Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menjelaskan bahwa pemerintah terus mendorong perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Salah satunya melalui pengembangan ekosistem aset kripto nasional, dan kelak pengaturan dan pengawasan akan diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hal ini disampaikan Wamendag Jerry saat berbicara dalam seminar web ‘Transformasi Hukum dalam Transaksi Cryptocurrency’ yang diselenggarakan di Universitas Pelita Harapan, Jakarta, Senin (14/8/2023).
“Aset kripto merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mempercepat, menciptakan, dan mendorong upaya pengembangan Ekonomi Digital Indonesia pada 2030,” ujar Wamendag.
Wamendag menjelaskan, pada 2030, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diperkirakan tumbuh menjadi Rp24 ribu triliun dengan sektor ekonomi digital menyumbang Rp4,5 ribu triliun atau sekitar 18,9 persen dari total nilai PDB.
Diperkirakan, nilai ekosistem ekonomi digital Indonesia pada tahun tersebut utamanya akan ditopang oleh kegiatan perekonomian melalui sektor niaga-el dengan nilai lebih dari Rp 1,9 ribu triliun.
“Kendati demikian, dalam prosesnya ke depan Indonesia memiliki tantangan. Pertama, terkait regulasi yang tentu harus terus beradaptasi dengan dinamika industri yang terus berkembang. Kedua, infrastruktur digital yang tentu kita ketahui saat ini masih terpusat di Pulau Jawa. Terakhir, edukasi dan literasi kepada masyarakat yang tentu erat kaitannya dengan perlindungan konsumen,” urai Wamendag.
Wamendag juga menerangkan, aset kripto merupakan salah satu dari tiga produk utama investasi yang diminati masyarakat Indonesia.
“Berdasarkan data Center of Economic dan Law Studies (CELIOS), tiga produk utama investasi yang dimiliki masyarakat Indonesia adalah reksadana sebesar 29,8 persen; saham sebesar 21,7 persen; dan aset kripto sebesar 21,1 persen,” Jerry menjelaskan.
Di samping itu, terkait regulasi, Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selaku regulator, telah menerbitkan Peraturan dan Ketentuan terkait Perdagangan Fisik Aset Kripto di Indonesia yang terus disempurnakan.
Seperti diketahui, Bappebti menerbitkan Peraturan Bappebti Nomor 13 Tahun 2022 mengantikan Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka serta Peraturan Bappebti Nomor 4 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Bappebti Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.
Ditetapkan dalam peraturan tersebut, saat ini terdapat 501 jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan dan 32 di antaranya merupakan jenis aset kripto lokal.
Nilai transaksi aset kripto di Indonesia sendiri dapat dikatakan cukup fantastis. Di mana, transaksi tertinggi tercatat pada 2021 dengan nilai transaksi sebesar Rp859,4 triliun.
Sementara itu, pada Januari-Juni 2023 tercatat nilai transaksi sebesar Rp66,4 triliun. Dari segi jumlah pelanggan, hingga Juni 2023 tercatat sebesar 17,5 juta pelanggan yang berada pada kurang lebih 30 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto Terdaftar di Bappebti.
Pengawasan Perdagangan Aset Kripto Beralih dari Bappebti ke OJK
Sedangkan, untuk memperkuat ekosistem dan keamanan transaksi, Bappebti telah memberikan persetujuan kepada PT Bursa Komoditi Nusantara sebagai Bursa Berjangka Aset Kripto, PT Kliring Berjangka Indonesia sebagai Lembaga Kliring, dan PT Tennet Depository Indonesia sebagai Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto.
Kehadiran kelembagaan pada ekosistem perdagangan aset kripto ini merupakan merupakan bukti pemerintah hadir dalam upaya menciptakan kepastian berusaha dan membangun ekosistem perdagangan aset kripto yang wajar dan adil.
Selain itu, juga menjamin kepastian hukum berusaha dan perlindungan bagi masyarakat, serta memfasilitasi pelanggan agar dapat bertransaksi dengan aman dan mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian melalui penerimaan negara.
Dalam kesempatan ini, Wamendag juga menyampaikan, tidak lama lagi pengaturan dan pengawasan perdagangan aset kripto akan beralih dari Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Peralihan pengawasan aset kripto dan produk derivatif keuangan ini merupakan perwujudan pengambilan kebijakan oleh pemerintah yang kedua industri ini beririsan dengan sektor keuangan.
Diharapkan, dengan peralihan pengawasan ini dapat memberikan ruang pengaturan dan manajemen risiko yang lebih baik utamanya terkait dengan sektor fiskal yang nantinya dapat berpengaruh pada kestabilan sistem keuangan di Indonesia.
Dalam waktu yang tidak lama lagi juga akan segera diterbitkan Peraturan Pemerintah yang secara spesifik akan mengatur peralihan pengaturan dan pengawasan tersebut.
“Ke depan, pemerintah akan terus bersinergi seluruh pihak terkait, termasuk dengan pelaku usaha, serta seluruh pemangku kepentingan demi terciptanya ekosistem perdagangan digital yang solid. Dengan begitu, perdagangan aset kripto akan semakin memberikan dampak yang lebih optimal bagi masyarakat dan ekonomi nasional,” pungkas Wamendag. [ab]