Tahap pertama (phase 0) versi baru blockchain Ethereum bersistem Proof-of-Stake (PoS) segera meluncur pada 1 Desember 2020 mendatang. Lantas, bagaimana cara menghitung cuan dengan cara staking aset kripto Ether (ETH)?
Ethereum versi 2.0 itu dipastikan dipastikan meluncur 1 Desember 2020 mendatang, setelah beberapa jam lalu sebanyak 586.848 ETH terakumulasi di deposit contract sebagai syarat minimal masuk tahapan main net (Beacon Chain). Sementara itu harga ETH terus melejit lebih dari Rp8 juta per ETH, membidik Rp9-10 juta.
Deposit contract adalah representasi dari node validator—entitas yang memverifikasi dan memvalidasi transaksi di blockchain Ethereum—berdasarkan jumlah ETH yang disimpannya.
Satu node validator maksimal menyimpan 32 ETH, lebih dari Rp272.000.000 dengan kurs hari ini.
Secara sederhana, 32 ETH itu adalah collateral alias dana jaminan pihak-pihak yang berperan sebagai node validator dalam jaringan blockchain Ethereum. Atas jasanya, mengamankan jaringan, mereka mendapatkan imbalan juga berupa ETH.
Namun demikian, Anda tidak perlu memiliki sebanyak 32 ETH agar bisa mendapatkan imbalan itu. Katakanlah Anda hanya punya 1 ETH (Rp8,5 jutaan), Anda bisa bergabung di layanan staking pool tertentu yang mewakili satu atau beberapa node validator.
Pihak pengembang inti Ethereum sebenanya sudah jauh-jauh hari menyediakan kalkulator khusus untuk menghitung cuan imbalan itu.
Prinsip utamanya adalah imbalan berbanding terbalik dengan jumlah total ETH yang di-staking di jaringan. Semakin banyak ETH yang di-staking, maka imbalannya akan semakin kecil.
Misalnya dengan total staking 524.288 ETH, maka imbalannya adalah 21,6 persen per tahunan (APR/annual percentage rate).
Kemudian, jika total staking adalah 10 juta ETH, maka imbalannya adalah 4,9 persen per tahun. Masing-masing node validator bisa mendapatkan imbalan ETH itu dalam harian atau mingguan.
Ethereum 2.0 Tahap Pertama Masih Jauh dari Sasaran, Hitung Cuan Sekalian
Artinya, total staking ETH itu bisa berkurang ataupun bertambah seiring apresiasi ekosistem terhadap sistem baru itu.
Staking bisa berkurang, misalnya jika beberapa node validator undur diri dari jaringan karena merasa imbalannya terlalu kecil atau bisa juga karena gagal memenuhi syarat lainnya, sehingga sebagian atau semua 32 ETH-nya hangus.
Skenario kedua ini, ketika komputer server node validator terlalu lama offline alias tidak aktif dalam jaringan.
Dengan kalkulator yang berbeda ini, Anda bisa mendapatkan gambaran lebih terperinci. Misalnya dengan modal 1 ETH (sekitar Rp8,5 jutaan), maka Anda mendapatkan imbalan tahunan sebesar 14,08 persen.
Kalkulator itu berdasarkan rumusan yang dibuat oleh developer inti Ethereum. Rinciannya bisa dilihat di sini.
Namun sekali lagi ingatlah, imbalan itu berbanding terbalik dengan jumlah total ETH yang di-staking di jaringan.
Dan variabel pengeluaran lainnya adalah biaya sewa komputer server (misalnya jenis cloud) sebagai node validator berjenis solo. Sedangkan lewat layanan staking pool, ada variabel fee alias biaya admin. Kedua variabel itu relatif berbiaya kecil, misalnya untuk biaya sewa layanan cloud, sesuai spesifikasi yang ditentukan, sekitar Rp2 jutaan per bulan.
Singkat kata, mendapatkan passive income dengan cara staking ETH adalah langkah jangka panjang. Artinya, walaupun kelak total staking dalam jaringan adalah 10 juta ETH dan Anda mendapatkan imbalan tahunan sebesar 4,9 persen, Anda bisa mendapatkan value yang lebih jikalau harga satuan ETH juga naik.
Harga ETH yang naik di masa depan juga sangat tergantung pada apresiasi pengguna, termasuk developer untuk tetap menggunakan sistem baru Ethereum 2.0 itu, yang secara kinerja menjanjikan ribuan transaksi per detik.
Namun, untuk masuk ke tahap yang sangat menjanjikan itu, kita harus menapaki tahap-tahap berikutnya, setidaknya hingga tahun 2022, sampai sistem baru itu terpenuhi. [red]