Managing Partner di Dragonfly, Haseeb Qureshi, mengungkapkan bahwa dirinya pernah menolak kesempatan investasi di Solana pada tahap pendanaan awal tahun 2018.
Kala itu, ia menilai proyek tersebut memiliki banyak kelemahan teknis yang membuatnya ragu. Keputusan itu kini disebutnya sebagai kesalahan investasi terbesar sepanjang kariernya.
Dalam sebuah unggahan di media sosial, Qureshi mengungkapkan bahwa Solana menawarkan harga US$0,04 per koin pada masa pendanaan awal. Kini, dengan harga koin SOL yang telah melonjak ribuan kali lipat, ia menyesali keputusan tersebut.
“Saya melewatkan putaran pendanaan awal Solana di awal 2018 pada harga US$0,04. Dengan harga saat ini, itu berarti kenaikan 3.250 kali lipat,” ujarnya dalam sebuah tweet.
Qureshi, yang saat itu masih menjadi analis junior di firma modal ventura, mengaku sangat kritis terhadap aspek teknis yang ditawarkan oleh Solana.
Ia merinci alasan utama mengapa ia memilih untuk tidak berinvestasi dalam proyek tersebut, termasuk klaim performa yang dinilai terlalu berlebihan, kurangnya pengalaman tim di bidang sistem terdesentralisasi, serta pendekatan konsensus yang dinilainya kurang matang.
Skeptisisme terhadap Teknologi Solana
Salah satu hal yang membuatnya ragu adalah klaim jaringan tersebut mengenai kapasitas transaksi per detik atau transactions per second (TPS). Saat itu, tim Solana mengklaim bahwa blockchain mereka mampu mencapai 710.000 TPS dan telah menguji 35.000 TPS di jaringan uji coba satu node. Qureshi menilai klaim ini berlebihan.
“Angka mereka benar-benar tidak masuk akal. 710 ribu TPS itu konyol, Google saja tidak mencapai 100 ribu pencarian per detik,” tulisnya dalam memo yang dibuatnya saat itu.
Ia menambahkan bahwa klaim tersebut justru membuatnya semakin curiga terhadap proyek tersebut.
Selain itu, ia juga menyoroti latar belakang tim inti Solana yang sebagian besar berasal dari Qualcomm, dengan keahlian di bidang sistem operasi, kompilator dan optimasi GPU. Menurutnya, tim ini tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam kriptografi dan sistem terdesentralisasi, yang sangat penting untuk keberhasilan blockchain.
“Mereka adalah insinyur level rendah yang sangat teknis, tapi saya tidak melihat keahlian mereka dalam membangun sistem yang tahan terhadap kesalahan Byzantine,” ujarnya.
Keraguan terhadap Proof-of-History (PoH)
Teknologi utama Solana, yaitu Proof-of-History (PoH), juga menjadi alasan utama mengapa Qureshi ragu. Ia menilai konsep ini tidak menyelesaikan masalah yang nyata di dunia blockchain.
“Saya tidak melihat ada masalah besar di blockchain yang disebabkan oleh kurangnya akurasi waktu. Mengapa mereka begitu terobsesi dengan ini?” tulisnya dalam memo tersebut.
Ia juga mempertanyakan bagaimana sistem Solana bisa mengukur waktu secara akurat di jaringan yang terdesentralisasi, mengingat adanya perbedaan performa perangkat keras dan kemungkinan gangguan jaringan.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa protokol konsensus yang digunakan oleh jaringan itu tidak cukup matang.
“Ini bukanlah protokol konsensus yang sebenarnya. Mereka berasumsi bahwa pesan bisa dikirim dalam 500 milidetik, tetapi bagaimana cara memastikan seluruh jaringan menyepakati bahwa 500 milidetik telah berlalu?” ungkapnya.
Kesalahan Terbesar dalam Karier
Kini, setelah Solana berkembang menjadi salah satu blockchain terbesar, Qureshi mengakui bahwa keputusannya saat itu adalah sebuah kesalahan besar. Ia bahkan menyebutnya sebagai kesalahan investasi terburuk sepanjang masa.
“Saya membaca kembali memo ini sekarang dan rasanya seperti melihat diri saya yang masih junior dan terlalu percaya diri,” ujarnya.
Solana, yang dulu ia ragukan, kini telah menjadi salah satu ekosistem blockchain terbesar dengan banyak proyek di dalamnya. Keputusan yang ia buat enam tahun lalu kini menjadi pelajaran berharga dalam karier investasinya. [st]