Teknologi berkembang dengan cepat. Inovasi yang dulunya dianggap mustahil kini semakin dekat di depan mata. Dari AI hingga quantum computing, berbagai terobosan lahir begitu cepat, membuka peluang besar sekaligus ancaman baru yang tidak bisa diabaikan.
Di industri kripto, isu tentang komputasi kuantum mulai menjadi sorotan. Banyak pihak menilai, teknologi ini menjadi pisau bermata dua: di satu sisi membawa kemajuan, namun di sisi lain bisa meruntuhkan fondasi keamanan yang selama ini menopang aset kripto seperti Bitcoin.
Quantum Computing Bisa Jadi Mimpi Buruk Bitcoin
Anatoly Yakovenko, pendiri Solana, mengeluarkan pernyataan mengejutkan dalam acara All-In Summit 2025 yang digelar pada Kamis (18/09/2025). Ia menilai ada peluang “50/50” bahwa terobosan dalam komputasi kuantum akan terjadi sebelum 2030. Jika benar terwujud, Bitcoin berpotensi menghadapi risiko serius.
“Saya merasa ada kemungkinan 50/50 dalam lima tahun ke depan akan ada terobosan kuantum. Kita sebaiknya mulai memigrasikan Bitcoin ke skema tanda tangan yang tahan terhadap serangan quantum,” ujar Yakovenko.
Menurutnya, pesatnya perkembangan teknologi, khususnya percepatan kecerdasan buatan (AI) dari sekadar riset hingga aplikasi nyata, menjadi indikator kuat bahwa ancaman kuantum tidak boleh dianggap enteng.
Bisakah Komputer Kuantum Terbaru dari Google Membobol Bitcoin?
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa dengan laju perkembangan teknologi yang begitu cepat, para pemangku kepentingan harus segera bergerak. Yakovenko menilai era quantum bisa datang lebih cepat dari yang dibayangkan.
“Banyak teknologi yang berkonvergensi, sementara laju perkembangan AI yang mendekati eksponensial terasa mengejutkan. Peralihan dari sebuah riset ke tahap implementasi terjadi begitu cepat. Jadi, saya ingin mendorong semua orang untuk mempercepat langkah mereka,” tambahnya.
Ancaman Nyata bagi Keamanan Crypto
Kekhawatiran Yakovenko bukan tanpa alasan. Saat ini, keamanan Bitcoin masih bertumpu pada Elliptic Curve Digital Signature Algorithm (ECDSA), kriptografi yang sulit ditembus komputer klasik. Namun, banyak pakar menilai algoritma ini dapat dilemahkan oleh komputer kuantum yang memiliki kapasitas jauh lebih besar.
David Carvalho, pendiri sekaligus kepala ilmuwan Naoris Protocol, menegaskan pada Juni lalu bahwa quantum computing sudah cukup maju untuk “merobek” kriptografi Bitcoin dalam waktu kurang dari lima tahun. Pernyataan ini memperkuat pandangan bahwa ancaman kuantum bisa hadir lebih cepat dari perkiraan.
Meski demikian, transisi dari kriptografi lama ke sistem post-quantum bukanlah perkara sederhana. Perubahan ini membutuhkan hard fork, sebuah langkah besar yang sering memicu kontroversi dan perdebatan di komunitas kripto karena menyangkut fondasi utama jaringan.
Di tengah ancaman tersebut, sejumlah pihak mulai menyiapkan solusi. Salah satunya datang dari Crypto Assets Task Force milik SEC, yang baru-baru ini menerima proposal PQFIF yang menawarkan solusi dengan mengkombinasikan kriptografi klasik dengan post-quantum.
Quantum-Safe Jadi Proposal Panas di SEC untuk Lindungi Kripto
Bisakah Industri Kripto Bertahan di Era Quantum?
Ancaman komputasi kuantum tidak hanya mengintai Bitcoin, tetapi juga seluruh industri kripto. Sebagian ahli menilai ancaman itu masih jauh, sementara lainnya percaya kedatangannya bisa lebih cepat dari yang diperkirakan.
Meski transisi ke sistem keamanan post-quantum rumit, persiapan tetap mendesak. Tanpa langkah nyata, fondasi aset digital bisa rapuh saat era kuantum tiba. Sebaliknya, adaptasi yang tepat dapat menjadikan industri kripto lebih tangguh dan siap menghadapi masa depan. [dp]
Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.