IKLAN

Harga Bitcoin Diprediksi Melaju Hingga Rp700 Juta dalam 18 Bulan

Bitcoin diprediksi melaju ke US$20-50 ribu (Rp300-700 juta per BTC) dalam waktu 18 bulan, akibat sentimen akan datangnya gelombang inflasi, kata Simon Peters dari eToro. Itu yang kelak membuat Bitcoin lebih bersinar.

Penegasan lain datang dari para penghayat Bitcoin kelas dunia, seperti Tyler Winklevoss, Mike Novogratz dan Paul Tudor Jones.

Kendati saat ini adalah masa resesi, inflasi belumlah terjadi, kendati sejumlah bank sentral di seluruh dunia menggelontorkan lebih banyak uang lagi ke dalam pasar.

Inflasi bisa jadi tiba ketika pertumbuhan ekonomi mulai agak pulih dan uang-uang itu diserap kurang baik oleh pasar, bahkan ketika gelombang kredit macet di depan mata.

Saat itulah Bitcoin, dengan pasokan terbatasnya, akan menjadi incaran, kata beberapa pendukung Bitcoin paling terkenal, seperti Tyler Winklevoss, Mike Novogratz dan Paul Tudor Jones.

Argumen itu diletakkan pada Bitcoin Halving, sebuah mekanisme baku di blockchain Bitcoin yang memotong imbalan Bitcoin baru kepada para penambang. Bitcoin Halving III baru saja dimulai pada 12 Mei 2020 lalu, di mana imbalan kepada penambang berkurang dari 12,5 BTC menjadi 6,25 BTC per block.

BACA JUGA  Bernstein Prediksi Harga BTC Bisa Capai US$1 Juta, Kapan?

Ketika bank sentral AS misalnya melakukan pelonggaran kuantitatif, maka Bitcoin melakukan hal sebaliknya, mengetatkan kuantitatif-nya. Kuantitatif dalam hal ini adalah jumlah unit nilai yang dikeluarkan dalam rentang waktu tertentu.

Neraca Bank Sentral AS misalnya telah membengkak menjadi lebih dari US$6 triliun, sebagai akibat dari pembelian surat utang negara dan sekuritas yang dijamin oleh pemerintah. Ini sama halnya dengan menambah pasokan uang ke dalam pasar, namun tidak dalam waktu bersamaan. Diperkirakan neraca itu semakin jumbo hingga 50 persen dari produk domestik bruto AS pada akhir tahun ini.

Hal senada juga dilakukan oleh Pemerintah AS melalui program stimulus lebih dari US$8 triliun untuk meredam tekanan hebat COVID-19.

Bitcoin Lindung Nilai terhadap Inflasi
Bitcoin mungkin secara kebetulan melaju di era resesi saat ini yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19. Itu juga yang mendorong orang melihat kembali keunggulan Bitcoin dibandingkan aset-aset lainnya, seperti emas.

Namun, tidak sedikit juga yang menilai bahwa Bitcoin berfungsi dan bermanfaat serupa seperti emas, yaitu sebagai alat lindung nilai melawan inflasi.

“Negara-negara lain akan terpaksa terus menerus menerbitkan uang yang banyak ke dalam pasar. Di saat yang bersamaan, nilai uang-uang itu akan terkikis drastis terhadap dolar AS yang juga semakin jumbo jumlahnya. Bitcoin yang kian langka karena terbatas pasokannya tampaknya akan menjadi alat lindung nilai yang sempurna untuk melawan inflasi bagi investor institusi,” kata Jean-Marie Mognetti, CEO CoinShares.

Bitcoin Halving dimaksudkan untuk mencegah inflasi dengan bertindak untuk secara berkala memperlambat laju penciptaan Bitcoin baru hingga 2140, agar tidak melampaui permintaan. Sekarang, pada Bitcoin Halving III ini sampai tahun 2024, laju inflasi Bitcoin hanya 1,80 persen per tahun.

BACA JUGA  Terpopular Sepekan: Pilihan Kripto Saat Harga BTC Merosot hingga ETH dan Bitcoin Masih Kuasai Pasar

Paul Tudor Jones, Pendiri Tudor Investment Corp pada 12 Mei 2020 misalnya memastikan ia bertaruh cukup besar untuk membeli Bitcoin guna melawan inflasi yang akan datang.

“Saya menyaksikan adanya inflasi moneter besar, sebuah kenaikan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang pernah saya lihat,” kata Jones kala itu.

Menuju US$50 Ribu per BTC
Simon Peters, Analis Senior di eToro lebih yakin akan hal itu dengan sebuah prediksi. Dia mengatakan Bitcoin berpotensi naik di kisaran US$20-50 ribu per BTC dalam 18 bulan.

Kendati saat ini Bitcoin jauh di bawah US$19 ribuan per BTC (Desember 2017), terbukti tahun ini imbal hasilnya lebih baik daripada saham.

Bitcoin telah menjadi salah satu kelas aset berkinerja terbaik tahun ini, mengumpulkan sekitar 30 persen menjadi US$9.500. Sedangkan Indeks saham S&P 500 telah turun 11 persen.

Potensi Inflasi Uang Fiat
Sejumlah pandangan kian menguatkan akan datangnya inflasi terhadap uang fiat alias uang yang diterbitkan oleh negara. Hal itu diamini oleh Morgan Stanley pada April lalu, walaupun pada Maret 2020 inflasi di AS melambat tajam. Namun, bank besar itu berpendapat bisa jadi akan ada percepatan inflasi di masa akan datang.

BACA JUGA  Penambang Bitcoin Bangkrut, Berutang US$1-10 Milyar

Penegasan lainnya datang dari Deutsche Bank yang menjabarkan banyak kasus bahwa pandemi COVID-19 akan menyebabkan kembalinya inflasi di negara-negara maju. Masalahnya adalah kita tak pernah tahu kapan inflasi itu akan tiba dan banyak orang bersiap-siap membeli Bitcoin. [Bloomberg/red]


Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.

Terkini

Warta Korporat

Terkait