Konflik Rusia-Ukraina telah memberikan dampak global yang sangat diperhatikan, bahkan aset kripto pun ikut turut terkena, bersama dengan pasar keuangan lainnya.
Konflik tersebut telah menyulut berbagai aksi pro dan kontra terhadap tindakan Rusia, di mana kontra justru lebih disorot karena ada peran AS dan sekutu di sana.
Dampak dari Konflik Rusia-UkrainaÂ
Kini, AS dan sekutu telah memberi banyak sanksi hukum kepada Rusia di sektor keuangan, seperti diblokirnya Moskow dari jaringan SWIFT dan aksi walk out dari beberapa bisnis besar seperti Visa, Mastercard, McDonald’s dan masih banyak lagi.
Tidak berhenti di situ, urusan ekspor minyak dari Rusia pun akan ditahan oleh AS, yang membuat pasar komoditas ini bergejolak karena Moskow adalah salah satu anggota besar dalam organisasi pengekspor minyak, OPEC.
Mata uang terkait komoditas pun turut terkena imbas dan menguat, bahkan dalam melawan dolar AS, seperti dolar Australia dan dolar Kanada.
Selera risiko investor tak luput dari dampak konflik Rusia-Ukraina, yang terus mengalami naik turun karena harus berhadapan juga dengan data AS, seperti inflasi.
Hampir semua aset dalam pasar keuangan mengalami kemunduran karena investor berfokus pada fiat dan komoditas seperti emas, yang belum lama ini telah berhasil bergerak lebih tinggi dari US$2.000 per troy ounce, namun ditutup kembali di bawahnya pada akhir pekan ini.
Lalu, bagaimana dengan dampaknya terhadap aset kripto?
Kripto Terombang-ambing
Tentu saja, sanksi dalam konflik Rusia-Ukraina telah memunculkan kekhawatiran bahwa Moskow akan menggunakan kripto sebagai alat untuk menghindari sanksi AS.
Dengan kripto, diperkirakan Rusia akan dapat melakukan aktivitas ekonomi dengan normal tanpa perlu memikirkan sanksi AS.
Tentu saja, hal ini telah ditepis dengan keras oleh Pemimpin bursa kripto Binance dan Coinbase.
Keduanya mengatakan bahwa Moskow tidak akan mampu menggunakan kripto untuk menghindari sanksi karena sifat blockchain.
“Blockchain yang penuh transparansi dan keterlacakan justru akan membuat dana Rusia semakin mudah untuk dilacak, terlebih yang dalam jumlah besar, jika ingin bertransaksi ‘di belakang layar’ sanksi,” ujar Robby, Direktur Rekeningku.com, Sabtu (12/3/2022) kepada Redaksi Blockchainmedia.id.
Robby pun menilai, kripto memiliki batasan pasokan sehingga Rusia akan sangat kesulitan memanfaatkannya sebagai alat bebas sanksi.
Namun tetap saja, konflik ini telah membuat pasar kripto terombang-ambing, dengan kembali gagal membangun pemulihan karena selera risiko investor mereda.
Jika menengok harga kripto utama Bitcoin (BTC) dan Ether (ETH), tampak bahwa ini telah kembali terperosok di akhir pekan ini yang memberi dampak serupa bagi sebagian besar aset kripto lain.
Tampaknya, kripto saat ini benar-benar berpegang pada selera risiko global, yang membuatnya cukup berkorelasi dengan pasar ekuitas.
“Bagaimana perkembangan dari konflik Rusia-Ukraina dan kemampuan bank sentral AS untuk ‘bertahan’ dari prospek keruntuhan adalah kunci dari masa depan kripto. Secara teknikal, BTC setidaknya sudah terlihat baik dan siap melesat kembali dalam jangka panjang,” ujar Robby.
Memang, kelegaan dalam sebuah konflik tentu menjadi harapan baru bagi investor untuk menginjakan kaki kembali di aset berisiko. Tetapi, kripto bisa saja bangkit lebih dulu karena tidak terikat dengan kondisi suatu negara. Berbeda dengan ekuitas.
Pada akhirnya, aset kripto akan benar-benar peka terhadap sebuah sentimen global, apa lagi jika urusan regulasi sudah benar-benar terbentuk dan jelas untuk kripto di negara-negara besar.
Apakah akan dipandang sebagai komoditas digital, atau justru menjadi bagian dari mata uang, akan mempengaruhi prospek adopsi kripto. Tetapi yang jelas, posisi sebagai aset investasi adalah apa yang paling diharapkan oleh investor.
Dengan status sebagai aset investasi yang tertera dalam peraturan, tentu saja ini akan secara langsung meningkatkan jumlah investor ke dalamnya yang berujung pada peningkatan kapitalisasi pasar.
Di Indonesia sendiri, kripto masih memiliki tempat tersendiri di hati para investor karena beberapa sudah cukup terliterasi dengan baik, terutama kripto sebagai investasi jangka panjang.
“Di tanah air sendiri, kripto masih dianggap sebagai komoditas, sehingga bank telah dilarang untuk memberikan eksposur terhadap kripto. Ini bukan berarti buruk karena aturan tetaplah aturan. Alternatif yang juga mudah pun sudah ada seperti GoPay, ShopeePay, ataupun Dana. Tidak ada yang mempersulit, justru ini tanda yang sehat secara regulasi,” tutup Robby. [st]