Kisah Leon Li Mempertahankan Huobi Agar Tetap Bertaji

Di balik bursa aset kripto Huobi ada kisah Leon Li yang mendirikan dan mempertahankannya agar tetap berdiri dan bertaji. Salah satu siasatnya adalah membantu Pemerintah Tiongkok merancang dan menerapkan sistem blockchain di Negeri Tirai Bambu itu. Bagaimana Leo yang satu almamater dengan Presiden Xi Jinping itu mampu meningkatkan daya saing Huobi, sampai rela mendidik kader Partai Komunis tentang blockchain?

Mungkin pepatah Tiongkok ini sedikit banyak sesuai dengan siasat Leon Li: “Jika bekerja cukup keras, bahkan sebatang besi pun bisa diubah menjadi jarum.” Pepatah itu adalah nasihat untuk tetap bertahan dan bekerja keras dalam situasi apapun. Di Tiongkok peraturan itu sangat perlu, termasuk urusan uang dan aset kripto.

Dalam jangka panjang kedekatan Huobi dengan Pemerintah Tiongkok dapat dianggap sebagai sebuah “utang”.

“Huobi memang berniat memimpin industri aset kripto dengan menyesuaikan dirinya dengan permintaan pemerintah. Di satu sisi, langkah itu bisa saja berisiko kehilangan kepercayaan pengguna di luar negeri,” kata Matthew Graham CEO Sino Global Capital kepada Bloomberg.

Sebelum mendirikan Perusahaan Huobi Group (bursa aset kripto Huobi bagiannya) pada tahun 2013, Leo berkarir di Oracle yang terkenal itu sebagai programer. Dalam tulisan Bloomberg, Leon disebutkan “menikmati” peluang langka bisa dekat dengan Bank Sentral Tiongkok dan sejumlah lembaga tinggi, sebagai pendekatan Huobi bisa lebih berekspansi.

Ketika pesaingnya, Binance dan OKEx “mengusik” regulator dengan pendekatan “Bitcoin Mania”, Leon memilih membantu Pemerintah Tiongkok membuat platform blockchain.

BACA: AJIMAT SAKTI BLOCKCHAIN DARI TIONGKOK 

Pangkalnya adalah ketika Facebook menginisiasi stablecoin Libra pada tahun 2019. Pemerintah Tiongkok dan Bank Sentral merangkul Leon dan sejumlah pelaku blockchain di Tiongkok membuat hal serupa. Maklumlah, karena Libra digadang-gadang bernilai dolar AS dan sejumlah mata uang fiat lainnya, kecuali yuan.

“Sekali seumur hidupku. Dengan cara itu, saya berharap kami tak hanya berperan sebagai penggembira, tetapi sebagai penggerak atau bahkan sebagai pemimpin dalam sejarah blockchain,” kata Leon, pria 36 tahun itu.

Leon bersama rekannya mendirikan Huobi pada tahun 2013 di Tiongkok. Huobi disokong pendanaan oleh ZhenFund dan Sequoia China. Tetapi, “kisah mesra” Leon, Huobi dan Pemerintah Tiongkok dimulai pada tahun 2017. Ketika itu, banyak negara, terlebih-lebih Tiongkok, sedang bersilangsengkarut soal spekulasi hebat terhadap Bitcoin.

Ketika, perdagangan Bitcoin sudah cukup mengusik Pemerintah Tiongkok, pada tahun itu pula petinggi negeri bersiap-siap melakukan aksi bersih terhadap industri bursa aset kripto.

Tak perlu waktu lama, Leon langsung memerintahkan timnya agar dua juta penggunanya segera menarik dananya dari Huobi. Di saat yang sama, Leo juga “melapor” secara rutin kepada pemerintah dan berdiskusi bilamana diperlukan.

Miris menyaksikan bursa aset kripto lain berjatuhan dan sebagian hengkang dari Tiongkok, Leon sadar harus mengambil langkah tepat agar mendapatkan kemurahan hati pemerintah. Sejak saat itulah Leon menggelar beragam seminar dan pelatihan terkait blockchain atas bantuan pemerintah lokal.

“Dengan cara itu Huobi mampu memainkan peran penting di industri aset kripto. Sebab pemerintah akan lebih memilih pihak-pihak yang bisa dipercaya daripada main kucing-kucingan di bawah tanah. Hubungan baik dengan pemerintah dapat ditafsirkan sebagai tanda stabilitas dan keunggulan lokal yang melebihi Binance,” kata Emily Parket Pendiri LongHash.

Tahun 2013, “raga” bursa aset kripto Huobi memang dipindahkan ke Singapura, tetapi satu unit di bidang konsultasi dan pendidikan blockchain dipertahankan di Hunan, Tiongkok.

Lewat unit itu pula Leon mendidik lebih dari 1000 siswa, mulai dari kader Partai Komunis hingga perusahaan negara dan swasta.

“Unit itu mendatangkan keuntungan,” kata Leon. [Bloomberg/red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait