Blockchain sebagai teknologi baru adalah pilihan yang dirasakan baik oleh sejumlah startup agar proses urun dana alias crowdfunding berjalan lebih cepat dan transparan.
“Teknologi blockchain semakin memudahkan proses urun dana (modal) usaha dari publik kepada perusahaan rintisan (startup). Mengingat menggunakan blockchain publik, perusahaan atau proyek yang akan didanai dapat ditokenisasi sehingga terjangkau investor dan proses transaksinya transparan antara banyak pihak,” kata Agus Wicaksono, CEO Alumnia.id kepada Blockchainmedia, Jumat (31/05/2019) melalui WhatsApp.
Agus menambahkan, Alumnia menggunakan teknologi blockchain agar investor lebih mudah memantau uang yang ditanamkannya di usaha tertentu dan secara sistem lebih handal. Katanya, di platform Alumnia ada dua jenis token ERC-20 dan ERC-721 berbasis teknologi Ethereum, yakni ALU dan ALTO.
“Misalnya Anda ingin berinvestasi di Konserta, sebuah proyek pembangunan co-working space di Depok. Maka Anda membeli token ALU menggunakan uang rupiah di platform Alumnia. ALU selanjutnya digunakan untuk membeli token ALTO, yang merupakan satuan hitung dari investasi di Konserta. Token ALTO ini ibaratnya satuan sahamnya. Nilai ALU sendiri dipatok berdasarkan harga emas satu gram dari Digital Gold Currency Standards Consortium (DGCSC.org). Dengan kata lain, token ALTO ini nilainya tertakar dari dua aspek, yakni: harga emas yang direpresentasikan oleh harga token ALU dan perkembangan performa perusahaannya,” jelas Agus.
Lalu, bagaimana menentukan harga token ALTO tersebut? Agus mencontohkan begini. Basisnya adalah nilai perusahaan, misalnya Rp1 miliar. Nilai ini ditokenisasi menjadi 1000 ALTO (1 ALTO misalnya setara dengan Rp1 juta). Kemudian diacukan dengan takaran harga emas, yang saat ini senilai 1,7 ALU. Kepada investor, Alumnia misalnya menetapkan minimal pembelian misalnya 3 ALTO.
“Seiring waktu, perusahaan berkembang dengan pendapatan yang meningkat. Maka valuasi, layaknya saham, harga ALTO naik alias tak lagi 1,7 ALU tetapi menjadi 2 ALU. Namun soal besaran pemodal ada batasannya, yakni tidak lebih dari 300 agar tidak menabrak undang-undang perseoran terbatas,” kata Agus sembari mengatakan sistem Alumnia terdaftar di sistem teknologi Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, sesuai dengan aturan yang ada.
Selain menjadi marketplace investasi di dunia teknologi keuangan, Alumnia (PT. Alumnia Sinergi Adikarsa) juga menjadi yang pertama memberikan layanan crowd-donation dan mengajak publik berpartisipasi untuk pendanaan riset universitas. Alumnia hadir dengan terobosan inovasi melalui platform digital yang mempertemukan investor dan investee. Didirikan bersama 7 orang dari berbagai alumni perguruan tinggi ternama seperti IPB, ITB, UGM, UI dan UNIBRAW, Alumnia menjadi perusahaan Fintech pertama dengan basis teknologi blockchain untuk equity crowdfunding.
Didukung Sejumlah Peraturan
Mengingat teknologi blockchain secara prinsip sangat bermanfaat di sektor keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya sudah menyorotinya sejak lama. Setidaknya OJK mendukung teknologi blockchain melalui dua peraturan, yakni POJK Nomor 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Keuangan, 15 Agustus 2018 dan POJK Nomor 37/POJK.04/2018 Tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding), 31 Desember 2018.
“Peraturan itu (POJK Nomor 13/POJK.02/2018) penting untuk mengatur skema pengembangan dan pasar teknologi keuangan, sehingga tidak merugikan konsumen pengguna jasa sekaligus juga mengenalkan kepada masyarakat produk layanan keuangan selain perbankan, sehingga memudahkan akses masyarakat ke sektor keuangan,” ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Selasa (16/10/2018).
POJK 13/2018 ini merupakan payung hukum untuk setiap startup atau penyelenggara inovasi keuangan digital dalam melakukan penawaran produk maupun layanan jasa keuangan.
POJK 13/2018 mengenai industri keuangan digital ini terdiri dari 17 bab dan 43 pasal yang nantinya akan mengatur diantaranya; Penyelesaian Transaksi, Penghimpunan Modal, Pengelolaan Investasi, Penghimpunan dan Penyaluran Dana, Perasuransian, Pendukung Pasar, dan Pendukung Keuangan Digital lainnya.
Di bagian penjelasan POJK itu disebutkan: Pasal 3 Huruf h: Yang dimaksud dengan “aktivitas jasa keuangan lainnya” antara lain invoice trading, voucher, token, dan produk berbasis aplikasi blockchain.
Sedangkan pada POJK Nomor 37/POJK.04/2018 disebutkan Yang dimaksud dengan “Blockchain” adalah layanan pembukuan transaksi keuangan berbasis Teknologi Informasi yang mencatat dan menyimpan data bukti transaksi atau ledger yang terdistribusi melalui jaringan komputer baik secara private maupun public. [vins]