Bitcoin sedang kembali jadi buah bibir. Tapi bukan cuma karena volatilitasnya, melainkan karena satu hal yang menarik, yakni gelombang korporat yang kini ramai-ramai menambahkan Bitcoin ke neraca keuangan mereka.
Di tengah ketidakpastian global dan ketidakpercayaan terhadap mata uang fiat, para pelaku usaha besar mulai melihat Bitcoin bukan lagi sebagai aset spekulatif, tapi sebagai penyelamat nilai.
Korporat Masuk, Tapi Tak Seperti Era MicroStrategy
Menurut Scott Melker, seorang investor kawakan yang juga dikenal sebagai “The Wolf of All Streets,” saat ini kita sedang melihat gelombang korporat yang masuk ke pasar Bitcoin dengan cara yang berbeda.
“Kita hampir tiap hari dengar ada perusahaan, yang bahkan belum pernah kita dengar sebelumnya, mengumumkan beli Bitcoin,” ujar Melker dalam wawancara bersama kanal YouTube Milk Road.
Uniknya, mereka bukan dari dunia finansial. Ada yang dari sektor makanan, teknologi, bahkan perusahaan kecil yang hanya ingin menyelamatkan nilai uang tunai mereka dari inflasi.
Ini bukan seperti masa ketika MicroStrategy, Tesla dan Square yang menghebohkan dunia karena membeli Bitcoin sebagai bagian dari strategi besar. Yang terjadi sekarang lebih tenang tapi menyebar luas dan justru mungkin lebih berdampak dalam jangka panjang.
Mengapa Korporat Baru Sekarang Lirik Bitcoin?
Salah satu penyebabnya adalah perubahan regulasi. Dulu, aturan akuntansi mengharuskan korporat mencatat Bitcoin berdasarkan harga terendah per kuartal.
Aturan ini membuat banyak CFO takut nilai neraca akan rusak karena fluktuasi. Tapi aturan itu kini berubah. Ditambah lagi, keberadaan spot ETF seperti milik BlackRock membuat Bitcoin lebih mudah diakses dan lebih dipercaya oleh institusi.
Kini, korporat punya lebih banyak cara untuk menyimpan Bitcoin, baik langsung maupun lewat produk keuangan yang lebih aman secara struktur.
Tidak heran jika gelombang pembelian terus berlanjut, bukan hanya oleh perusahaan teknologi, tapi juga bisnis tradisional yang ingin lindungi kas mereka dari penurunan nilai.
Euforia Korporat Bisa Jadi Bom Waktu
Meski terlihat menjanjikan, Melker memperingatkan bahwa tidak semua strategi pembelian Bitcoin oleh korporat dibangun dengan landasan yang kuat. Banyak perusahaan baru yang membeli Bitcoin dengan memanfaatkan utang atau pendanaan investor, lalu menjadikannya inti bisnis, tanpa punya kegiatan operasional lain.
“Kalau harga Bitcoin turun tajam, perusahaan-perusahaan seperti ini bisa dipaksa jual, dan itu bisa menciptakan efek domino,” jelas Melker.
Ia membandingkan fenomena ini dengan siklus sebelumnya, di mana penambang membeli peralatan mahal saat harga tinggi, lalu bangkrut saat pasar anjlok.
Spot ETF milik BlackRock (IBIT) menjadi contoh kuat dari bagaimana institusi dan korporat mulai serius menaruh kepercayaan pada Bitcoin.
Selama 30 hari terakhir, ETF ini mencatat nol arus keluar, menunjukkan kepercayaan yang cukup tinggi. Tak hanya sebagai tempat penyimpanan, ETF ini juga dipakai untuk strategi keuangan seperti carry trade.
Dengan imbal hasil mencapai sekitar 9,5 persen dari strategi ini, banyak institusi kini lebih memilih ETF ketimbang membeli BTC langsung. Ini adalah bukti nyata bahwa Bitcoin makin mapan di mata pasar tradisional.
Bagaimana Nasib Ritel dan Altcoin?
Sementara korporat dan institusi aktif mengakumulasi, investor ritel justru belum sepenuhnya kembali. Banyak indikator lama seperti pencarian Google atau aktivitas leverage yang tak lagi relevan.
Tapi bukan berarti mereka tidak membeli. Menurut Melker, pembelian tetap terjadi, hanya saja tidak menimbulkan efek gelembung seperti sebelumnya.
Di sisi lain, altcoin sempat menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Ethereum dan beberapa koin lainnya sempat naik tajam. Namun, Melker mengingatkan bahwa altcoin season tidak akan terjadi merata.
Terlalu banyak proyek dan token baru yang menunggu waktu peluncuran, dan modal pasar terbatas. Artinya, hanya sektor tertentu yang akan naik, seperti DeFi, AI, atau memecoin.
Apa pun yang terjadi, jelas bahwa saat ini pasar sedang dikemudikan oleh Bitcoin. Baik itu institusi besar, korporat makanan, atau investor kecil, semua mata tertuju pada pergerakan satu aset ini.
Namun, seberapa jauh gelombang ini akan berlangsung dan apakah semua korporat yang masuk benar-benar siap menghadapi risikonya, masih jadi pertanyaan besar.
“Kalau terlalu banyak perusahaan masuk tanpa strategi jelas, mereka bisa merugikan diri sendiri dan seluruh pasar,” ujar Melker.
Apakah ini awal dari babak baru Bitcoin, atau hanya fatamorgana? Waktu yang akan menjawab, dan sepertinya kita akan melihat jawabannya lebih cepat dari yang kita kira. [st]