IKLAN

Harga Emas Diprediksi Rp1,4 Juta per Gram dalam 18 Bulan ke Depan

Bank terbesar kedua di Amerika Serikat, Bank of America (BOA), kembali menaikkan prediksi harga emas dunia hingga US$3.000/oz. Nilai ini adalah titik tertinggi prediksi dari BOA.

“Jika ini terjadi, akan menjadi titik tertinggi harga emas sepanjang sejarah manusia. Hal ini dilakukan setelah beberapa sebelumnya BOA memprediksi harga emas hingga US$2.000/oz,” kata Denny Ardhiyanto, CEO SehatiGold, Rabu (22 April 2020).

Sebagai tolak ukurnya, kata Denny, harga emas dunia kemarin berada di US$1.700/oz atau Rp840.000/gram. Jika prediksi tersebut terjadi, dengan asumsi nilai USD/IDR yang sama, maka harga emas akan menembus Rp1.400.000/gram.

“Ketakutan dunia keuangan berperan besar dalam mendorong harga emas dunia. Beberapa saat lalu International Monetary Fund (IMF) turut memberikan pernyataan yang sangat mengkhawatirkan. Mereka memperkirakan ekonomi dunia akan mengalami resesi terbesar sepanjang sejarah yang melebihi The Great Depression di tahun 1930-an,” kata Denny.

BACA JUGA  Ray Dalio: Bitcoin Menarik Selain Emas

Ia menegaskan, bahwa dampak dari pandemi COVID-19 telah membekukan pabrik-pabrik, perdagangan, manufaktur, pariwisata, pertambangan, dan banyak aktivitas lainnya. Hal ini sudah terbukti dari anjloknya harga kontrak minyak dunia yang menembus angka negatif. Sekali lagi, sesuatu yang pertama kali terjadi di sejarah keuangan manusia.

“Cobalah Anda pelajari sejarah harga minyak dunia sejak manusia menciptakan pasar komoditas. Tidak pernah hal ini terjadi,” tegasnya.

Emas dan Resesi Ekonomi
Denny menerangkan, bahwa harga emas sangat erat hubungannya dengan kondisi ekonomi dunia.

Kembali ke hubungan sebab-akibat resesi ekonomi terhadap harga emas, efek resesi ekonomi sudah pasti akan berusaha dilawan oleh pemerintah di seluruh dunia untuk mengurangi dampaknya terhadap masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah.

Sejarah telah menunjukkan bagaimana pemerintah di seluruh dunia akan berusaha mempertahankan pergerakan roda ekonomi dengan melakukan kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal.

Salah satunya adalah dengan memberikan stimulus ekonomi seperti subsidi, bantuan tunai langsung, suku bunga negatif, dan lain sebagainya. Dan hampir segala jenis stimulus ekonomi akan memberikan tekanan besar terhadap nilai mata uang fiat.

BACA JUGA  Analis: Kinerja Bitcoin Berpotensi Positif dalam Jangka Panjang

“Inilah yang pada akhirnya mendorong masyarakat untuk berbondong-bondong membeli emas untuk melindungi asetnya dari gerusan inflasi,” terang Denny. [red]


Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.

Terkini

Warta Korporat

Terkait