Gedung Putih: Tiongkok Sengaja Lemahkan Dolar

Pihak Gedung Putih mulai menanggapi aksi yang dilakukan salah satu anggota BRICS, Tiongkok, yang dikatakan sengaja ingin lemahkan dolar AS.

Watcher News melaporkan bahwa Ekonom Gedung Putih Jared Bernstein mengungkapkan memegang beberapa bukti bahwa Tiongkok secara sengaja ingin lemahkan dolar AS.

Mata uang AS telah menjadi perhatian utama saat BRICS mengumumkan akan mengurangi dominasi mata uang ini di kancah perdagangan internasional dengan menghadirkan mata uang baru.

Langkah ini menyulut beberapa minat dari negara non-BRICS, seperti Malaysia, Prancis dan Iran, yang ingin mengurangi ketergantungan mereka akan dolar AS.

Tiongkok Ingin Lemahkan Dolar AS 

Bernstein mengatakan bahwa upaya Tiongkok adalah langkah untuk lemahkan dolar AS sebagai mata uang cadangan global.

Ia pun mendesak Kongres untuk mengatasi perdebatan yang sedang berlangsung seputar plafon utang AS, serta melindungi nilai mata uang AS dari kampanye para anggota BRICS.

Bersama Komite Perbankan Senat, Bernstein mengungkapkan memegang bukti Tiongkok yang ingin lemahkan dolar AS, sembari membahas kontroversi yang sedang berlangsung seputar mata uang AS.

“Satu hal yang benar-benar dapat kami lakukan untuk membantu dolar mempertahankan status mata uang cadangannya, tetapi juga untuk melindungi nilai dolar AS adalah menaikkan plafon utang,” ujar Bernstein.

Meski begitu, belum ada daya tarik pada anggaran yang disepakati untuk menimbulkan kenaikan dari plafon utang.

Pasar perdagangan internasional juga tengah mencari cara untuk mengurangi penggunaan dolar AS dalam transaksinya, yang membuat dominasi dolar AS kian terancam terkikis.

Sanksi yang diberikan AS kepada negara Rusia, Iran dan Tiongkok memicu langkah-langkah untuk mencari alternatif dolar AS dalam perdagangan internasional mereka.

BRICS pun menjadi sorotan karena rupanya, ada cukup banyak negara yang ingin mengikuti langkah dedolarisasi, yang bisa saja terjadi secara luas di pasar minyah mentah dan gas alam.

Sebelumnya, Tiongkok dan Rusia telah melakukan perdagangan tanpa melibatkan mata uang AS, yaitu menggunakan yuan.

Hegemoni dolar AS semakin terancam akibat dampak sanksi yang mereka buat sendiri, sehingga investor benar-benar menantikan bagaimana ini pada akhirnya. [st]

 

Terkini

Warta Korporat

Terkait