Harga Bitcoin anjlok, kembali mengalami penurunan signifikan, sudah mencapai terendah US$52.530 dalam waktu kurang dari 24 jam pada 7 September 2024. Sejumlah pakar berpendapat faktor makroekonomi turut memicu tekanan jual yang terjadi sejak awal Agustus 2024 ini. Harga kripto ini pun diproyeksikan bisa menuju ke titik terendah US$49 ribu.
Sebagai catatan di sini, selama 30 hari terakhir, harga Bitcoin anjlok, terus tertekan sebesar 5 persen di bawah zona support level US$57.500 sejak 5 September 2024. Per Sabtu, 7 September 2024 dini hari sempat kian menjorok ke selatan di US$52.290 dan per Sabtu petang naik tipis ke US$54.281.
Penurunan harga Bitcoin ini dipicu oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Salah satu yang utama adalah data ketenagakerjaan AS (salah satu bagian dari makroekonomi) yang kurang memuaskan. Menurut laporan Departemen Tenaga Kerja AS, perekonomian hanya menciptakan 142.000 lapangan kerja bersih pada Agustus 2024. Revisi terbaru terhadap data ini menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja yang lebih lemah dari yang diperkirakan, menimbulkan kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi.
Data pekerjaan yang mengecewakan ini mencerminkan kekhawatiran investor akan risiko resesi, mendorong mereka untuk menghindari aset berisiko seperti Bitcoin. Menurut Jacob Joseph, analis senior di CCData, dilansir dari Forbes, menyebutkan kombinasi faktor makroekonomi, aliran ETF yang lemah, dan efek musiman turut menyumbang pada tren penurunan harga Bitcoin ini.
“Efek musiman di musim panas telah memperlambat aliran modal ke ETF, yang menyebabkan kurangnya modal segar untuk mendukung harga Bitcoin,” sebut Joseph.
Ini menyiratkan, dalam situasi harga Bitcoin anjlok, investor cenderung mengalihkan perhatian dari Bitcoin ke instrumen keuangan yang lebih aman. Ibaratnya, dalam cuaca badai, orang lebih memilih berlindung di tempat yang aman daripada berada di laut terbuka, dan itulah yang terjadi di pasar saat ini.
Masih menurut Joseph, situasi ini semakin rumit dengan data historis yang menunjukkan bahwa sejak 2010, rata-rata return Bitcoin pada September selalu negatif, yaitu rata-rata sekitar -4,51 persen.
Ini menjadikan September sebagai bulan dengan kinerja terburuk bagi Bitcoin, memperparah ekspektasi negatif di kalangan investor. Hal ini seperti layaknya siklus musim hujan yang tidak bisa dihindari, September kerap kali menjadi bulan yang penuh tantangan bagi Bitcoin.
Analis: Kinerja Bitcoin Berpotensi Positif dalam Jangka Panjang
Harga Bitcoin anjlok ini juga menimbulkan spekulasi bahwa Federal Reserve mungkin akan mengambil sikap yang lebih dovish dalam kebijakan moneternya. Beberapa pengamat pasar menyatakan bahwa laporan ketenagakerjaan yang lemah ini bisa mendorong The Fed untuk menurunkan suku bunga, yang dalam sejarah telah menjadi katalis positif bagi harga Bitcoin. Brett Sifling, penasihat investasi di Gerber Kawasaki Wealth & Investment Management, menekankan bahwa penurunan suku bunga sering kali dianggap sebagai kabar baik bagi aset-aset kripto, termasuk Bitcoin.
“Menjadi jauh lebih dovish dan menurunkan suku bunga bulan ini. Penurunan suku bunga secara historis dipandang sebagai perkembangan positif bagi Bitcoin,” ungkapnya, bahwa efek pemangkasan suku bunga yang mungkin dimulai pada FOMC 18 September 2024 mendatang bisa mengundang sentimen positif lebih besar.
Berbeda dengan Sifling, Tim Enneking, Managing Partner di Psalion, menyebutkan bahwa meskipun pemotongan suku bunga sebesar 75 hingga 100 basis poin di tahun ini mungkin akan terjadi, ekonomi AS dan global tampaknya sedang menuju “soft landing“. Tetapi, ini tidak serta merta menjadi sinyal bullish untuk Bitcoin dalam waktu dekat, terutama jika tekanan dari faktor-faktor eksternal tetap ada.
Harga BTC Anjlok, Analis: Bisa ke Titik Terendah US$49 Ribu
Proyeksi ke depan di tengah harga Bitcoin anjlok masih tidak pasti. Beberapa analis melihat tidak ada pendorong bullish yang jelas dalam waktu dekat, terutama karena euforia seputar ETF Spot Bitcoin telah mereda.
Tim Enneking mencatat bahwa setelah harga Bitcoin gagal bertahan di US$56.000, yang merupakan titik terendah pada pertengahan Agustus, kemungkinan besar support akan ada di US$54.000. Namun, jika level ini tidak bertahan, ada risiko bahwa harga bisa jatuh ke titik terendah awal Agustus di sekitar US$49.000.
Menegaskan pendapat itu, Greg Magadini, Direktur Derivatif di Amberdata, berpendapat harga Bitcoin mungkin akan terus berfluktuasi di kisaran US$55.000 hingga US$65.000 untuk sementara waktu dan dapat anjlok ke US$40.000-an.
Sejumlah analis popular di X juga “turun gunung” melontarkan ulasan dan pendapatnya perihal harga Bitcoin anjlok.
Analis popular, CryptoCon, menyatakan di X bahwa ramalan kekuatan tren Bitcoin telah terpenuhi, di mana pada tahun 2024, sama seperti pada tahun 2016, Bitcoin turun ke zona support pada September setelah mencapai puncak sementara.
“Ramalan kekuatan tren BTC telah terpenuhi. Sama seperti pada tahun 2016, Bitcoin turun ke zona support pada September setelah mencapai puncak sementara, hal yang sama terjadi pada tahun 2024. Faktanya, untuk siklus yang berulang, semua bulan memiliki pola yang sama untuk memasuki zona support. Pola angka 3 belum gagal di sini, baik di pertengahan siklus maupun pasar bearish. Siklus ini belum berakhir! Ini seperti bulan September 2016 lagi,” tulis CryptoCon melengkapi gambar grafik.
Analis itu sebelumnya telah memprediksi bahwa puncak siklus akan terjadi sekitar November 2025. Proyeksi ini juga didasarkan pada pergerakan harga Bitcoin dalam siklus halving sebelumnya (lihat gambar di bawah).
Analis kripto Mikybull Crypto baru-baru ini memberikan harapan kepada investor Bitcoin bahwa masa terburuk hampir berakhir bagi kripto unggulan tersebut. Dalam sebuah unggahan di X, ia menyatakan bahwa lonjakan parabolik Bitcoin sudah di depan mata karena DXY (indeks dolar AS) akan mengalami penurunan dari bear flag makro. Analis tersebut juga mencatat bahwa skenario yang sama terjadi pada tahun 2017 dan 2020.
Dalam unggahan lainnya di X, Mikybull Crypto menyatakan bahwa ekspansi berikutnya dari Bitcoin akan menaikkan harganya hingga US$95.000. Ia menambahkan bahwa Bitcoin sedang menunjukkan pola bull flag sementara DXY berada pada bear flag di grafik makro.
Namun, analis kripto tersebut yakin bahwa ketidakpercayaan dan ketakutan makro akan segera berakhir, dan ketika hal itu terjadi, Bitcoin akan mengalami lonjakan parabolik.
Dengan semua faktor ini, prospek jangka pendek untuk Bitcoin tampaknya akan terus diwarnai oleh ketidakpastian. Namun, bagi investor yang mampu menavigasi volatilitas ini, ada peluang menarik di depan, di tengah harga Bitcoin anjlok. [ps]