Bitcoin jelas sebagai investasi alternatif, karena memberikan keuntungan besar. Namun karena harganya yang sangat volatil, sejumlah analis mengakui sulit untuk memprediksi harga Bitcoin. Kendati demikian, penggunaan sejumlah indikator sederhana bisa membantu para trader jangka pendek.
Harga Bitcoin itu sangatlah volatil, jauh lebih volatil daripada perdagangan valuta asing dan saham. Itu pengakuan Tommy Yu, seorang investor saham kawan asal Indonesia kepada Blockchainmedia beberapa waktu yang lalu.
“Saya harus mengakui volatilitas harga Bitcoin itu sangat tinggi, bahkan melebihi saham. Kalau di saham ada batas atas dan bawah (autoreject). Sedangkan di kripto ini tidak ada batasan dan murni karena supply and demand. Kemudian dibandingkan dengan valas, terkadang volatilitas Bitcoin ini malah lebih ekstrem. Hal ini menurut saya wajar, sebab likuiditasnya yang jauh lebih kecil daripada perdagangan valas,” kata Yu.
Penegasan senada datang dari Indexica, perusahaan penelitian keuangan dan investasi. Di Forbes dia menyebutkan, terhadap Bitcoin dan sejumlah aset lainnya, mereka menggunakan sejumlah indikator dan tool yang biasanya digunakan untuk memantau pasar modal dan valas. Hasilnya mencengangkan.
“Berdasarkan penelitian mendalam terhadap pasar Bitcoin dan aset kripto secara umum, kelas aset baru ini tidak merespons terhadap sejumlah sinyal eksternal yang biasanya muncul dan mempengaruhi pasar saham dan valas ataupun komoditas. Biasanya harga saham, valas dan komoditas dipengaruhi oleh pengumuman resmi dari perusahaan emiten, kebijakan pemerintah dan perkembangan teknologi. Kami tidak menemukan itu berpengaruh terhadap harga Bitcoin,” kata Zak Selbert, CEO Indexica.
Selbert pun berkesimpulan, bahwa penyebabnya adalah Bitcoin dan aset kripto lainnya masih dalam fase yang sangat muda. Ingat, Bitcoin sendiri baru diperkenalkan pada tahun 2008 silam dan memantik perhatian dunia pada Desember 2017 ketika harganya melonjak ke US$20 ribu atau setara sekitar Rp289 juta!
Sementara itu, Mati Greenspan Analis Senior di eToro tak menampik soal kesulitan Indexica memprediksi harga Bitcoin.
“Walaupun Bitcoin tidak berperilaku selayak saham dan komoditas, secara pribadi saya merasa pola-pola harganya memiliki irama yang serupa. Caranya, kita cukup menggunakan indikator teknikal yang sederhana saja,” kata Mati kepada Blockchainmedia hari ini melalui surat elektronik.
Mati mencontohkan penggunaan indikator Simple Moving Average (SMA), garis strong support dan garis strong resistance terhadap pergerakan harga Binance Coin (BNB) di level US$32,50. Katanya, di posisi itu ia tak dapat memastikan mengapa level itu penting bagi BNB.
“Tetapi, bagi short-term traders, terlihat jelas pergerakannya bahwa BNB menyentuh resistance lalu ke support. Kemudian kembali ke resistance lagi, lalu terjadi broke out,” kata Mati.
Adopsi Massal
Di atas itu semua, Mati mengakui bahwa harapan investor jangka panjang terhadap Bitcoin dan aset kripto lainnya adalah soal adopsi.
“Sentimen dan momentum sangatlah penting, tetapi yang cenderung mendorong harganya adalah tingkat adopsinya [jumlah pengguna-red], termasuk penggunaan nyata berskala global. Contohnya adalah transaksi pada blockchain Bitcoin atau sejumlah alamat dompet Bitcoin yang baru, adalah indikasi dan sinyal yang sangat baik untuk menakar tingkat penggunaan Bitcoin,” katanya.
Menurut Mati, ia terkadang memantau tingkat data volume lintas bursa kripto. Tetapi data yang sangat membantu adalah data dari situs web LocalBitcoins, karena transaksinya berlangsung peer-to-peer.
“Berdasarkan pantauan terkini di LocalBitcoins, ada peningkatan volume transaksi Bitcoin secara global. Volumenya tak menurun, kendati situs web tersebut diblokir di Iran dan pemerintah Iran batal menggunakan kripto sebagai pengganti uang biasa. [vins]