Pihak perusahaan Telegram akhirnya mengirimkan pernyataan resminya terkait penahanan Pendiri dan CEO, Pavel Durov, di Prancis. Telegram mengatakan mematuhi hukum di Uni Eropa dan Pavel Durov tak bermaksud menyembunyikan apapun.
Hal itu disampaikan Telegram melalui kanal resmi mereka di Telegram, yakni “Telegram News” pada pukul 02.03 WIB dini hari tadi.
Telegram: Pavel Durov Tidak Bertanggung Jawab atas Penyalahgunaan Platform oleh Pengguna
Secara resmi Telegram mematuhi hukum dan undang-undang yang berlaku di Uni Eropa termasuk Prancis. Bahkan tersirat pesan bahwa pemilik platform tidak dapat dianggap bertanggung jawab atas penyalahgunaan oleh pengguna di dalam platform itu.
“Telegram mematuhi hukum Uni Eropa, termasuk Digital Services Act perihal moderasi pesan di platform kami sesuai dengan standar industri dan terus disesuaikan. CEO Telegram Pavel Durov pun tidak memiliki apa pun yang disembunyikan dan memang sering bepergian ke Eropa. Mengklaim bahwa sebuah platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut adalah hal yang absurd. Hampir satu miliar pengguna di seluruh dunia menggunakan Telegram sebagai sarana komunikasi dan sumber informasi penting. Kami menantikan penyelesaian situasi ini dengan segera. Telegram selalu bersama kalian semua,” sebut Telegram.
Di pernyataan itu Telegram merujuk pada pernyataan resmi Pavel Durov di Telegram pada 13 Maret 2024 lalu, bahwa semua aplikasi media sosial besar mudah menjadi sasaran kritik, karena konten yang mereka tampung.
“Saya tidak dapat mengingat adanya platform sosial besar yang moderasinya secara konsisten dipuji oleh media tradisional. Liputan media tentang upaya moderasi Meta (Facebook-Red) secara khusus sangat negatif sepanjang sejarahnya. Yang menarik, Meta juga merupakan perusahaan media sosial pertama yang mencapai valuasi lebih dari satu triliun dolar. Telegram kemungkinan harus melalui tahap pertumbuhan yang serupa sebelum bisa melampaui platform warisan. Seiring dengan pertumbuhan kami yang cepat dalam skala dan signifikansi, kami akan menyelesaikan tantangan apa pun dengan cara yang sama seperti kami menyelesaikan segala hal lainnya, dengan efisiensi, inovasi, serta penghormatan terhadap privasi dan kebebasan berbicara,” sebutnya.
Di sisi lain, pihak aparat hukum ataupun Pemerintah Prancis belum memberikan pernyataan resmi hingga detik ini. Namun dilansir dari Washington Post, pihak Prancis dijadwalkan memberikan pernyataan resmi pada Senin, 26 Agustus 2024.
Sebelumnya dikabarkan bahwa Pavel Durov yang juga dikenal sebagai perintis blockchain TON itu ditangkap oleh kepolisian di bandar udara Le Bourget di utara Paris pada Sabtu malam, 24 Agustus 2024 waktu setempat. Dilansir dari Le Monde dan media Prancis lainnya, Durov ditangkap setelah mendarat dengan jet pribadinya yang datang dari Azerbaijan. Durov memang memegang dua kewarganegaraan, yakni Uni Emirat Arab (sejak 2017) dan Prancis (sejak 2021).
Pada saat yang sama, laporan Bloomberg mencatat bahwa juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, juga mengonfirmasi informasi tersebut dalam sebuah postingan di Telegram. Menurut laporan, L’Office Mineurs (OFMIN) Prancis, lembaga yang mengawasi kejahatan terhadap anak di bawah umur, mengeluarkan surat perintah penggeledahan sebagai bagian dari penyelidikan awal terhadap Telegram.
AFP melaporkan bahwa dugaan pelanggaran meliputi penipuan, perdagangan narkoba, perundungan siber, dan kejahatan terorganisir. Banyak laporan mencatat bahwa penyelidikan ini berakar pada dugaan kurangnya moderasi konten di Telegram.
OFMIN sedang mengoordinasikan penyelidikan terhadap Durov dan Telegram. CEO platform perpesan itu dikabarkan hadir di pengadilan pada Minggu, 25 Agustus 2024. Beberapa laporan mencatat bahwa Durov bisa menghadapi hukuman hingga 20 tahun penjara karena sifat dugaan pelanggaran tersebut.
Sosok Pavel Durov, dari VKontakte, Telegram, hingga Merintis Blockchain TON
Sementara itu CEO media sosial Rumble, Chris Pavlovski mengakui sudah sampai di Paris untuk membantu Durov bebas secepat mungkin. Hal itu itu ia sampaikan di X kemarin.
“Saya baru saja berangkat dan sudah sampai di Eropa. Prancis pernah mengancam Rumble, dan sekarang mereka telah melewati garis merah dengan menangkap CEO Telegram Pavel Durov, yang dilaporkan karena tidak menyensor kebebasan berbicara. Rumble tidak akan membiarkan perilaku ini dan akan menggunakan segala cara hukum yang tersedia untuk memperjuangkan kebebasan berekspresi, hak asasi manusia yang universal. Kami saat ini sedang berjuang di pengadilan Prancis, dan kami berharap Pavel Durov segera dibebaskan,” tulisnya.
Telegram Serba Kontroversial
Surat kabar Prancis Le Monde melaporkan bahwa pihak berwenang menahan Durov sebagai bagian dari penyelidikan awal yang berfokus pada kurangnya moderasi konten di Telegram dan peran platform tersebut dalam diduga memungkinkan aktivitas kriminal.
Penyelidikan ini menyoroti kegagalan Telegram untuk bekerja sama dengan penegak hukum dalam masalah yang berkaitan dengan pornografi anak, penipuan siber, hingga kejahatan terorganisir, kata surat kabar tersebut.
Telegram juga popular di kalangan sindikat kriminal dan kelompok teroris karena pesan yang dienkripsi, yang membuatnya sulit bagi otoritas penegak hukum untuk memantau aktivitas ilegal apa pun.
Sebagai contoh, Hamas telah memposting video mengerikan dengan sudut pandang orang pertama dari konflik di Gaza untuk membantu membangun narasi bahwa militan mereka adalah pejuang kebebasan yang dibenarkan dalam pembunuhan dan penculikan warga sipil Israel. Rekaman visual dari kamera GoPro yang dipasang di tubuh membanjiri saluran Telegram mereka selama serangan teroris Hamas pada 7 Oktober di Israel.
Pemerintah lain juga telah mempertimbangkan untuk melarang Telegram, juga dengan alasan kekhawatiran moderasi konten. Misalnya, ketika pemerintah Jerman mempertimbangkan opsi tersebut selama debat tahun 2022 tentang vaksin virus corona, dengan alasan peran Telegram dalam menyebarkan teori konspirasi anti-vaksin.
Dalam wawancara sebelumnya dengan The Washington Post, pejabat di negara Barat mengatakan Telegram juga telah menjadi alat yang berguna bagi agen intelijen militer Rusia, GRU, untuk merekrut kampanye sabotase di seluruh Eropa, termasuk upaya gangguan dan pengawasan jalur transportasi yang digunakan NATO untuk memasok Ukraina.
Selain itu, Telegram telah menjadi platform utama bagi Rusia untuk menyebarkan disinformasi di Eropa dan Ukraina, kata seorang pejabat keamanan senior Eropa kepada media AS itu.
Penahanan Durov Dianggap sebagai Sikap Standar Ganda
Pejabat Rusia dan komentator media negara dengan cepat menanggapi penahanan Durov untuk menyerang Barat, mengecam “standar ganda” dalam hal kebebasan berbicara.
“Prancis melanjutkan perjuangan mereka untuk ‘kebebasan berbicara’ dan ‘nilai-nilai Eropa,’” tulis anggota parlemen Rusia Andrei Klishas di Telegram, dilansir dari The Washington Post.
Duta Besar Rusia untuk organisasi internasional di Wina, Mikhail Ulyanov, mengatakan bahwa penahanan Durov adalah contoh dari tren totaliter yang sangat mengkhawatirkan di negara-negara yang dulu menyebut diri mereka demokratis.
“Beberapa orang naif masih belum mengerti bahwa jika mereka memainkan peran yang lebih atau kurang terlihat di ruang informasi internasional, tidak aman bagi mereka untuk mengunjungi negara-negara yang bergerak menuju masyarakat yang jauh lebih totaliter,” tulis Ulyanov di X.
Mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev, yang menyambut Zuckerberg ke Rusia pada tahun 2012, mengatakan bahwa penahanan Durov harus menjadi pelajaran bagi semua pengusaha Rusia yang meninggalkan Rusia karena tekanan dari Kremlin.
“[Durov] berpikir bahwa masalah terbesarnya ada di Rusia, jadi dia pergi dan mendapatkan kewarganegaraan dan izin tinggal di negara lain. Dia ingin menjadi ‘warga dunia’ yang cemerlang, ingin hidup baik tanpa tanah air, tulis Medvedev.
Suara Sayap Kanan di AS, Termasuk dari Elon Musk
Suara-suara dari sayap kanan dari AS pun bergema. Beberapa di antaranya datang dari Elon Musk dan Tucker Carlson.
Pemilik X, Elon Musk, menyebut penahanan Durov sebagai iklan untuk Amandemen Pertama, sambil menambahkan: “POV: Ini tahun 2030 di Eropa dan Anda dieksekusi karena menyukai meme.”
Sementara itu, tokoh media sayap kanan Tucker Carlson, yang pada April 2024 mewawancarai Durov di Dubai mengatakan di X bahwa Pavel Durov meninggalkan Rusia ketika pemerintah mencoba mengendalikan perusahaan media sosialnya, Telegram.
“Tapi pada akhirnya, bukan Putin yang menangkapnya karena mengizinkan publik menggunakan kebebasan berbicara, tetapi negara barat, sekutu pemerintahan Biden, dan anggota NATO yang antusias, yang memenjarakannya,” katanya pada Sabtu lalu.
Seruan FreeDurov di X, Pejabat Perusahaan Ini Borong Toncoin (TON), Justin Sun Siap Donasi US$1 Juta
Sementara itu di media sosial X, pengguna menyerukan dukungan mereka untuk pembebasan bos Telegram itu lewat hashtag “FreeDurov”. Dukungan itu bahkan dalam bentuk pembelian Toncoin oleh seorang pejabat di DWF Labs senilai US$500 ribu.
Andrei Grachev, mitra pengelola di perusahaan market maker kripto DWF Labs, telah membeli Toncoin senilai US$500.000 untuk menunjukkan dukungannya kepada pendiri Telegram, Pavel Durov. Dalam sebuah unggahan di X (sebelumnya Twitter), Grachev menyebut ini sebagai cara kecilnya untuk menunjukkan solidaritas.
“Kami tidak dapat berbuat terlalu banyak, tetapi saya memutuskan untuk mendukung apa yang saya bisa, yakni dengan membeli TON senilai US$500 dan akan menyimpannya di onchain sampai Pavel Durov bebas,” tulisnya di X.
Langkah itu menambah daftar panjang orang-orang di komunitas kripto yang menunjukkan dukungan dan menyerukan pembebasan Durov sejak penangkapannya di Prancis. Bahkan Elon Musk ikut mendukung dengan mengunggah tagar #FreePavel.
Sementara itu Pendiri Tron Justin Sun turut memberikan dukungan kuat dengan rencana donasi US$1 juta-nya.
Pembelian TON oleh Grachev memang tidak datang pada waktu yang lebih baik, mengingat kinerja TON dalam 24 jam terakhir. Data dari CoinmarketCap menunjukkan bahwa TON turun lebih dari 20 persen, mencapai titik terendah US$5,249 setelah berita penangkapan tersebut tersebar. [ps]