Platform sekuritas digital asal Jepang, renga, resmi meluncurkan perdagangan properti tokenisasi yang dapat diakses investor ritel mulai Selasa (30/9/2025).
Produk perdana yang ditawarkan adalah “Residence (Kita-Shinagawa),” dengan target imbal hasil 5,5 persen per tahun selama lima tahun.
Inovasi ini memungkinkan investor memiliki kepemilikan fraksional atas aset properti dalam bentuk token sekuritas yang dapat diperdagangkan secara peer-to-peer, menjadikannya salah satu langkah besar dalam memperluas partisipasi publik di pasar properti Jepang.
Pendanaan dan Dukungan Perusahaan Besar
Renga dikelola oleh Digital Securities Co., Ltd. yang juga baru saja menyelesaikan putaran pendanaan Series A tambahan senilai 300 juta yen atau sekitar Rp33 miliar.
Dengan tambahan tersebut, total pendanaan yang berhasil dihimpun perusahaan mencapai 1,2 miliar yen atau sekitar Rp132 miliar.
Beberapa investor besar ikut serta dalam putaran ini, di antaranya SBI Ventures Three dan Mitsubishi UFJ Capital, anak perusahaan dari Mitsubishi UFJ Financial Group. Keterlibatan institusi finansial besar ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan terhadap potensi tokenisasi aset di Jepang.
Produk perdana renga memiliki skema investasi minimum sebesar ¥500.000 dengan unit perdagangan terkecil ¥100.000. Skema ini dirancang agar investor ritel dapat berpartisipasi dengan modal lebih terjangkau dibandingkan investasi properti tradisional.
Dengan demikian, renga diharapkan membuka peluang baru bagi masyarakat umum untuk ikut serta dalam pasar aset yang sebelumnya hanya bisa diakses kalangan institusi atau individu dengan modal besar.
Ekosistem Tokenisasi Properti Jepang Kian Matang Meski Penuh Aturan
Meski membuka peluang baru, perdagangan token properti di Jepang tetap tunduk pada regulasi ketat. Tokenisasi properti diperlakukan sebagai sekuritas di bawah kerangka Financial Instruments and Exchange Act (FIEA).
Artinya, penerbit wajib mematuhi aturan pengungkapan, registrasi, serta ketentuan terkait identifikasi nasabah (KYC) dan pencegahan pencucian uang (AML) sebagaimana berlaku pada instrumen keuangan tradisional.
Dari sisi perpajakan, pendapatan yang diperoleh dari sekuritas digital saat ini masih dikategorikan sebagai “miscellaneous income” atau pendapatan lain-lain, meskipun terdapat kemungkinan perubahan aturan di masa mendatang.
Sejumlah tantangan lain juga mengemuka, di antaranya terkait likuiditas token di pasar sekunder, tingkat kepercayaan investor, serta kepastian hukum atas hak kepemilikan aset fisik yang mendasari token. Pihak perusahaan menyatakan kesiapannya untuk mematuhi seluruh ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami berkomitmen menghadirkan pasar sekuritas digital yang aman dan transparan bagi investor ritel,” ujar perwakilan Digital Securities.
Sementara itu, Jepang sendiri telah mengembangkan ekosistem tokenisasi properti yang semakin matang. Platform seperti Progmat dan ibet for Fin telah lebih dulu digunakan untuk penerbitan sekuritas digital berbasis properti.
Selain itu, Osaka Digital Exchange (ODX) juga telah meluncurkan pasar sekunder bernama START, yang memungkinkan perdagangan token sekuritas di tingkat ritel.
Bank-bank besar pun mulai terlibat dalam inisiatif ini, termasuk MUFG Bank yang berencana melakukan tokenisasi aset properti di Osaka melalui kerja sama dengan Progmat dan Kenedix.
Dengan berbagai perkembangan tersebut, langkah renga menghadirkan properti tokenisasi untuk investor ritel menegaskan Jepang sebagai salah satu negara terdepan dalam pemanfaatan teknologi blockchain untuk instrumen investasi nyata.
Kehadiran regulasi yang ketat dan dukungan dari institusi besar diyakini akan memperkuat landasan bagi pertumbuhan pasar sekuritas digital di masa mendatang. [st]
Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.