Indonesia Blockchain Society (IBS) mengungkapkan, terdapat dua hal tantangan yang harus dilewati untuk mengembangkan Blockchain di Indonesia.
“Banyak pihak mengatakan blockchain paling applicable dan memberikan banyak manfaat. Tetapi saya lihat ini mau langsung tancap gas, tanpa melihat dulu fundamental-nya,” ulas Ketua Umum Indonesia Blockchain Society (IBS), Ery Punta Hendraswara di Forum Diskusi Penerapan Blockchain di Indonesia yang dihelat bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Indonesia Blockchain Society, belum lama ini.
Menurutnya, selama ini di masyarakat baru terbangun persepsi blockchain adalah bitcoin, sehingga yang muncul adalah dari aspek negatifnya.
“Sementara blockchain sendiri juga bukanlah peluru perak yang sakti mandraguna bisa digunakan untuk semua hal. Ada yang bisa diterapkan, ada yang perlu disesuaikan. Tantangan terbesar justru bukan di teknologi, namun di skema bisnis dan juga proses bisnis yang telah ada, yang mungkin bisa berubah, karena penggunaan teknologi blockchain. Ada shifting bisnis yang akan terjadi,” katanya.
Ery menyarankan, hal yang harus dilakukan sekarang oleh semua pemangku kepentingan adalah menggencarkan edukasi tentang blockchain layaknya kehadiran cloud computing belasan tahun lalu.
“Kalau Anda ingat ketika cloud diperkenalkan, orang bingung. Tetapi sekarang cloud menjadi kebutuhan. Jadi, edukasi dulu, karena untuk teknologi walaupun ada tantagan, tapi tidak sebesar masalah non teknisnya,” katanya.
Ery menambahkan, supaya edukasi tentang blockchain berhasil, diperlukan kolaborasi dari semua pihak mulai regulator, pelaku usaha dan lainnya agar terus mendorong terbentuknya ekosistem blockchain yang kolaboratif dan mengajak semua pihak untuk membuat “leap frog” di Indonesia untuk pemanfaatan blockchain.
“Saya memperkirakan adopsi blockchain ini akan akan lebih singkat, karena bitcoin sendiri sudah masuk 8 tahun. Jadi,, untuk blockchain sebagai general purpose technology, dalam 3 tahun ke depan akan banyak sekali adopsi dan implementasi,” tegasnya.
Sementara itu, Executive Director Indonesia Blockchain Society, Mochammad James Falahuddin memprediksi, salah satu yang akan cepat mengadopsi blockchain adalah sistem identitas digital.
“Saat ini sistem identitas digital masih sangat tersentralisasi, di mana kepemilikan identitas bukan pada orang, tapi pada penguasa sistem, misalnya pemerintah atau platform aplikasi besar seperti Facebook dan Google. Dan data identitas itulah yang di-monetize oleh mereka, dengan menjual data ke pihak pengiklan,” ulas James.
Dijelaskannya, memanfaatkan platform blockchain, pencatatan identitas akan terdesentralisasi, dan kepemilikannya akan ada di tangan subyeknya.
“Dengan kondisi ini, kita sebagai pemilik identitas bahkan bisa mendapatkan keuntungan finansial dari “menjual” identitas kita, yang bukan sekedar nama, tapi juga perilaku belanja misalnya, kepada pihak-pihak yang berkepentingan,” tutupnya.
Vice Chairman Indonesia Blockchain Society Sri Safitri menambahkan, sebagai lembaga nirlaba nantinya akan berperan secara aktif melakukan advokasi, edukasidan kolaborasi dengan seluruh stakeholder ekonomi digital seperti pemerintah, komunitas developer, kalangan bisnis serta masyarakat pada umumnya untuk mengembangkan penerapan nyata teknologi berbasis blockchain untuk bersama mengangkat harkat hidup dan kodrat bangsa dalam membangun kemandirian ekonomi digital. [indotelko/vins]