Kejahatan terkait aset kripto melonjak pada tahun 2019, dibandingkan dengan tahun lalu. Total kerugian diperkirakan mencapai US$4,4 miliar (Rp62 triliun). Tempat kejadian perkara lebih banyak terjadi di bursa aset kripto, menurut laporan dari perusahaan forensik blockchain CipherTrace.
Kerugian dari kejahatan itu melonjak menjadi US$4,4 miliar dalam sembilan bulan pertama pada tahun 2019 ini, naik lebih dari 150 persen dari US$1,7 miliar di sepanjang tahun 2018.
“Peningkatan hingga 150 persen dalam pencurian dan penipuan terkait aset kripto mencerminkan bagaimana penjahat beradaptasi agar bisa mendapatkan uang yang lebih banyak. Serangan kecil oleh pelaku seringkali mudah dipertahankan, tetapi serangan berikutnya dibuat lebih efektif demi keuntungan yang besar,” kata Dave Jevans, CEO CipherTrace seperti yang dilansir dari Reuters, Rabu (27/11/2019).
Aset kripto kian menarik perhatian warga dunia, seiring dengan semakin ketatnya pengawasan, karena pengembang dan pelaku pasar berusaha mendorong kelas aset baru ini masuk ke pasar arus utama.
Salah satu kejahatan yang cukup menonjol tahun ini adalah ketika banyak pengguna kehilangan US$2,9 miliar dari skema Ponzi bernama PlusToken. Peristiwa lainnya adalah melibatkan bursa kripto QuadrigaCX di Kanada, di mana kerugian mencapai US$195 juta.
“Kami juga masih melihat banyak kejahatan bernilai jutaan dolar. Ada peningkatan yang relatif konsisten dalam kegiatan kriminal dari tahun ke tahun dan kami tidak berharap itu akan berubah sekejap,” jelas Dave.
Dave juga menyebutkan, bahwa dari 120 bursa kripto terbesar di dunia, 65 persen di antaranya memiliki persyaratan know-your-customer (KYC) yang lemah. [Reuters/vins]