Harga Bitcoin hari ini terus luruh hingga US$17.598, semakin parah setelah The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 0,75 persen pada Rabu lalu. Menurut penulis tren ini masih akan terus berlanjut dan belum jelas kapan penurunan ini akan berakhir.
OLEH: Muhammad Syafi’i Nurullah
Blogger dan Pengamat Aset Kripto
Situasi ini menegaskan Bitcoin dan sejumlah aset kripto besar lain, bukanlah “penyelamat inflasi”, karena The Fed sejatinya sedang menarik dolar AS dari pasar dengan kebijakan penaikan suku bunga dan kebijakan tapering.
Lihat saja data dari Coinmarketcap, kendati di hari yang sama setelah pengumuman The Fed harga Bitcoin berhasil mendekati angka US$22.000, pada Sabtu (18/6/2022) lewat tengah hari Bitcoin kembali jatuh ke titik terendahnya di bawah US20.000, tepatnya ke harga US$19.292 atau setara dengan Rp286 juta. Bahkan dini hari ini anjlok besar hingga US$17.598 (Rp261,1 juta) per BTC.
Setali tiga uang dengan indukannya, nasib altcoin juga tidak kalah malang. Sejumlah aset top seperti ETH, Binance Coin, dan Solana tercatat melemah hingga lebih dari 8 persen dalam 24 jam.
Harga Bitcoin (BTC) Sudah Bearish Selama 220 Hari
Tahun ini investor kripto memang harus banyak bersabar, selain kenaikan suku bunga The Fed serta kejatuhan kripto LUNA dan UST, pergerakan harga Bitcoin juga terus mengalami penurunan yang tidak berkesudahan.
Sebenarnya Bitcoin sudah mengalami tren penurunan selama 220 hari sejak menyentuh all time high (US$69.000) pada 10 November 2021. Ditambahkan kabar The Fed yang akan terus mengerek suku bunga acuannya sepanjang tahun ini, harga Bitcoin diprediksi masih akan terus mengalami penurunan hingga beberapa waktu ke depan.
Penurunan drastis seperti saat ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Dalam sejarahnya Bitcoin sudah beberapa kali mengalami hal serupa dalam waktu yang cukup lama juga.
Sebelum kejatuhan saat ini, Bitcoin pernah mengalami penurunan drastis pada tahun 2018 lalu, tidak tanggung-tanggung penurunannya mencapai 84 persen. Saat itu, harga Bitcoin terjun bebas dari US$20.000 ke US$3.200.
Pasar bearish yang saat ini terjadi baru merenggut 72 persen harga Bitcoin dari titik tertingginya. Itu berarti, jika berkaca pada catatan sejarahnya kemungkinan penurunan ini belum mencapai titik jenuh dan masih akan terus berlanjut.
Investor Tidak Kapok
Naiknya suku bunga acuan membuat banyak bisnis terbebani, para pemodal juga mulai hati-hati dalam menyalurkan pendanaan khususnya kepada para startup teknologi.
Tapi jika kita menilik sektor kripto, rasanya para investor dan pebisnis tidak pernah kapok dengan situasi seperti ini, karena penurunan Bitcoin terus berulang, dan aset ini juga terus berulang kali bisa bangkit untuk mencapai titik tertingginya, para investor senior dan pemain di Industri kripto tidak pernah kapok untuk terus masuk lagi.
Di Indonesia hal tersebut bisa dibuktikan dengan masuknya pendanaan jumbo ke startup kripto di tengah ketidakpastian pasar saat ini.
Pada awal Juni lalu platform investasi aset kripto Pintu berhasil mendapatkan pendanaan sebesar Rp1,6 triliun, tidak lama kemudian aplikasi jual beli saham dan reksadana Ajaib mengumumkan bahwa mereka meluncurkan fitur jual beli kriptonya.
Keberanian para pebisnis dan pemodal untuk masuk ke pasar kripto di tengah penurunan berkelanjutan tidak lain terjadi karena mereka percaya bahwa industri ini akan pulih dan terus bangkit lagi.
Namun, meskipun seperti itu hal ini berbeda dengan para investor ritel, bagi kalian yang mempunyai modal pas-pasan dan tidak melakukan investasi dalam jangka waktu yang panjang, masuk ke pasar kripto pada saat ini bukanlah sesuatu yang bijak, alih-alih investasi disaat situasi yang tidak pasti, alangkah lebih baiknya jika dana yang ada disimpan terlebih dahulu ke dana darurat agar siap menghadapi kondisi tidak menentu saat ini. [ps]