Kebijakan Tapering The Fed Bisa Tekan Pasar Kripto?

Langkah tapering dari bank sentral AS, The Fed, tampaknya akan memberi tekanan bagi pasar kripto, sehingga semua mata masih tertuju pada perkembangannya.

Sekadar informasi, tapering adalah pembalikan atas kebijakan pelonggaran kuantitatif (QE), yang diterapkan oleh bank sentral dengan tujuan merangsang pertumbuhan ekonomi.

Dampak Tapering Terhadap Pasar Kripto 

Dalam laporan yang diterbitkan oleh Huobi Research yang berjudul “Tapering Datang: Titik Balik Pasar Kripto akankah Segera Datang?”, memberikan gambaran pada nasib pasar kripto saat langkah dari The Fed tersebut terlaksana.

Tapering, yang juga diartikan sebagai pengurangan konsisten terhadap likuiditas dolar AS yang beredar karena pengurangan pembelian obligasi, dinilai akan memukul pasar kripto secara keseluruhan.

Bukan hanya Bitcoin dan pasar kripto, tapering juga diperkirakan akan menghantam aset berisiko lainnya, bahkan ke aset yang lebih mapan.

Ini adalah apa yang sedang dikhawatirkan oleh para investor kripto, sehingga ada semacam perlambatan investasi secara luas karena semua sedang mengantisipasi segala kemungkinan.

Model Stock-to-Flow Terancam Gagal

Model analisa yang banyak diyakini oleh investor, yaitu stock-to-flow (S2F) yang diciptakan oleh PlanB, kemungkinan tidak akan bekerja sebagaimana mestinya karena faktor tapering ini.

“Mengapa model S2F Bitcoin tiba-tiba gagal? Karena PlanB hanya mempertimbangkan rasio SF bulanan Bitcoin dan data harga Bitcoin historis saat menyusun model tersebut, tetapi mengabaikan dampak perubahan makro eksternal di pasar,” ujar William Lee, dari Huobi Research.

Langkah besar yang menyenggol likuiditas dolar AS ini tentu akan mengaduk-aduk berbagai jenis analisa karena ini adalah sesuatu yang jarang terjadi dan bersifat luas.

Meski begitu, Lee pun mengatakan bahwa, dengan dimulainya tapering dan kenaikan bunga yang akan datang yang biasanya terjadi setelah periode taper, gelembung dalam pertumbuhan saham dan kenaikan harga kripto ini kemungkinan bisa pecah tahun depan.

Artinya, Lee memperkirakan akan terjadi crash baru di tahun 2022 sebelum harga mencoba untuk bangkit kembali. Tentu saja, ini masih sekadar kemungkinan berdasarkan sudut pandang makro.

Pada intinya, investor sedang berada dalam masa dingin, alias menunggu kejelasan dari langkah ini, karena akan menjadi dasar keputusan apakah harus keluar dari pasar atau tetap bertahan. Mari kita saksikan. [st]

Terkini

Warta Korporat

Terkait