Setelah Bitcoin menguat di atas US$10.000, spekulasi terhadap Raja Kripto itu menyeruak kembali. Sejumlah narasumber Forbes misalnya berpendapat bahwa kenaikan harga Bitcoin setelah lama menyentuh US$9 ribu adalah gara-gara cuitan Donald Trump belum lama ini. Pihak lain bahkan mengatakan rencana penurunan Fed Rate adalah penyebab utamanya.
Pada 2 Agustus 209 lalu, Presiden Amerika Serikat itu menyebutkan akan menaikkan tarif bea masuk hingga 10 persen terhadap barang-barang produksi dari Tiongkok, terhitung sejak 1 September 2019 mendatang. Ini dianggap sebagai penegasan untuk kesekian kalinya dalam konteks perang dagang antar kedua negara, yang telah dipanaskan sejak setahun terakhir.
…during the talks the U.S. will start, on September 1st, putting a small additional Tariff of 10% on the remaining 300 Billion Dollars of goods and products coming from China into our Country. This does not include the 250 Billion Dollars already Tariffed at 25%…
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) August 1, 2019
Sebenarnya kaitan pelemahan ekonomi dan kenaikan harga Bitcoin bukan kali ini saja terjadi. Berdasarkan penelitian Grayscale, ada kaitan erat antara gonjang-ganjing ekonomi makro dengan naiknya harga Bitcoin. Di sini Bitcoin dianggap sebagai alternatif safe haven selain emas dan membuat mata uang fiat menurun dan imbal hasil saham tidak seberapa. Menurut penelitian itu, kenaikan harga Bitcoin yang sangat signifikan terjadi pada 5 peristiwa penting.
Tarif impor yang tinggi, tentu saja akan mengakibatkan harga barang-barang dari Negeri Tirai Bambu itu menjadi mahal ketika masuk di sejumlah pasar di Amerika Serikat. Wajar saja, karena daya beli rata-rata warga AS juga tidak menyertai harga barang-barang yang sebagian besar merupakan kebutuhan sehari-hari warga.
Dengan kata lain, nilai uang warga sama halnya tergerus dan memaksa mereka melindungi nilai uanganya, baik itu dengan membeli emas atau aset bernilai tinggi lainnya, asalnya melampaui inflasi. Dengan rencana tambahan 10 persen, maka kelak barang dari Tiongkok akan lebih mahal hingga 30 persen, setelah 25 persen yang sekarang berlaku.
“Bitcoin memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai aset yang lebih aman, dan tanda-tanda perang dagan yang semakin memburuk dengan Tiongkok, bisa menjadi katalis utama naiknya harga Bitcoin setelah cuitan Trump itu,” kata John Todaro, Direktur Penelitian mata uang digital di TradeBlock.
Charles Hayter, Pendiri dan CEO CryptoCompare, berpendapat sama bahwa “perang dagang memberikan kepercayaan terhadap Bitcoin atas julukannya sebagai emas digital.”
“Memang, kekhawatiran geopolitik (terutama yang berkaitan dengan Tiongkok) kemungkinan merupakan salah satu faktor global utama yang mempengaruhi harga Bitcoin selain spekulasi. Banyak analis menganggap Bitcoin instrumen lindung nilai di tengah-tengah ketidakpastian global dalam politik, perdagangan dan kebijakan moneter,” kata Mike Brusov, Pendiri dan CEO Cindicator.
Tafsiran lain yang menegaskan kenaikan Bitcoin adalah rencana penurunan Fed Rate, yang sejak awal tahun ini selalu terkatung-katung. Ada indikasi bahwa Bank Sentral Amerika Serikat akan menurunkan suku bunga untuk merangsang pinjaman dari perusahaan dan publik.
Joe DiPasquale, CEO BitBull Capital mengatakan, penurunan Fed Rate terkait erat dengan kenaikan harga emas, termasuk Bitcoin.
“Perang dagang tampak jelas berdampak terhadap kenaikan harga Bitcoin. Tetapi, penurunan Fed Rate adalah katalis paling besar. Dengan Fed Rate yang kecil, maka berdampak pada naiknya tingkat inflasi,” kata Joe. [Forbes/red]