Teknologi blockchain yang digunakan untuk menerbitkan aset kripto memang pedang bermata dua. Di satu sisi dia mengefisienkan pengiriman uang lintas negara. Tetapi di sisi lain, ada penumpang gelap yang kerap menipu banyak investor, salah satunya adalah melalui mekanisme ICO (Initial Coin Offering).
ICO pada prinsipnya adalah alternatif untuk menggalang dana investasi dari publik alias urundana alias crowdfunding oleh sebuah perusahaan. Ini adalah metode yang lebih efisien daripada melantai di bursa saham melalui proses Initial Public Offering (IPO).
Lazimnya perusahaan itu akan atau telah menerbitkan aset kripto tertentu. Publik bisa membelinya atas nama investasi. Investor berharap mendapatkan imbal hasil besar di kemudian hari, jika harga aset kripto itu naik ketika berhasil diperdagangkan di bursa aset kripto.
Namun dalam proses promosi proyek itu, banyak perusahaan berperilaku menyimpang. Seperti kasus Centra Tech ini. Pendirinya, Robert Farkas, terbukti bersalah menjalankan ICO bodong. Oleh hakim di pengadilan Manhattan pada Selasa (16 Juni 2020), dia pun divonis hukum penjara selama 7 tahun.
“Nilai kebohongan” perusahaan itu tak tanggung-tanggung, yakni US$25 juta (sekitar Rp355 miliar). Duit sebanyak itu adalah duit publik yang diperoleh oleh Centra Tech. Sebelumnya pada November 2019, rekan Robert Farkas, yakni Sohrab Sharma dan Raymond Trapani juga sudah dihadapkan di pengadilan.
Dalam dakwaan jaksa disebutkan, bahwa perusahaan berjanji untuk meluncurkan Centra Card yang bisa digunakan untuk pembayaran menggunakan aset kripto. Kartu itu disebutkan adalah hasil kemitraan dengan perusahaan Visa dan Mastercard. Namun belakangan diketahui kemitraan itu tidak pernah ada.
Para pendiri Centra Tech juga mengarang-ngarang cerita soal sosok dan kompetensi CEO-nya, bernama Michael Edwards. CEO itu disebut-disebut adalah alumnus Universitas Harvard dengan gelar master di bidang administrasi bisnis dan memiliki lebih dari 20 tahun pengalaman di industri perbankan. Padahal sosok asli Michael Edwards tidak pernah ada.
Yang terparah adalah, agar ICO itu sukses, perusahaan menyewa petinju kelas dunia Floyd Mayweather dan seorang disk jockey ternama, Khaled sebagai “brand ambassador“. Pada tahun 2018 kedua orang itu dikenakan denda oleh SEC (Securities and Exchange Commission) Amerika Serikat. [Cointelegraph/red]
Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.