca-penangkapan pelaku crypto scam lainnya, yaitu Raymondip Bedi pada Maret 2019.
Dalam persidangan, juri tidak mencapai kesepakatan mengenai terdakwa ketiga dalam kasus ini, yang akan diadili ulang pada tahun depan.
“Juri tidak dapat mencapai putusan untuk terdakwa ketiga, dan mereka akan menghadapi persidangan ulang pada September 2025,” jelas laporan tersebut.
Seorang individu lain, Rowena Bedi, dibebaskan dari tuduhan terkait pencucian uang yang diajukan terhadapnya. Kasus ini menunjukkan betapa liciknya skema penipuan yang dijalankan oleh para pelaku tersebut, dan pentingnya kewaspadaan publik terhadap investasi bodong kripto.
Penipuan kripto masih menjadi perhatian utama otoritas hukum di berbagai negara, termasuk FCA dan FBI, yang terus bekerja sama dalam mengatasi penipuan lintas negara. Meskipun tingkat penipuan menunjukkan penurunan, risiko tetap ada karena modus yang semakin kompleks dan sulit terdeteksi.
Berdasarkan data dari riset Immunefi, kerugian akibat penipuan kripto pada Q3 2024 turun drastis dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dari US$22 juta menjadi sekitar US$3 juta.
“Kerugian turun 86 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya,” ungkap temuan pada riset tersebut.
Kendati demikian, kasus peretasan masih menjadi ancaman utama dalam industri kripto, menyumbang lebih dari 99,3 persen dari total kerugian pada Q3 2023, dengan berbagai modus yang semakin canggih dan sulit dideteksi oleh sistem keamanan yang ada.
Penting bagi masyarakat untuk tetap berhati-hati dan mendapatkan informasi yang jelas sebelum berinvestasi, khususnya di pasar cryptocurrency yang rawan penyalahgunaan.
Kerja sama internasional juga menjadi elemen penting dalam melacak dan mengembalikan dana korban dari crypto scam yang sering kali melibatkan pelaku lintas negara.
Kasus ini menegaskan kembali perlunya edukasi berkelanjutan untuk melindungi masyarakat dari skema penipuan kripto yang terus berkembang, terutama di tengah meningkatnya popularitas cryptocurrency. Dengan pemahaman yang tepat, masyarakat dapat lebih waspada dan terhindar dari risiko kehilangan aset. [dp]