Hara, perusahaan yang berbasis di Jakarta dan Singapura akan merilis token bernama Hara (HART). Token ini akan digunakan sebagai alat transaksi dalam ekosistem pertukaran data pertanian di Indonesia. Berdasarkan whitepaper-nya, total suplai HART sebanyak 1,2 miliar unit. Sebanyak 540 juta atau 45% akan dijual ke publik melalui ICO.
Mengutip informasi di www.coinhills.com, token ini akan di-listing pada 26 Oktober 2018 dan mulai dijual pada 11 September 2018. Adapun target perolehan dana dari hajatan ICO ini sebanyak US$17 juta.
“Yang membuat sebuah platform supaya semua orang bisa berbagi data yang terkait dengan pertanian. Dengan begitu, kita bisa menghubungkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di dalam pertanian itu,” ujar Imron Zuhri, CTO Hara saat ditemui pada acara peluncuran Indonesia Blockchain Hub di Jakarta pertengahan Agustus lalu.
Imron mengatakan saat ini, Hara sudah mulai membantu sejumlah petani di Indonesia untuk mengumpulkan data pertanian. Data-data ini akan digunakan Hara seperti perusahaan pembiayaan, asuransi dan penyedia sarana pertanian, dan lainnya secara realtime.
“Dengan adanya data yang realtime itu petani juga bisa terhubung dengan pembeli, mereka bisa terhubung dengan penyedia sarana pertanian seperti pupuk dan bibit,” ujarnya.
Saat ini, menurutnya, sudah ada hampir 5 ribu petani yang tergabung dalam ekosistem Hara yang tersebar di Jawa Timur, Jawa Barat dan Sulawesi. Imron menegaskan token Hara akan digunakan untuk mempermudah proses transaksi dalam ekosistem penukaran data pertanian ini. Nanti dalam ekosistem ini, petani adalah penyedia data. Dan pada sisi lain, perusahaan pembiayaan, asuransi, penyedia sarana pertanian dan stakeholder lainnya adalah pembeli data atau pengguna data.
“Kami mengunakan Hara token sebagai alat untuk bisa mengakses data yang dibutuhkan,” ujarnya.
Dengan menggunakan token, kata dia, semua transaksi yang terjadi dalam ekosistem penukaran data ini akan tercatat secara transparan. Regi Wahyu, Founder & CEO Hara mengatakan dengan adanya platform penukaran data pertanian ini, diharapkan petani bisa membagikan data-data yang mereka miliki.
“Kami mendorong petani untuk membagi data-data yang mereka miliki, seperti profiling mereka, data kultivasi, kapan mereka tanam, kapan mereka panen, berapa banyak panennya, termasuk data lahan,” ujarnya.
Selain itu, data lain yang juga bisa dibagikan petani adalah data transaksi, seperti data pembelian benih dan penjualan padi.
“Data-data ini membantu institusi keuangan untuk melakukan verifikasi dan membantu industri asuransi untuk menentukan risk profile yang lebih presisi,” tandasnya. [jul]