Bitcoin pada dasarnya adalah sistem pembayaran elektronik, tetapi bersifat terbuka, sekaligus teknologi penciptaan jenis uang baru. Artikel berikut, khusus bagi Anda pendatang baru.
Bitcoin adalah teknologi untuk menangani transaksi keuangan, sekaligus penerbitan uang. Teknologi itu berjalan dalam satu jaringan khusus dan ditransmisikan di Internet, tanpa keterlibatan jasa perbankan sebagai perantara ataupun pengawasan langsung oleh negara.
Oleh sang perancangnya, yakni Satoshi Nakamoto, Bitcoin disebutkan sebagai sistem uang elektronik peer-to-peer (Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System). Sistem itu kini dikenal lazim sebagai teknologi blockchain atau distributed ledger technology.
Sedangkan di situs resminya, Bitcoin.org: “Bitcoin is an innovative payment network and a new kind of money”.
Sedangkan nama uangnya, juga disebut dengan Bitcoin (BTC)—aslinya huruf “B” ditulis dengan huruf kecil “b”—bitcoin (BTC).
Rincian soal sistem itu dituangkan dalam whitepaper sepanjang 9 halaman yang diterbitkan pada 31 Oktober 2018 di Bitcoin.org.
Sistem itu diluncurkan perdana oleh Satoshi Nakamoto pada 4 Januari 2009 menggunakan peranti lunak Bitcoin Core.
Sistem Bitcoin tidak dikendalikan secara sentralistik oleh pemerintah negara tertentu ataupun perusahaan tertentu, tidak juga oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
Bitcoin dikendalikan secara desentralistik dan bersifat terbuka. Siapa saja bisa bergabung ke dalam sistem itu tanpa bisa menjadi entitas sentral yang mengendalikan keseluruhan sistem. Bahkan kode sumber (source code) Bitcoin bisa diakses oleh siapa saja di situs Github.
Bagaimana Uang BTC Diterbitkan?
Dalam sistem Bitcoin, yang dimaksud dengan uang bukanlah uang yang dibuat, diterbitkan dan diedarkan oleh bank sentral sebuah negara, seperti dolar AS ataupun rupiah.
Uang Bitcoin itu, disingkat dengan BTC, adalah uang elektronik/digital digital murni dan ditransaksikan dengan teknologi baru, yaitu blockchain-melalui Internet.
Uang BTC diterbitkan dengan meniru sistem pertambangan emas (mining), yang memerlukan alat khusus dan energi yang tidak murah.
Semakin dalam emas ditambang dari perut bumi, maka semakin besar pula biaya produksi yang dikeluarkan oleh penambang, demikian pula halnya dengan BTC menggunakan mesin tambang, misalnya yang berjenis ASIC (application-specific integrated circuit).
Transaksi dan Penerbitan
Contoh, ketika Joko mengirimkan 1 BTC kepada Wati, transaksi itu harus dikonfirmasi dan divalidasi oleh pihak yang disebut penambang (miner).
Itulah tugas utama dari miner yang menggunakan perangkat keras khusus yang disebut ASIC. Nah, atas jasanya itu, karena alatnya memerlukan energi listrik yang besar, maka ia diberikan imbalan berupa uang digital BTC.
Proses ini terjadi rata-rata setiap 10 menit sekali (1 block transaksi). Imbalan BTC (sudah ditambang) itulah yang sekaligus sebagai pasokan BTC baru ke dalam pasar.
Kali pertama sistem Bitcoin berjalan, rata-rata setiap 10 menit, BTC yang ditambang adalah sebanyak 50 BTC.
Nah, berdasarkan rancangan Satoshi Nakamoto, berlaku mekanisme Halving agar pasokan BTC baru berkurang sebanyak separuh. Inilah cara membuat BTC menjadi langka.
Halving diprogram sedemikian rupa terjadi setiap 210.000 block (setara dengan masa rata-rata waktu 4 tahun). Ingat, periode setiap 1 block adalah rata-rata 10 menit sekali.
Halving Pertama terjadi pada 28 November 2012. Ketika itu, imbalan BTC baru kepada para penambang berkurang dari 50 BTC menjadi 25 BTC.
Lalu Halving Kedua, 9 Juli 2016, berkurang lagi dari 25 BTC menjadi 12,5 BTC. Kemudian Halving Ketiga, 11 Mei 2020 (12 Mei 2020 Waktu Indonesia Barat), berkurang separuh lagi, dari 12,5 BTC menjadi 6,25 BTC. Dan kelak pada tahun 2024 berkurang separuh lagi, yakni dari 6,25 BTC menjadi 3,125 BTC.
Halving akan terjadi terus menerus, sesuai dengan kode program yang ditetapkan (deterministik), hingga BTC habis ditambang.
Dengan kelajuan Halving yang sama, yakni setiap 4 tahun, maka Bitcoin akan habis ditambang pada tahun 2140, ketika pasokan BTC mencapai 21.000.000 BTC. Dan itulah jumlah maksimal Bitcoin yang bisa ditambang, tidak bisa ditambah lagi, hanya 21 juta BTC.
Per 6 Desember 2020 pukul 23:21 WIB, BTC yang beredar (sudah ditambang) adalah 18.563.781 BTC. Jadi tersisa 2.436.219 BTC yang belum ditambang.
Jadi, sejak 11 Mei 2020 (Halving Ketiga) sampai nanti sebelum Halving Keempat (tahun 2024), jumlah BTC yang ditambang setiap hari adalah 900 BTC. Kelak pada periode Halving Keempat berkurang separuh, yakni 450 BTC setiap hari, demikian seterusnya.
SEMUA BERITA TENTANG BITCOIN BISA DIBACA DI SINI
Nah dapat disimpulkan, bahwa mekanisme Halving benar-benar mengendalikan secara ketat berapa BTC yang bisa ditambang demi mencapai tingkat kelangkaannya dalam periode tertentu.
Mengapa BTC Bernilai dan Berharga?
Sebelum kita menjawab itu, kita bedakan terlebih dahulu makna nilai (value) dengan harga (price). Nilai dipahami sebagai segala sesuatu yang diberikan oleh objek kepada si pengguna. Ini lebih kepada kualitas (mutu) daripada kuantitas.
Bitcoin dianggap bernilai karena memiliki keunggulan ataupun kelebihan relatif dengan teknologi keuangan lain, misalnya bersifat langsung (peer-to-peer), terbuka, pasokannya langka, transparan dan biaya transaksi relatif lebih murah dan dikirimkan lebih cepat dibandingkan jasa perbankan.
Nah, berdasarkan nilai itulah muncul harga (price), yang memungkinkan seseorang memberikan sejumlah (kuantiti) uang rupiah atau dolar untuk membeli uang BTC itu.
Harga tentu saja berlaku sistem ekonomi alamiah, yakni ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Semakin banyak permintaan (membeli), maka semakin tinggi harga di pasar dan sebaliknya.
Melonjak di Tahun 2020
Pada tahun 2020 tercatat sebagai masa keemasan periode kedua bagi Bitcoin, karena harganya pada 30 November 2020 mencetak rekor tertinggi baru, lebih dari 19.800 per BTC (Rp280 juta). Sebelumnya ini terjadi pada medio Desember 2017 silam.
Dengan rekor terbaru itu, harga BTC diramalkan akan terus naik. Berdasarkan prediksi Bloomberg Intelligence, harga BTC diprediksi lebih dari US$50.000 per BTC pada tahun 2021. [red]