Harga Bitcoin yang mulai menjauh dari level terendah tahun 2022, ternyata diwarnai dengan pencapaian rekor baru dari jumlah investor yang memiliki 1 BTC.
Sejak membentuk upaya pemulihan di awal semester kedua tahun ini, tingkat akumulasi dari koin utama ini mulai terlihat bertumbuh.
Memang, dalam jangka panjang masih ada banyak investor yang meyakini harga Bitcoin akan melesat lebih tinggi dan membentuk ATH baru, bahkan di harga 6 digit angka.
Tentu saja, sentimen global dari data inflasi AS, kekhawatiran resesi, tingkat permintaan minyak mentah dan sebagainya masih menjadi beberapa faktor penentu selera risiko investor ke aset kripto.
Dan kini, jumlah investor yang memiliki minimal 1 Bitcoin di dompet kripto mereka, telah bertambah dan mencetak rekor baru.
Jumlah Investor yang Punya 1 Bitcoin Melesat
Berdasarkan laporan Finbold, platform analitik kripto Glassnode telah melihat adanya lonjakan pada jumlah alamat yang memegang lebih dari 1 koin BTC.
Pada hari Rabu kemarin (10/8/2022), jumlah tersebut telah melesat ke level tertinggi sepanjang masa di 894.303. Sebuah rekor luar biasa di tengah upaya pemulihan pasar dari tren bearish.
Sebelum pasar mengalami crash, harga Bitcoin memang banyak dinilai sudah terlalu mahal oleh sebagian investor, terutama ritel.
Bearish pasar kripto saat ini telah membawa peluang bagi mereka untuk melakukan akumulasi, hingga lebih dari 1 koin BTC, yang dianggap sebagai harga terdiskon.
Koreksi harga yang lebih dari 60 persen dari ATH membawa semangat pembelian bagi banyak investor, sehingga jumlah di atas kembali meroket, mencetak rekor baru. Ini menawarkan peluang baru bagi para investor yang merasa ketinggalan masuk pada reli sebelumnya.
Di sisi lain, ada konsensus pasar umum yang melihat bahwa harga BTC akan kembali memulai reli lainnya, mendominasi pasar aset berisiko.
“Jika saham melemah, Bitcoin, emas dan obligasi dapat memegang kendali separuh tahun 2022. Kecenderungan Bitcoin untuk mengungguli sebagian besar aset berisiko dan sebagian besar komoditas emas, dapat bermain di waktu tersebut, terutama jika pasar saham terus menyerah pada aksi Federal Reserve,” ujar Mike McGlone, Ahli Strategi Komoditas dari Bloomberg Intelligence. [st]