Harga Bitcoin kembali mengalami tekanan setelah sempat menyentuh rekor tertinggi. Pada 27 Januari 2025, Bitcoin diperdagangkan di bawah US$100.000, atau sekitar 8 persen di bawah level tertinggi sepanjang masa yang dicapai sepekan sebelumnya, yaitu US$108.796.
Penurunan ini terjadi di tengah aksi jual besar-besaran di pasar saham teknologi karena peluncuran Deepseek AI sebelumnya, yang turut menyeret aset kripto ke bawah.
Meski demikian, beberapa analisis justru melihat situasi tersebut sebagai peluang strategis untuk masuk ke pasar sebelum harga BTC kembali menguat.
Penurunan Harga Bitcoin jadi Sinyal Bullish?
Kepala Investasi Bitwise, Matt Hougan, menyoroti pola historis yang menunjukkan bahwa setiap kali indeks S&P 500 (SPX) mengalami penurunan lebih dari 2 persen dalam satu hari, Bitcoin cenderung turun rata-rata 2,62 persen, sedangkan emas naik tipis 0,11 persen.
Namun, dalam jangka panjang, dia menyoroti bahwa harga Bitcoin Menunjukkan pemulihan yang jauh lebih kuat dibandingkan aset tradisional lainnya.
“Namun, jika melihat dalam jangka satu tahun dari hari-hari ini, Bitcoin naik rata-rata 189 persen dibandingkan emas yang hanya naik 7 persen,” tegasnya.
Hougan menegaskan bahwa emas memang masih lebih unggul sebagai lindung nilai dalam jangka pendek, tetapi Bitcoin tetap menjadi pemenang dalam perspektif investasi jangka panjang.
Tren ini sejalan dengan pergerakan harga BTC saat ini, yang sempat anjlok setelah peluncuran Deepseek, tetapi kemudian kembali ke level US$100.000 dalam hitungan jam.
Di sisi lain, indeks S&P 500 mengalami koreksi sekitar 1,6 persen, sementara Nasdaq 100 turun 2,3 persen akibat aksi jual besar-besaran pada saham Nvidia, yang menghapus lebih dari US$500 miliar dari kapitalisasi pasar perusahaan tersebut.
Chris Burniske, mitra di Placeholder VC, turut mengomentari situasi ini dengan menekankan bahwa Bitcoin mengalami penurunan yang lebih kecil dibandingkan pasar tradisional.
“Harga Bitcoin turun lebih sedikit dibandingkan Nasdaq,” kata Burniske.
Hal ini menunjukkan ketahanan Bitcoin yang semakin kuat dibandingkan dengan aset teknologi lainnya. Argumen ini memperkuat pandangan bahwa para investor mulai melihat Bitcoin bukan lagi sebagai aset spekulatif, melainkan sebagai alternatif penyimpanan nilai, terutama di tengah gejolak pasar.
Bitcoin MPI Mengindikasikan Tren Positif
Selain analisis teknikal berbasis korelasi dengan pasar saham sebelumnya, data on-chain juga memberikan indikasi positif terkait pergerakan harga Bitcoin ke depan.
Salah satu metrik yang menarik perhatian investor adalah Bitcoin Miners Position Index (MPI), yang mengukur aktivitas miner dalam mendistribusikan atau menahan BTC mereka.
Dilansir dari laporan sebelumnya, Bitcoin MPI baru-baru ini mengalami crossover yang dalam sejarahnya sering kali menjadi pemicu tren bullish. Indikator ini membandingkan jumlah BTC yang keluar dari wallet penambang dengan rata-rata pergerakan 365 hari (MA 365).
Bitcoin MPI Isyaratkan Tren Bullish, Apakah Ini Saatnya Buy?
Jika nilai MPI tinggi, berarti penambang menjual lebih banyak, yang berpotensi menekan harga BTC. Sebaliknya, nilai MPI yang rendah menunjukkan bahwa miner memilih untuk menyimpan aset mereka.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa tekanan jual dari BTC miner berkurang, sehingga memungkinkan harga Bitcoin untuk terus bergerak naik. Dengan berkurangnya pasokan di pasar, sentimen bullish semakin kuat dan membuka peluang bagi kenaikan harga BTC.
Saat yang Tepat untuk Membeli Bitcoin?
Dengan menggabungkan data historis, analisis pasar, serta indikator on-chain yang menunjukkan tren positif, para analis meyakini bahwa koreksi harga BTC saat ini bisa menjadi momen ideal bagi investor untuk masuk sebelum rally Bitcoin berikutnya dimulai.
Namun, volatilitas pasar tetap menjadi faktor yang harus dipertimbangkan. Meskipun data menunjukkan tren positif, investor disarankan untuk tetap berhati-hati dan mempertimbangkan strategi manajemen risiko sebelum mengambil keputusan investasi. [dp]