Ketika Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif baru, reaksi pasar langsung meledak. Tak butuh waktu lama, JP Morgan merespons dengan peringatan keras, di mana akan ada “darah di pasar.”
Pasar keuangan pun panik, prediksi ekonomi ambruk, dan resesi terasa hanya tinggal hitungan hari. Namun, drama ini belum selesai. Trump kemudian melunak. Tarif untuk sebagian besar negara diturunkan menjadi 10 persen, sementara Tiongkok tetap menjadi sasaran utama dengan beban tarif paling besar.
Meski penyesuaian ini membuat sentimen investor membaik, para analis memperingatkan bahwa ancaman sebenarnya belum hilang. JP Morgan sendiri sempat menaikkan kemungkinan resesi di AS tahun 2025 dari 40 persen menjadi 60 persen dalam sebulan.
Proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) bahkan anjlok dari 1,3 persen menjadi minus 0,3 persen. Di sisi lain, lembaga keuangan lain seperti Barclays dan Citibank juga memangkas proyeksi mereka, dengan UBS memperkirakan pertumbuhan di bawah 1 persen.
Tarif Menurun, Risiko Masih Menggantung
Tarif yang lebih rendah memang sedikit melegakan, tapi tetap menyisakan banyak tanda tanya. Ekonom khawatir bahwa 10 persen tarif saja sudah cukup untuk menghantam margin bisnis dan menaikkan harga barang. Terutama jika menyangkut Tiongkok, yang merupakan pemasok utama bagi banyak produk di AS.
“Jika dua ekonomi terbesar dunia gagal menemukan jalan damai, maka tekanan ekonomi akan segera terasa di kantong masyarakat,” ujar analis JP Morgan, dalam sorotan video terbaru analis kripto Lark Davis.
Lebih lanjut lagi, banyak perusahaan sudah mulai mengencangkan ikat pinggang. Beberapa menunda perekrutan, bahkan mempertimbangkan PHK.
Walaupun penyesuaian tarif dari pihak Trump membantu menunda resesi, JP Morgan tetap memperkirakan penurunan PDB sebesar 1 persen di kuartal ketiga dan 0,5 persen di kuartal keempat.
Bayangan Stagflasi dan Dilema Bank Sentral
Di balik semua ini, ada satu ancaman yang mungkin lebih menakutkan daripada resesi, yakni stagflasi. Ini adalah kondisi di mana inflasi tetap tinggi meski pertumbuhan ekonomi lesu dan pengangguran meningkat. Dan itulah yang saat ini sedang diwaspadai JP Morgan.
“AS sedang berjalan ke arah zona stagflasi,” ujar kepala ekonom JP Morgan.
Bahkan jika inflasi terlihat mereda dalam waktu dekat, tarif yang diterapkan kembali bisa menyulut lonjakan baru. Lebih parah lagi, The Fed kini berada di posisi serba salah. Menjaga suku bunga tetap tinggi bisa memukul pasar tenaga kerja, sementara menurunkannya bisa memperburuk inflasi.
Solusi seperti pemangkasan suku bunga, yang menurut JP Morgan bisa dimulai Juni ini dan berlangsung hingga 2026—mungkin membantu, tapi hanya jika dilakukan sebelum resesi besar benar-benar terjadi.
Dampaknya ke Kripto: Bitcoin Bisa Bersinar
Di tengah ketidakpastian ini, banyak investor mulai melirik aset alternatif. Salah satu yang mencuri perhatian tentu saja Bitcoin. Lark Davis, dalam videonya, menyoroti bahwa Bitcoin tetap tangguh saat perang dagang dan tarif sebelumnya terjadi.
Ketika The Fed memangkas suku bunga besar-besaran pada masa pandemi lalu, Bitcoin meroket dari US$3.000 menjadi US$60.000. Dengan situasi ekonomi saat ini yang berpotensi serupa, banyak pihak memperkirakan skenario bullish jangka panjang bisa terulang.
Investor institusional pun mulai kembali menunjukkan minat terhadap aset kripto, terutama sebagai lindung nilai terhadap penurunan nilai mata uang fiat. Saat banyak negara mencetak uang secara agresif, aset seperti Bitcoin dipandang lebih stabil dari waktu ke waktu.
Kekhawatiran Publik dan Efek Psikologis Pasar
Meskipun berita tentang tarif diturunkan sempat memicu euforia, rasa takut di kalangan konsumen tetap tinggi. JP Morgan menegaskan bahwa sentimen publik masih berada di titik terendah. Orang-orang enggan menghabiskan uang, memilih menabung dan menunda belanja besar.
Ini tentu berdampak pada sektor-sektor seperti ritel, pariwisata, dan makanan-minuman. Ketika restoran sepi, mereka pun mengurangi karyawan, yang pada akhirnya mempersempit daya beli masyarakat.
Efek domino ini bisa memperparah tekanan ekonomi, terutama jika ekspor juga ikut melambat. Singkatnya, bahkan kebijakan tarif yang lebih “ramah” tetap menyisakan banyak keraguan dan ketidakpastian.
Bagi investor, termasuk mereka yang berkecimpung di pasar kripto, ini adalah waktu untuk berhati-hati, tapi juga bersiap. [st]