Harga Bitcoin diantisipasi akan mencetak rekor baru pada akhir Oktober 2024. Hal itu disampaikan oleh 10x Research berdasarkan sejumlah faktor penting terkini.
Harga kripto nomor satu itu mengalami lonjakan signifikan pasca pemotongan suku bunga oleh The Fed pada September lalu. Harga Bitcoin pun diprediksi akan mencapai rekor baru pada akhir Oktober 2024.
Setelah The Fed memutuskan untuk memangkas suku bunga sebesar 50 bps pada September 2024, harga Bitcoin naik sebesar 5 persen, sementara Ethereum melonjak 11 persen, dan beberapa altcoin mencatatkan kenaikan yang mengesankan.
Kripto ENA misalnya melonjak 54 persen, SEI 51 persen, dan Shiba Inu 36 persen. Aset-aset kripto berjenis altcoin mengalami ledakan besar, didorong oleh peningkatan minting stablecoin serta laporan inflow miliaran dolar dari sejumlah brokerberjenis over-the-counter (OTC) di Tiongkok.
Markus Thielen, Kepala Penelitian di 10x Research, pada 26 September 2024, menyatakan bahwa kondisi pasar saat ini menunjukkan momentum yang kuat untuk harga Bitcoin dan aset kripto lainnya.
Harga Bitcoin Dapat Tembus Rekor Baru pada Akhir Oktober 2024
“Dengan Bitcoin yang berhasil menembus angka US$65.000, kami memprediksi pergerakan cepat menuju US$70.000 dalam waktu dekat, dan rekor tertinggi baru bisa dicapai pada akhir Oktober,” ungkapnya.
Harga tertinggi sepanjang masa BTC mencapai US$73.750 pada 14 Maret 2024, namun sejak itu telah turun sebesar 10,76 persen. Pada Kamis, 26 September 2024, BTC sukses menerobos tembok tebal US$65.000. Pencapaian itu teramat penting untuk menggapai ketinggian baru berikutnya.
Setelah pertemuan FOMC pada 31 Juli 2024, di mana Federal Reserve menunda keputusan kritis mengenai pemotongan suku bunga hingga September, terjadi lonjakan besar dalam penerbitan stablecoin. Dalam beberapa minggu berikutnya, hampir US$10 miliar stablecoin diterbitkan, membanjiri pasar kripto dengan likuiditas yang jauh melampaui aliran dana ke exchange-traded funds (ETF) Bitcoin.
Salah satu pemain utama dalam lonjakan stablecoin adalah Circle, yang biasanya melayani institusi yang lebih teregulasi.
Circle menyumbang 40 persen dari total inflow di stablecoin, yang mengindikasikan adanya alokasi dari pelaku pasar besar.
“USDC yang diterbitkan secara signifikan berbeda dengan USDT yang biasanya dikaitkan dengan pemantapan modal, hal ini mungkin mengarah pada peningkatan aktivitas DeFi,” tambah Thielen. Sejak awal tahun, inflow di stablecoin mencapai US$35 miliar, mendorong total nilai stablecoin yang beredar menjadi US$160 miliar.
Pasca pertemuan FOMC pada Juli 2024, imbal hasil obligasi turun tajam, dengan imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun turun dari 4,16 persen menjadi 3,7 persen hanya dalam waktu satu minggu. Penurunan ini memicu kebangkitan aktivitas DeFi, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai ‘renaissance DeFi‘.
Pada Agustus 2024, platform peminjaman Aave mengalami lonjakan biaya bulanan hingga US$43 juta, melampaui puncak sebelumnya sebesar US$42 juta pada Maret 2024.
Perubahan signifikan terlihat setelah pertemuan FOMC pekan lalu, di mana dominasi Bitcoin melemah sementara gas fee Ethereum melonjak, didorong oleh peningkatan aktivitas altcoin di seluruh ekosistem. Jika Federal Reserve tetap terbuka untuk pemotongan suku bunga lebih lanjut, investasi pada altcoin dengan risiko tinggi kemungkinan akan terus meningkat.
Aktivitas perdagangan kripto ritel di Korea Selatan juga mendukung tren ini, dengan volume perdagangan harian yang kini berkisar di angka US$2 miliar. Meskipun masih di bawah angka US$13 miliar yang tercatat pada awal Maret 2024, altcoin telah mendominasi perdagangan selama sepekan terakhir, mengalahkan Bitcoin.
Dalam 24 jam terakhir, Shiba Inu kembali menempati posisi teratas dalam volume perdagangan di Korea Selatan, yang menandakan meningkatnya spekulasi dan membuka peluang reli di kuartal empat.
Thielen menambahkan bahwa inflow dari broker OTC di Tiongkok terus meningkat, dengan total inflow kuartalan sebesar US$20 miliar selama enam kuartal terakhir, yang menandakan adanya total inflow sekitar US$120 miliar.
Pada semester pertama tahun ini, inflow sudah melampaui US$40 miliar, dengan 55 persen dari total nilai transaksi berasal dari transaksi di atas US$1 juta, yang kemungkinan didorong oleh individu dengan kekayaan bersih tinggi atau entitas korporasi.
“Dengan 55 persen dari Bitcoin yang saat ini ditambang berasal dari pool penambangan di Tiongkok, dan mengingat bahwa pada awal 2014 Tiongkok mendominasi 90 persen perdagangan global Bitcoin, langkah stimulus yang diumumkan baru-baru ini berpotensi memicu aliran modal keluar dari Tiongkok menuju pasar kripto,” jelas Thielen.
Pada 2013, eksportir Tiongkok menggunakan faktur berlebihan untuk menyalurkan miliaran ke Bitcoin, yang kemudian memicu reli besar.
Stimulus senilai US$278 miliar yang diumumkan oleh pemerintah Tiongkok berpotensi memicu reli parabolik dalam harga aset kripto, didorong oleh peningkatan likuiditas global.
“Jika Trump terpilih kembali, ia mungkin akan berupaya merangsang ekonomi AS secara berlebihan, yang dapat memberikan tekanan pada Federal Reserve untuk membalikkan siklus pemotongan suku bunga seawal paruh pertama 2025,” kata Thielen.
Namun, fokus utama saat ini adalah pada lonjakan harga Bitcoin yang baru-baru ini menembus angka US$65.000.
“Kami menargetkan harga Bitcoin mencapai US$70.000 dalam dua minggu ke depan, dengan ekspektasi bahwa rekor tertinggi baru akan tercapai pada akhir Oktober,” jelas Thielen lebih lanjut.
Selain itu, lonjakan likuiditas ini terjadi bersamaan dengan turunnya volatilitas 30 hari Bitcoin menjadi hanya 41 persen. Dengan volatilitas yang lebih rendah, para trader institusional yang biasanya mematuhi manajemen risiko yang ketat dapat mengambil posisi yang lebih besar.
Sikap Bullish Analis Lain
Sikap bullish serupa terhadap harga Bitcoin juga ditunjukkan oleh analis lain. Eliézer Ndinga, Wakil Presiden dan Kepala Strategi dan Riset di 21Shares, menjelaskan bahwa kenaikan Bitcoin baru-baru ini hingga mencapai US$65.000 sejalan dengan pola kinerja historisnya, terutama ketika membandingkan antara September dan Oktober.
Ia mencatat bahwa secara historis, September merupakan salah satu bulan terlemah bagi Bitcoin, dengan rata-rata return bulanan sekitar -3,71 persen, mencerminkan periode konsolidasi pasar dan volume perdagangan yang lebih rendah.
Sebaliknya, Oktober biasanya memberikan kinerja yang jauh lebih kuat, dengan rata-rata keuntungan sekitar 10 hingga 15 persen selama dekade terakhir.
Ia juga menyebutkan bahwa tren musiman ini, yang sering disebut sebagai ‘efek Oktober,’ didorong oleh peningkatan aktivitas pasar dan sentimen yang lebih baik menjelang kuartal terakhir tahun ini.
John Haar, Direktur Pelaksana di Swan Bitcoin, menyoroti perkembangan ini, dengan menyatakan bahwa harga Bitcoin tampaknya merespons tren makro besar, seperti defisit fiskal yang berkelanjutan di AS, pemotongan suku bunga oleh The Fed, kebijakan moneter yang lebih longgar, serta pengumuman stimulus fiskal dan moneter dari Tiongkok pekan ini, yang semuanya menguntungkan likuiditas global dan aset berisiko, termasuk Bitcoin.[ps]