Programer asal Indonesia, Agro, sukses membuat wallet (dompet digital) untuk mata uang kripto Libra, yang diumumkan oleh Facebook-Libra Association pada Selasa, 18 Juni 2019 lalu. Agro mengklaim bahwa wallet buatannya itu adalah yang pertama di dunia untuk mata uang kripto Libra, kendati sistem blockchain Libra itu masih dalam tahap ujicoba alias testnet.
Saat dihubungi melalui Telegram, Agro menyambut baik kehadiran Libra sebagai mata uang kripto baru, berikut teknologi blockchain berjenis dPoS (Delegated Proof of Stake) yang digunakannya.
Ia mengatakan jaringan validator Libra memang tak sepenuhnya terbuka seperti Bitcoin dan Ethereum, tetapi kode program dan spesifikasinya yang terbuka menunjukkan potensi dari mata uang kripto dan sistem keuangan desentralistik.
“Saya membuat wallet untuk Libra menggunakan Libra Core yang disediakan secara terbuka oleh Libra Assocation. Private key untuk wallet yang saya buat itu, saya generate secara lokal, lalu membuat request kepada validator. Kecepatan block transaksinya di bawah 1 detik. Jadi, sangat cepat,” kata Agro yang saat ini tinggal di Tokyo, bekerja untuk perusahaan Merpay.
Agro menyebutkan, untuk ujicoba transaksi Libra yang ia lakukan, ia melihat ada satu entitas simpul (node) blockchain untuk memvalidasinya.
“Ya, untuk versi testnet ini hanya ada satu validator transaksi yang tertaut dengan satu nomor IP (Internet Protocol). Tetapi, kemungkinan besar ada validator lain yang berada di belakang nomor IP itu,” jelas Agro, jebolan S1 Komputer UGM (Universitas Gajah Mada) dan S2 teknik informatika Universitas Nagoya itu.
Kendati cukup baik, Agro menyebut ada sejumlah kelemahan dari Libra, yakni karakternya yang saat ini masih centralized, di mana validator transaksinya adalah anggota pendiri dari Libra Association yang jumlahnya belasan, bahkan bisa bertambah seiring waktu.
“Dengan karakter itu, Libra Association atau Facebook bisa saja memblokir transaksi pengguna tertentu, misalnya pengguna yang anti terhadap Facebook atau sering menyuarakan kritik terhadap Facebook atau pihak lain yang tergabung di Libra Association,” katanya.
Agro mengatakan, dengan adanya Blockchain Libra dan mata uang kripto Libra ini, kita bisa melihat bahwa teknologi blockchain dan kripto tidak akan hilang dan semakin banyak diadopsi oleh pihak-pihak lain. Di Jepang sendiri banyak bank-bank kecil yang berinvestasi di perusahaan lain yang terkait blockchain, seperti di bursa kripto di Jepang. Bahkan bank-bank besar, seperti SMBC dan MUFJ juga melakukan hal serupa.
“Saya berharap teman-teman di Indonesia bisa bersungguh-sungguh memulai bereksperimen dengan teknologi blockchain, sebab tren dunia akan mengarah ke sana. Dengan teknologi blockchain transaksi akan lebih murah dan lebih cepat berbanding menggunakan jasa perbankan dan jasa transfer konvensional lainnya. Khusus regulator dan pemerintah Indonesia saya menyarankan untuk lebih terbuka dengan inovasi ini,” katanya. [ed]