Pendiri dan CTO Indodax, William Sutanto, menyarankan investor crypto pemula Indonesia boleh membeli Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH) meskipun dengan modal kecil. Ia juga memproyeksikan bahwa aset kripto akan beradaptasi dengan perkembangan teknologi komputasi kuantum. Selain itu ia pun setuju tentang wacana terkait Peraturan Pemerintah (PP) khusus aset kripto.
Hal itu ia sampaikan beberapa waktu lalu kepada Redaksi Blockchainmedia.id, menjawab apa yang harus dilakukan investor crypto pemula jika ingin mencicipi aset digital ini. Menurutnya, investasi dalam aset kripto, khususnya pada Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH), merupakan langkah strategis, bahkan jika dilakukan dalam jumlah kecil. Hal ini penting untuk membantu pemula memahami ekosistem kripto secara langsung.
“Sudah sewajarnya aset kripto menjadi salah satu pilihan investasi, apalagi tren beberapa kripto selalu meningkat selama bertahun-tahun seperti Bitcoin dan Ethereum. Saran saya kepada semua investor adalah mulai belajar dan berinvestasi kripto walau dengan jumlah yang sangat minimal, terutama di kripto bigcap seperti BTC dan ETH. Sesuai dengan prinsip psikologi, manusia cenderung lebih semangat dalam belajar ketika mereka sudah terlanjur terlibat atau terikat dalam proses tersebut. Oleh sebab itu walau dengan investasi sangat kecil akan sangat membantu proses belajar seputar aset kripto,” jelasnya melalui WhatsApp.
William Sutanto juga menekankan pentingnya edukasi yang berkelanjutan melalui platform seperti Indodax Academy serta berpartisipasi dalam komunitas kripto, baik secara daring maupun luring.
“Bergabung dengan komunitas yang sehat akan memperluas wawasan, sehingga pemahaman tentang aset kripto bisa lebih mendalam,” tambahnya, masih terkait apa yang harus dilakukan investor crypto pemula di Indonesia.
Indonesia Naik ke Peringkat ke-3 di Dunia untuk Adopsi Aset Kripto
Tantangan Literasi Keuangan di Kalangan Gen-Z
Terkait dengan itu, William Sutanto juga menyadari bahwa literasi keuangan di Indonesia, khususnya di kalangan Gen-Z, masih tergolong rendah. Ia pun menekankan perlunya proses edukasi yang bertahap.
“Kecakapan tidak bisa dibangun secara semalam. Gen-Z juga tentu butuh waktu juga untuk mencerna semua pengetahuan tentang aset kripto. Yang paling penting adalah investasi dengan bijak, gunakan uang dingin yang disisihkan untuk investasi. Bergabunglah dengan komunitas yang sehat untuk membuka wawasan lebih jauh lagi,” sarannya lagi.
Ia menggarisbawahi pentingnya literasi yang bertanggung jawab di tengah pesatnya adopsi aset kripto di Indonesia. Bergabung dengan komunitas yang memberikan panduan investasi yang sehat dianggap menjadi langkah awal yang krusial untuk membangun pemahaman yang lebih baik.
Transisi Pengawasan Kripto ke OJK
Menyikapi perubahan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditu (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan dimulai Januari 2025, William menilai proses ini akan membawa dampak besar, namun tetap perlu dilakukan secara hati-hati.
“Sejauh yang saya tahu, pada awal masa transisi, OJK menerapkan konsep grandfathering. Artinya OJK akan mengadopsi semua peraturan yang sudah dibuat Bappebti dengan perubahan minimal. Hal ini untuk menjamin tidak ada disrupsi terlalu besar terhadap industri yang sudah berjalan. Setelah itu perubahan seperti apa yang akan terjadi? Jujur saya tidak tahu. Saat ini memang kami terlibat aktif dalam diskusi dengan OJK dalam rangka kerangka regulasi yang akan mereka bangun. Namun, saya masih belum ada pandangan pasti ke arah mana kerangka regulasi ke depannya. Harapan saya adalah nanti ada kepastian hukum yang menguntungkan industri lokal, regulasi yang memberikan level of playing field yang sama kepada semua exchange, serta penerapan hukum yang tegas kepada exchange ilegal,” tuturnya, sembari menambahkan bahwa penting juga akan hadirnya Peraturan Pemerintah khusus aset kripto.
Potensi Indonesia sebagai Pusat Kripto Asia
William optimis bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat kripto Asia. Dengan populasi yang besar dan GDP yang terus bertumbuh, negara ini memiliki potensi besar. Namun, ia menggarisbawahi bahwa kepastian hukum dan penegakan regulasi masih menjadi tantangan utama.
“Kita kan sudah punya dasar hukum, tetapi sering berubah-ubah. Jika ini bisa diatasi, saya yakin Indonesia bisa menjadi pusat kripto di Asia,” ujarnya.
Riset VISA: Stablecoin di Indonesia Jadi Alternatif Perbankan
Masa Depan Aset Kripto, Tantangan Komputasi Kuantum dan Regulasi
Dalam proyeksi jangka panjangnya, William membayangkan aset kripto akan menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Ia percaya bahwa penggunaan kripto akan meluas, baik untuk pembayaran, investasi, maupun kebutuhan lain seperti gaming dan media sosial.
Ketika ditanya mengenai tantangan teknologi seperti komputer kuantum, William tetap optimis.
“Komputer kuantum tidak akan menghentikan kripto. Teknologi kripto juga bisa beradaptasi dengan enkripsi yang kebal terhadap komputasi kuantum,” jelasnya.
William Sutanto juga memaparkan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi industri aset kripto adalah regulasi.
Ia menggambarkan bahwa sektor keuangan merupakan salah satu industri paling ketat, karena regulator cenderung sangat berhati-hati dalam merancang aturan demi melindungi masyarakat.
Meski demikian, ia menyebutkan bahwa regulasi yang terlalu kaku dapat membatasi ruang gerak inovasi dalam industri ini.
“Jika regulasi terlalu kaku, maka inovasi akan terbatas ruang geraknya. Namun bagaimanapun teknologi tidak bisa dibendung, seperti Internet. Jika kripto sudah digunakan secara mainstream maka regulator tidak ada pilihan lain selain mengikuti perkembangan teknologi yang ada,” tutup William Sutanto. [ps]