Dalam beberapa hari terakhir, harga kripto utama Bitcoin (BTC) secara mengejutkan meroket lebih dari 2 persen. Memulai Maret dengan sinyal yang menarik.
Sempat jatuh dan tertahan di penghujung bulan Februari, harga BTC telah meroket dalam 24 jam terakhir di awal Maret, membawa harganya kembali di kisaran level US$23.600.
Penyebab Harga Bitcoin Meroket
Berdasarkan laporan Crypto News, ada beberapa peristiwa ekonomi yang menjadi perhatian utama investor di awal bulan Maret.
Hari ini (2/3/2023), Uni Eropa akan merilis data estimasi CPI tahunan, yang diperkirakan sebesar 8,3 persen untuk CPI keseluruhan dan 5,3 persen untuk CPI inti.
Selain itu, AS akan merilis laporan Unemployment Claims hari ini, dan akan membagikan data ISM Manufacturing pada hari Jumat (3/3/2023).
Beberapa peristiwa ekonomi tampaknya telah memberi dampak pada pasar keuangan dan kripto, serta harus diperhatikan dengan lebih lekat oleh investor.
Pada grafik 4 jam di atas, harga BTC perlu menghadapi resistance utama terdekat di US$24.015 dan support utama terdekat di US$22.792.
Indikator RSI menyiratkan harga masih perlu menentukan sikap, antara menuju oversold tau overbought untuk memberi konfirmasi tren yang lebih kentara.
Namun, indikator MACD menunjukkan dorongan bulls yang lemah, sehingga penurunan masih memungkinkan sebelum harga Bitcoin benar-benar masuk ke jalur bullish jangka menengah.
Di sisi lain, jumlah alamat dompet yang memegang paling sedikit 1 BTC akan segera menyentuh angka 1 juta. Tanda bahwa minat terus meningkat terhadap kripto utama.
Crypto News melaporkan bahwa, bear market telah dimanfaatkan dengan baik oleh investor ritel untuk mengumpulkan BTC, setidaknya memiliki 1 koin saja di dompet mereka.
Berdasarkan data dari Glassnode, ada lebih dari 800.000 dompet yang memegang setidaknya 1 BTC di bulan November 2021, saat harga BTC mencapai ATH US$69.000.
Tetapi, saat harga kian merosot di tahun 2022 dan hingga kuartal pertama tahun ini, jumlah tersebut justru terus meningkat ke 980.000.
Lompatan drastis atas kepemilikkan dompet tersebut meningkat setelah runtuhnya FTX, yang membawa harga BTC kian rendah. Itu dipandang sebagai diskon hebat oleh beberapa investor dan menjadi kesempatan untuk akumulasi lebih banyak Bitcoin.
Selain itu, ada penurunan dari jumlah Bitcoin yang dipegang oleh bursa kripto, tanda ada lebih banyak BTC yang masuk ke dompet pribadi untuk disimpan dalam jangka menengah dan panjang.
Berdasarkan indikator rasio Hodler dari Glassnode, ketika Hodler mulai menjual koin setelah periode akumulasi panjang di tengah pasar bearish, ini sering dianggap sebagai tanda bullish.
Indikator rasio tersebut kini tampak mencoba membentuk dasar, sehingga ini diperkirakan akan menjadi sinyal bullish baru di pasar kripto. Mari kita saksikan. [st]