Irak Melarang Penggunaan Dolar

Untuk meningkatkan adopsi mata uang lokalnya, Irak telah mengeluarkan larangan untuk penggunaan dolar AS dalam transaksi bisnis.

Bitcoin News melaporkan, larangan tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irak, yang berlaku untuk penggunaan dalam transaksi pribadi dan bisnis.

Larangan tersebut diketahui telah berlaku sejak hari Minggu kemarin (14/5/2023), dibuat untuk meningkatkan adopsi fiat mereka, dinar Irak, dan sebagai langkah dedolarisasi.

Sekadar informasi, dedolarisasi saat ini tengah menjadi tren di beberapa negara, khususnya di antara para anggota aliansi BRICS, yaitu Rusia, Brasil, India, Tiongkok dan Afrika Selatan.

Irak Larang Penggunaan Dolar AS 

Selain itu, larangan baru itu juga ditujukan untuk mengurangi selisih antara nilai tukar resmi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan nilai tukar yang ditawarkan di pasar gelap untuk dinar Irak, yang menyebabkan kenaikan harga.

“Dinar adalah mata uang nasional di Irak. Komitmen Anda untuk bertransaksi di dalamnya alih-alih mata uang asing meningkatkan kedaulatan dan ekonomi negara,” ujar pihak Kemendagri Irak.

Bagi siapa pun yang menggunakan mata uang selain dinar Irak dalam transaksi mereka, maka akan dikenakan hukuman oleh undang-undang dan dimintai pertanggungjawaban atas upaya merusak dinar Irak dan ekonomi.

Agar aturan baru ini dapat ditegakkan dengan baik, Direktorat Kejahatan Anti-Organisasi Kemendagri telah meminta para pedagang untuk menandatangani janji bahwa mereka hanya akan melakukan bisnis menggunakan mata uang lokal.

Bagi pedagang yang melanggar, maka mereka akan dikenai denda sebesar satu juta dinar Irak, setara Rp10,12 juta. Dan jika pelanggaran dilakukan secara berulang, maka hukuman akan lebih besar dan memungkinkan pelanggar untuk dipenjarakan.

“Jika pelanggar mengulanginya, dia akan menghadapi hukuman penjara hingga satu tahun ditambah denda keuangan satu juta dinar Irak. Dalam kasus pelanggaran ketiga, hukuman itu akan berlipat ganda dan izin usaha akan kami balik,” ujar Pengarah Direktorat tersebut, Jenderal Hussein Al Tamimi.

Tetapi, aturan baru ini cukup mempersulit warga Irak yang masih membutuhkan dolar AS untuk membeli properti dan mobil, karena penjual ingin pembayaran hanya dengan mata uang asing. [st]

 

Terkini

Warta Korporat

Terkait