Analis Reku menyebutkan harga puncak BTC masih jauh, berdasarkan beberapa indikator. Ini menyiratkan bahwa Bitcoin dapat terus mencetak all-time high (ATH), dengan potensi koreksi jangka pendek menjadi US$95.600.
Kendati Bitcoin (BTC) beberapa kali mencapai ATH, harga puncak BTC diperkirakan masih jauh. Saat ini, harga Bitcoin tercatat di level US$96.934 per Minggu (1/12/2024) dini hari, terkoreksi tipis kurang dari 1 persen dalam 24 jam terakhir dan selama sepekan terakhir. Ini terjadi setelah mencapai harga tertingginya di US$99.500 pada 23 November lalu.
Meskipun terjadi penurunan harga, Fear and Greed Index yang menunjukkan sentimen pasar kripto masih berada di angka 83, yang menandakan adanya extreme greed.
Menanggapi kondisi ini, Fahmi Almuttaqin, Crypto Analyst Reku, menyatakan bahwa meskipun ada koreksi harga, prospek Bitcoin untuk mencapai level US$100.000 di sisa tahun ini tetap terbuka, termasuk potensi bahwa harga puncak BTC dapat terjadi dalam beberapa bulan mendatang.
Hal ini dilihat dari tren adopsi yang semakin berkembang, terutama di kalangan investor institusi. Microsoft misalnya berpotensi akan berinvestasi Bitcoin seperti yang dilakukan oleh MicroStrategy. Pasalnya bos MicroStrategy, yakni Michael Saylor belum lama ini memastikan bahwa dirinya bersedia untuk memaparkan “strategi menimbun Bitcoin” kepada dewan direksi Microsoft.
Hal itu terkait salah satu butir pemungutan suara kepada para pemegang saham perusahaan peranti lunak itu yang meminta persetujuan apakah diperlukan penilaian untuk membeli Bitcoin sebagai aset perusahaan. Pemungutan suara itu rencananya digelar pada 10 Desember 2024 mendatang, kendati sebelumnya Dewan Direksi Microsoft malah menghimbau para pemegang saham untuk menolak butir tersebut.
Fahmi menilai jika Microsoft kelak benar-benar mengadopsi Bitcoin sebagai tambahan aset perusahaan, ini turut memberi potensi tambahan untuk kenaikan harga dan menjadi momentum bersejarah, di mana perusahaan sebesar Microsoft masuk ke dunia investasi kripto.
“Selain itu, Dinamika geopolitik dan inflasi telah berkontribusi terhadap fluktuasi harga di pasar kripto, namun kondisi saat ini masih cukup kondusif untuk pasar. Potensi penurunan suku bunga pada pertemuan FOMC Desember sebesar 25 bps juga menjadi faktor yang memungkinkan, mengingat outlook pasar yang cenderung mixed,” ujar Fahmi.
Dengan kinerja Bitcoin yang mengalami kenaikan 36 persen pada November, angka ini merupakan yang tertinggi keempat sepanjang sejarah bulan November setelah tahun 2013 (+449 persen), 2017 (+53 persen), dan 2020 (+43 persen). Kenaikan tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis.
“Pemilu AS dan penurunan suku bunga yang berlanjut menjadi faktor penting terkait performa Bitcoin bulan ini, selain siklus besar pasar yang sudah memasuki periode reli bullish,” tambah Fahmi.
Harga Puncak BTC Masih Jauh
Melihat sejarah siklus bullish pada 2013, 2017, dan 2020, terdapat potensi besar untuk kelanjutan kenaikan harga Bitcoin dari level saat ini. Fahmi merujuk data komposisi investor Bitcoin yang dilaporkan oleh CryptoQuant.
“Indikator dari CryptoQuant menunjukkan bahwa harga Bitcoin saat ini masih jauh dari potensi peak-nya. Dalam siklus bullish sebelumnya, overvaluasi dan optimisme investor yang tinggi menjadi ciri khas puncak harga Bitcoin. Kondisi tersebut belum terlihat saat ini, yang mengindikasikan kemungkinan kenaikan harga Bitcoin lebih lanjut,” jelas Fahmi.
Indikator yang sama, kata Fahmi, menunjukkan bahwa kepemilikan Bitcoin oleh investor baru (short-term holders) saat ini hanya sekitar 50 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga puncak BTC pada 2017 (lebih dari 90 persen) dan 2021 (80 persen).
Mengenai koreksi harga Bitcoin dalam beberapa hari terakhir, Fahmi mengungkapkan bahwa penurunan jumlah investor yang membeli Bitcoin dalam 12-18 bulan terakhir menandakan adanya aksi profit-taking.
Berdasarkan penelusuran Redaksi Blockchainmedia.id, ada dua indikator yang dapat digunakan untuk memantau potensi harga puncak BTC. Lihat gambar di bawah.
Prediksi Baru Harga Bitcoin, Dapat Berpuncak Setara Rp2,7 Miliar
“Namun, keputusan kebijakan suku bunga The Fed yang belum jelas akan menjadi faktor penting yang mempengaruhi keputusan investasi para investor,” tambah Fahmi. Kejelasan mengenai langkah kebijakan pemerintah AS di bawah kepemimpinan Donald Trump dan kondisi inflasi akan menjadi faktor penentu di sisa tahun ini.
Secara keseluruhan, tren bullish Bitcoin masih terlihat solid, meskipun indikator Moving Average (MA) menunjukkan adanya kemungkinan koreksi harga.
Fahmi menyoroti indikator MA5 dan MA10 yang baru saja cross pada chart harian mengindikasikan potensi penurunan harga Bitcoin ke level sekitar US$95.600.
“Namun, sinyal ini masih terlalu dini dan bisa berubah, seperti yang terjadi pada 4 November lalu, ketika terjadi cross serupa, namun Bitcoin kembali melanjutkan reli bullish setelahnya,” tambah Fahmi. [ps]