Kepala Bappebti: Bursa Kripto Punya Rp1 Triliun Seharusnya Mudah

Di beberapa negara, kripto digolongkan sebagai mata uang. Di Indonesia, kripto seperti Bitcoin, Ethereum dan lainnya tergolong sebagai komoditas, agar kripto tidak bentrok dengan mata uang resmi yang berlaku. Kripto disebut sebagai komoditas agar bisa segera diatur dan tidak berdampak negatif kepada masyarakat.

Hal itu diutarakan Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana saat memberikan sambutan pembuka Indonesia Blockchain Summit, di GreenHouse Co-Working Space, Jakarta, Senin (01/04). Kripto harus diatur, sebab jika tidak, maka akan banyak bermunculan bursa tidak jelas dan tidak ada yang mengawasi bila terjadi transfer dana ilegal menggunakan kripto, tambahnya.

Penggolongan kripto sebagai komoditas atau aset, sejalan dengan kesepakatan negara-negara anggota G20, yang menyebutnya sebagai aset kripto. Pemerintah ingin membuat ekosistem blockchain yang sehat di Indonesia, sehingga terbit aturan agar kripto bisa diperdagangkan.

Wisnu mengakui, saat ini pemerintah memang belum terlalu paham mengenai blockchain dan kripto serta bagaimana cara memberikan valuasi yang tepat. Tetapi, mengingat ada demand and supply sehingga kripto bernilai, pemerintah terus belajar agar dapat mengembangkan kerangka regulasi yang tepat dan kondusif bagi pertumbuhan industri kripto.

Regulasi yang dikeluarkan pemerintah termasuk perihal persyaratan modal minimal. Pedagang fisik aset kripto diwajibkan memiliki modal minimal Rp100 milyar untuk menerima status terdaftar dan Rp1 triliun jika ingin berlisensi. Wisnu mengatakan, perusahaan pedagang aset kripto diberikan satu tahun untuk berubah status dari terdaftar menjadi berlisensi.

“Angka Rp1 triliun seharusnya mudah. Bayangkan, exchanger memiliki 20 ribu pelanggan, dan setiap pelanggan memiliki 5 BTC. Itu saja sudah berapa, belum termasuk yang lain-lain seperti ETH, LTC, dan sejenisnya,” tutur Wisnu.

Jika ilustrasi Wisnu tersebut benar, maka bursa kripto akan memiliki 100 ribu BTC. Dengan nilai Bitcoin sebesar Rp50 juta saja, maka ada dana sebesar Rp5 triliun, belum termasuk kripto yang lain.

Sebagai perbandingan, bursa kripto internasional Bittrex menyimpan 128 ribu BTC, menurut data bitinfocharts per 3 April, 2019. Menurut data situs tersebut, saat ini hanya ada lima bursa yang menyimpan dana Bitcoin lebih dari 100 ribu BTC, yaitu Bittrex di peringkat pertama, disusul oleh Bitfinex, Bitstamp, Huobi dan Binance.

“Selain itu, bursa dalam negeri akan diminta memenuhi standar ISO 27001 mengenai security compliance atau ketaatan keamanan. Setiap bursa diharapkan memiliki satu orang dalam timnya yang memiliki sertifikasi Colloquium for Information Systems Security Education (CISSE) dalam bidang keamanan siber (cyber security),” kata Wisnu.

Selain pedagang fisik aset kripto, Bappebti juga mengatur bursa berjangka dan lembaga kliring. Kata Wisnu, agar perdagangan kripto berjalan aman dan lancar, 70 persen aset nasabah akan disimpan ke pihak depositori. Hal ini agar mengurangi jumlah aset yang disimpan pihak bursa sehingga tidak bisa melakukan scam atau memunculkan masalah seperti peristiwa QuadrigaCX.

Setiap pihak perdagangan aset kripto wajib memberikan akses terhadap data aset yang dikelolanya jika sewaktu-waktu diminta oleh pemerintah. Berbeda dengan instansi lainnya, jelas Wisnu, Bappebti memiliki kewenangan khusus, sehingga dapat memeriksa, menyita dan jika perlu menahan apabila terjadi kasus pelanggaran.

Wisnu menegaskan semua aturan tersebut ditetapkan agar industri kripto berkembang sehat di Indonesia. Peraturan yang ditentukan Bappebti bertujuan memberikan kepastian kepada semua pihak, melindungi masyarakat dan menumbuhkan teknologi. [ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait