Pasar kripto babak belur gegara sentimen kasus peretasan dan kebangkrutan bursa kripto FTX pada November lalu. Bahkan, harga bitcoin (BTC) anjlok menyentuh US$17.000. Namun menilik fakta itu, eksekutif ini justru menilai pasar kripto masih percaya diri.
Dilansir dari CNN, Hany Rashwan dari 21.co mengaku, dirinya agak terkejut bahwa imbas dari skandal FTX terhadap harga Bitcoin ternyata tidak lebih buruk yang dia bayangkan.
“Meskipun terpuruk hingga 15 persen di bulan November saja, harga Bitcoin masih berkutat di kisaran US$17.000. Nilai itu sekitar tiga kali lipat dari crypto bear di awal pandemi tahun 2020,” terang eksekutif di perusahaan perusahaan investasi kripto tersebut.
Melansir Investor.id, ketika banyak sektor ekonomi dan bisnis lesu akibat pandemi pada 2020 lalu, industri crypto justru kembali aktif, termasuk Bitcoin.
Meski sempat melewati pemeriksaan pasokan pada Maret 2020, pasar crypto mengalami rebound besar setelahnya akibat dibanjiri investor dan trader.
Berbagai faktor seperti adopsi Bitcoin oleh perusahaan raksasa dunia hingga legalitas Bitcoin di berbagai negara telah berdampak pada perkembangan harga kripto wahid tersebut dari tahun ke tahun.
Perkembangan harga Bitcoin dari tahun ke tahun semakin membaik. Di periode Desember 2020 hingga Januari 2021, peningkatan harganya telah mencapai 224 persen. Per Maret 2021, Bitcoin mencapai harga tertinggi baru, yakni sekitar US$60.000.
Puncaknya, Bitcoin mencapai level harga tertinggi (All-Time-High) di angka US$68.700 atau setara dengan pada 10 November 2021, berdasarkan data Coinmarketcap.
Belajar dari kebangkitan pasar kripto ketika pandemi Covid di tahun 2020 lalu, menurut Rashwan industri kripto perlu membangun produk yang lebih baik.
“Bagaimana kita masih mendekati harga US$17.000? Hal ini menandakan sesuatu. Pada intinya, menunjukkan bahwa orang masih menggunakan kripto dan berusaha melindungi aset. Kepercayaan diri pasar belum terguncang sampai ke intinya,” kata Rashwan.
Berdasarkan data Coinmarketcap, pada Kamis (1/12/2022), harga Bitcoin berada di posisi US$17.120. Dalam 24 jam terakhir, harga bitcoin menguat 1,48 persen. Selama sepekan terakhir, harga bitcoin bertambah 3,45 persen.
Harga bitcoin merosot lebih dari 64 persen secara year to date (ytd). Adapun harga Bitcoin sentuh US$17.000, belum secara berkelanjutan berada di atas level ini sejak FTX mengajukan perlindungan kebangkrutan bab 11 pada 11 November 2022.
Teknologi Blockchain pada Bitcoin dan Kripto Tetap Solid
Di sisi lain, Pemimpin Strategi dan Produk Kripto, Web3, dan Pasar Modal di FIS, John Avery meyakini bahwa teknologi blockchain yang mendasari bitcoin dan crypto tetap solid.
“Kami akan melihat beberapa tantangan di masa mendatang. Tapi kami mengharapkan perbaikan pada akhirnya. Ini akan menjadi katalis. Akan ada adopsi institusional yang berkembang,” tutur Avery.
Dia menambahkan, banyak yang berharap hikmah skandal kripto akan semakin memperjelas aturan di industri kripto dalam rupa regulasi yang sah di tahun 2023 mendatang.
“Selalu ada kebutuhan untuk menyeimbangkan inovasi dan perlindungan investor. Walaupun regulasi tidak selalu menyelesaikan semua ini. Tapi itu penting,” ujarnya.
Sementara Fadi Massih memperkirakan, keruntuhan FTX yang cepat juga harus memperkuat perusahaan yang bertahan dari musim dingin kripto.
“Kegagalan FTX yang cepat akan mengundang pengawasan peraturan dan pengawasan lebih lanjut terhadap sektor ini, yang kami harapkan pada akhirnya akan diterjemahkan menjadi pedoman yang lebih jelas bagi para pelaku pasar crypto,” kata Wakil Presiden Moody’s Investors Service tersebut, sebagaimana dikutip CNN.
Massih menambahkan, ini kemungkinan akan menguntungkan Coinbase, mengingat ukurannya dan posisinya yang lebih mapan di sektor ini.
Melihat efek domino skandal FTX, Jason Pride mencatat, bahwa sebenarnya masalah kripto membuktikan kepada investor Bitcoin bukanlah (dan tidak akan pernah menjadi) pengganti dolar AS atau mata uang lain yang didukung pemerintah.
Menurut Michael Reynolds, Wakil Presiden Strategi Investasi di Glenmede, aset kripto masih merupakan aset spekulatif, sehingga para investor perlu mengetahui risikonya.
“Cryptocurrency telah dipuji oleh beberapa orang karena sifatnya yang terdesentralisasi, kemudahan transaksi dan biaya transaksi yang rendah, tetapi bahkan Bitcoin, cryptocurrency tertua, terus menjadi lebih tidak stabil daripada saham dan obligasi, menghalanginya untuk menjadi penyimpan nilai yang layak,” kata Jason. [ab]