Jangan Lengah! The Fed dan Bank Sentral Lain Tak Akan Berhenti Kerek Suku Bunga

Pasca The Fed kerek suku bunga agresif sebesar 75 basis poin pada Rabu, bank sentral lain, seperti Inggris, Hungaria hingga Bank Indonesia mungkin akan melakukan hal serupa. Baru saja Swiss mengumumkan kenaikan suku bunga, agar mata uang mereka tetap kuat melawan dolar AS yang sedang bertaji. Inilah yang bisa membuat pasar saham dan pasar kripto kian keok dalam waktu panjang.

Mengapa Bank Sentral Perlu Menaikkan Suku Bunga?

Kebijakan menaikkan suku bunga adalah “kebijakan normal” ketika kondisi ekonomi mengalami inflasi, saat harga barang dan jasa naik tinggi. Agar tidak menimbulkan hiperinflasi yang dapat menekan laju pertumbuhan ekonomi sebuah negara, bank sentral harus menaikkan suku bunga yang pada akhirnya akan menekan pasokan mata uang di pasar.

Berkurangnya pasokan mata uang alias berkurang likuiditas itulah yang membuat nilai mata uang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, sehingga produk layanan perbankan, seperti tabungan, deposito, reksadana hingga surat utang negara menjadi lebih menarik, karena imbal hasilnya lebih besar, dampak dari besarnya suku bunga itu.

Namun, biaya meminjam uang (bunga) di bank juga menjadi lebih besar bagi perusahaan-perusahaan yang ingin berekspansi dan bisa menghambat nilai perusahaan. Singkat kata, kenaikan suku bunga adalah upaya membuat pasokan mata uang jauh lebih langka daripada sebelumnya.

Nah, selain dampak positif terhadap produk perbankan dan obligasi, kenaikan suku bunga tentu saja berimplikasi negatif terhadap pasar saham dan pasar kripto, sebab secara psikologis orang akan memilih imbal hasil yang jelas di pasar keuangan biasa daripada di pasar modal yang cenderung spekulatif (ditambah perusahaan akan terbebani biaya modal) apalagi di pasar kripto yang lebih berisiko tinggi.

Era Bearish Pasar Kripto Semakin Tegas, Kapan Akan Berakhir?

Pola semacam ini telah diutarakan oleh Goldman Sachs beberapa tahun lalu, bahwa alasan utama orang membeli saham dan kripto, karena suku bunga yang rendah. Dan itu terjadi sejak 2008 ketika krisis hingga November 2021.

Bank Sentral Ramai-ramai Naikkan Suku Bunga

Setelah Bank Sentral AS menaikkan suku bunga kemarin, kini menyusul Swiss. Dilansir dari Antara, Bank Sentral Swiss, Swiss National Bank (SNB) menaikkan suku bunga utamanya untuk pertama kalinya dalam 15 tahun secara mengejutkan pada Kamis (16/6/2022) dan mengatakan siap untuk peningkatan lebih lanjut, bergabung dengan bank-bank sentral lain dalam pengetatan kebijakan moneter untuk melawan kebangkitan inflasi.

SNB menaikkan suku bunga acuannya menjadi -0,25 persen dari level -0,75 persen yang telah diterapkannya sejak 2015, mengirim mata uang franc menguat. Swiss memang sejak lama menerapkan kebijakan suku bunga di bawah nol persen, serupa dengan Jepang, dampak dua krisis sebelumnya.

Bank-bank sentral lainnya juga menaikkan suku bunga karena mereka mencoba untuk meredam inflasi yang didorong lebih tinggi oleh melonjaknya harga bahan bakar dan makanan yang membebani anggaran untuk rumah tangga dan bisnis.

Kebijakan Tapering The Fed Bisa Tekan Pasar Kripto?

Bahkan Bank Sentral Inggris (BoE) dan Hungaria tampaknya akan menaikkan suku bunga lagi pada Kamis waktu setempat. Sementara itu, Bank Sentral Eropa (ECB) mengisyaratkan pekan lalu akan menaikkan suku bunga pada Juli 2022 untuk mengendalikan inflasi zona euro yang mencapai 8,1 persen bulan lalu.

Bank Sentral AS sendiri diperkirakan akan meningkatkan suku bunga di kisaran yang sama pada Juli 2022 mendatang, diikuti dengan 50 basis poin pada September dan 25 basis poin pada November dan Desember. Jikalau itu terjadi, maka suku bunga acuan di AS masuk di kisaran 3,25-3,5 persen pada akhir tahun ini.

The Fed
Lonjakan suku bunga The Fed sejak tahun 2014. Sumber: TradingEconomics.

Sementara itu Bank Indonesia memilih untuk tak terlalu terburu-buru ikut-ikutan menaikkan suku bunga, karena laju inflasi yang diperkirakan bisa menjadi 4,2 persen pada tahun ini, masih dapat dikendalikan.

“Kemungkinan IHK (Indeks Harga Konsumen) 4,2 persen,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam seminar INDEF bertajuk Managing Inflation to Boost Economic Growth, Rabu (15/6/2022), dilansir dari CNBC Indonesia.

Jika ramalan Perry menjadi kenyataan maka laju inflasi Indonesia pada tahun ini akan menjadi yang tertinggi sejak 2014 atau delapan tahun terakhir. Sebagai catatan, inflasi Indonesia selalu di bawah 4 persen sepanjang 2015-2021.

Dengan demikian, pelaku pasar saham dan kripto harus bersiap-siap dan jangan lengah untuk kemungkinan terburuk, karena kripto sudah terbukti tak ampuh melawan inflasi, khususnya yang berdampak pada fiat money yang menguat akibat kebijakan kenaikan suku bunga ini. Ingat pula bahwa kenaikan suku bunga akan paralel dengan kebijakan tapering yang tujuannya adalah serupa. [ps]

Terkini

Warta Korporat

Terkait