Harga Bitcoin Rp233 Juta, Ini Penyebab dan Prediksinya

Per 13 November 2020, harga Bitcoin menyentuh Rp233 juta per BTC, sebagai harga tertinggi baru pada tahun ini. Selain itu sudah melampaui harga tertinggi sejak tahun 2018. Apa saja penyebab dan prediksinya?

OLEH: Vinsensius Sitepu
Pemimpin Redaksi Blockchainmedia.id

Fakta besarnya saat ini adalah Bitcoin tumbuh lebih dari 100 persen tahun ini, jauh melampaui emas yang hanya sanggup naik sekitar 50 persen. Ini mencerminkan sentimen negatif pada emas dan sebaliknya terhadap Bitcoin.

Khusus Bitcoin, tentu saja faktornya sangat beragam. Pertama, perusahaan besar semakin banyak berinvestasi di Bitcoin, sebagai upaya menyeimbangkan permintaan dari kalangan ritel yang masih mendominasi, serupa dengan pada tahun 2017. Sebut saja Square dan MicroStrategy, sebagai contoh utama.

Kedua, pihak-pihak yang dulu mencibir kinerja Bitcoin, kini berbalik arah memuji dan mendukung. Sebut saja misalnya JP Morgan yang sudah memahami bahwa Bitcoin sangat disukai oleh kalangan Milenial, daripada kalangan yang lebih senior yang lebih suka emas. Artinya ada perbedaaan preferensi investasi yang sangat mencolok di sini.

Ketiga, terkait peningkatan kesadaran memahami Bitcoin dan aset kripto secara umum yang sudah kuat. Trader dan investor praktis tidak terlalu panik dihempas kabar soal peretasan, pencurian dan kasus-kasus pencucian uang yang melibatkan aset kripto, apalagi Bitcoin.

Ini terjadi dalam kurun waktu dua bulan belakangan, banyak sekali kasus peretasan dan pencurian terjadi, tetapi itu tak melemahkan sentimen untuk terus melakukan akumulasi terhadap Bitcoin.

Keempat, kesadaran soal keunggulan Bitcoin itu juga diikuti oleh meleknya trader dan investor soal keterkaitan kondisi ekonomi global dengan cara mengamankan aset keuangannya, misalnya soal pelemahan nilai dolar AS. Sepanjang tahun 2020 ini saja dolar melemah hingga 3 persen, terhadap mata uang negara lain, mitra dagang AS.

Alih-alih hanya mengandalkan investasi di saham, publik pada dasarnya malah beralih sebagian ke Bitcoin. Di sini mereka sudah bisa menafsirkan bahwa imbal hasil di saham dan instrumen keuangan biasa, tidak memberikan imbal hasil yang menyenangkan.

Kelima, peningkatan adopsi aset kripto oleh PayPal. Kami menempatkan khusus di bagian kelima ini, karena peran PayPal sangat penting ketika membuka layanan jual-beli aset kripto di aplikasinya.

Ini secara khusus akan meningkatkan nilai Network Effect di transaksi Bitcoin itu sendiri, termasuk aset kripto lain yang didukung.

Kita tahu PayPal banyak digunakan untuk membeli Bitcoin secara tak langsung dari aplikasi alias sebagai alat pembayaran biasa, sejak tahun 2010. Dan ini bukan rahasia umum.

Alasan PayPal yang Oktober 2020 lalu memutuskan menyediakan layanan jual-beli aset kripto adalah semata-mata pasar baru ini sedang tumbuh luar biasa daripada sebelumnya.

Di Amerika Serikat (AS) saja banyak usaha kecil dan menengah menggunakan aset kripto secara langsung untuk bertransaksi barang dan dan jasa.

Sebagian besar dari mereka pastilah juga pengguna PayPal. Nah artinya, bagi PayPal, mengapa mereka tidak secara langsung menyediakan layanan itu, agar pendapatan kepada PayPal tidak jatuh ke pihak lain.

Keenam, jauh sebelum keputusan Square dan MicroStrategy sebagai perusahaan publik membeli Bitcoin dalam jumlah besar untuk investasi, arus wacana besar sudah ditumbuhkan oleh Kantor Pengawas Dolar AS (OCC).

Mereka menggaungkan, bank-bank di AS diperbolehkan membuka layanan jual-beli aset kripto. OCC saat ini tentu saja sedang menggodok aturan hukumnya.

Dalam hal ini prinsipnya serupa, yakni pangsa pasar yang baik, seperti yang sudah dilihat oleh PayPal. Ke depan, jikalau bank-bank besar AS membuka layanan itu seperti PayPal, Anda bisa membayangkan besaran adopsi aset kripto.

Ketujuh, terkait penggunaan dan penerapan teknologi blockchain, yang merupakan dasar dari aset kripto, digunakan banyak perusahaan lintas sektor, mulai dari perekaman dan pelacakan barang dalam proses supply chain, hingga perekaman data dan konten digital.

Penerapan ini sangat penting, terlepas apakah blockchain yang digunakan bukan public blockchain, sehingga terkait langsung dengan harga-harga aset kripto umum dan besar.

Pertumbuhan penerapan itu secara prinsip setidaknya membuktikan bahwa teknologi blockchain sudah diakui secara global dan akan meningkat pada tahun-tahun mendatang.

Kedelapan, ini masih terkait dengan faktor ketujuh, yakni Central Bank Digital Currency (CBDC). Dalam konteks ini penerapan blockchain dan memang bukan public blockchain, berlangsung dalam skala luas, bahkan menyentuh skala ekonomi makro.

Ini mencerminkan adanya pengakuan besar oleh bank sentral sebagai lembaga negara berpengaruh terhadap teknologi blockchain yang lebih efisien dalam hal waktu dan biaya dalam hal transfer uang.

Singkatnya, role model teknologi blockchain dan aset kripto kian bermunculan dan dalam jumlah yang sangat banyak. Role model yang dimaksud adalah perusahaan-perusahaan besar itu dan berpotensi besar memberikan efek getok tular kepada perusahaan-perusahan kecil dan menengah untuk melakukan hal serupa.

Kondisi ini sama seperti di awal-awal kemunculan Internet, World Wide Web (WWW), termasuk cloud computing yang nilainya hanya dilihat sebelah mata. Lihatlah aura kebebasan yang dijanjikan WWW, melahirkan demokratisasi di ranah penyampaian ekspresi termasuk mendulang rejeki.

Akhir kata, menurut hemat kami, berdasarkan kenyataan di lapangan, termasuk data-data yang mendukung, nilai (value) aset kripto ke depan akan semakin bertumbuh dan tidak akan padam.

Prediksi
Khusus Bitcoin, investor tampaknya cukup nyaman menyasar US$20.000 yang pernah tercapai pada Desember tahun 2017 silam. Setidaknya Anda bisa menyandarkan diri dari kajian luar biasa oleh Bloomberg Intelligence ini.

Analis dari Bloomberg Intelligence, Mike McGlone memrediksi bahwa harga Bitcoin bisa mencapai lebih dari US$35 ribu per BTC pada tahun 2021, berbanding harga 3 November 2020, US$13.700 per BTC.

Pantuan redaksi hari ini, 5 November 2020, pukul 11:23 WIB, Bitcoin sudah menapaki harga tertinggi terbaru sepanjang tahun ini, yakni di wilayah US$14.372 (Rp207 juta) per BTC (pukul 10:53 WIB), berdasarkan data dari Binance.

Bitcoin tampak percaya diri, masih berada di atas Moving Average (MA) 50, 100 dan 200 pada skala harian (1D).

McGlone menegaskan, berdasarkan pola historis pasca Bitcoin Halving tahun 2016, harga aset kripto nomor wahid itu akan naik tinggi pada tahun 2021.

Grafik yang menunjukkan $ 14.000 resistensi Bitcoin adalah $ 10.000 baru

“Pasokan tahunan Bitcoin akan turun menjadi kurang dari 2 persen pada tahun depan. Jika Bitcoin Halving sebelumnya berfungsi sebagai penunjuk arah, maka pada tahun 2021 akan menjadi tahun naik yang kuat. Jika Bitcoin naik hanya seperempat dari sekitar 1.375 persen pada tahun 2017, tahun setelah pasokan harian Bitcoin baru turun menjadi 1.800 BTC, maka harga Bitcoin akan melebihi US$35.000 pada tahun 2021 berbanding sekitar US$13.700 per BTC pada 3 November 2020,” tegas McGlone, 4 November 2020.

Volatilitas Rendah Berdampak Positif
McGlone juga menyoroti pengaruh volatilitas Bitcoin yang rendah terhadap apresiasi harga Bitcoin yang tinggi.

Analis Bloomberg: Belum Ada Alasan Bitcoin Berhenti Diapresiasi

Grafik yang menunjukkan rasio Bitcoin-ke-Nasdaq, 2014-2020

“Volatilitas Bitcoin yang menurun yang berbanding terbalik dengan aset lain menunjukkan bahwa Bitcoin semakin unggul dan lebih cenderung terapresiasi jika pola masa lalu adalah panduannya. Grafik kami menggambarkan volatilitas Bitcoin 180 hari turun mendekati titik terdalam 2015, di sekitar 36 persen. Dan untuk pertama kalinya jatuh di bawah Indeks Saham Nasdaq 100. Dari Oktober 2015, ketika volatilitas mencapai titik terendah 2017, Bitcoin meningkat sekitar 8.000 persen,” tulis McGlone menyiratkan penguatan harga Bitcoin yang terus menerus.

Sandaran prediksi lainnya adalah soal “Bitcoin Unspent Outputs”. Data dari Digitalik.net menerangkan bahwa selama tahun 2020, Bitcoin Unspent Outputs secara total mencapai lebih dari 6,7 juta BTC.

Bitcoin Unspent Outputs meningkat drastis pada tahun 2020, mencetak rekor sepanjang masa. Sumber: Digitalik.net.

Bandingkan dengan tahun 2019, hanya lebih dari 2,6 juta atau naik lebih dari 100 persen kurang dari satu tahun.

Bitcoin Unspent Outputs tahun 2020 itulah rekor tertinggi sepanjang masa, selama Bitcoin lahir, tumbuh dan berkembang.

Unspent Outputs adalah banyaknya Bitcoin yang tidak dijual menjadi uang tunai atau beralih ke aset kripto lainnya. Unspent Outputs yang meningkat itu adalah indikasi banyak investor mengakumulasi dan menahan Bitcoin dan menanti saat yang tepat dan paling menguntungkan untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi.

Sementara itu Coinbase Unspent juga bernada serupa, jumlahnya semakin kecil sejak tahun 2011. Coinbase Unspent adalah banyaknya Bitcoin baru dari hasil penambangan yang ditukar menjadi uang tunai atau beralih ke aset kripto lain.

Kesimpulan—Mungkin—Tak Popular
Bahwa di masa depan akan ada perusahaan yang bangkrut karena lalai atau kurang cakap menerapkan blockchain, sehingga memunculkan “keresahan investasi” di masyarakat, menurut kami itu hal yang lumrah, karena bagian dari sejarah yang biasa-biasa saja.

Toh, ini tetap berlaku hukum alam, yang terbaiklah yang akan menang. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait