Di tengah gejolak geopolitik dan meningkatnya kekhawatiran terhadap stabilitas mata uang global, para investor kembali melirik aset yang telah ribuan tahun menjadi simbol kekayaan: emas. Tether, salah satu penerbit stablecoin terbesar di dunia kripto, pun tak ketinggalan melihat peluang ini.
Tether Bangun Kekuatan Lewat Emas
Melansir laporan Bloomberg pada Selasa (08/07), Tether mengungkapkan bahwa mereka menyimpan hampir 80 ton emas senilai sekitar US$8 miliar di brankas pribadi di Swiss. Jumlah ini menjadikan Tether salah satu pemegang emas terbesar di luar bank dan negara.
CEO Tether, Paolo Ardoino, menjelaskan bahwa keputusan untuk memiliki brankas emas sendiri didorong oleh pertimbangan keamanan, efisiensi, dan juga kendali jangka panjang perusahaan.
“Saat ini kami sudah punya brankas emas sendiri. Saya yakin ini adalah brankas yang paling aman di dunia,” ujarnya kepada Bloomberg.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi diversifikasi aset Tether di tengah dinamika pasar global. Meski mayoritas cadangan masih berupa surat utang negara AS, laporan Maret lalu menunjukkan bahwa sekitar 5 persen telah dialokasikan ke logam mulia seperti emas.

Keputusan menyimpan emas dalam jumlah besar mencerminkan meningkatnya kepercayaan Tether terhadap perannya sebagai aset lindung nilai. Di tengah ketidakpastian ekonomi, Tether memperkuat stabilitas stablecoin-nya dengan menambah variasi aset cadangan.
Mengapa Penerbit Stablecoin Ini Memilih Emas?
Pertumbuhan pasar stablecoin yang pesat dalam beberapa tahun terakhir menarik perhatian regulator di seluruh dunia. Tether, sebagai pemimpin dengan lebih dari US$159 miliar USDT yang beredar, menjadi sorotan utama, khususnya terkait transparansi cadangan aset yang mendukung koin tersebut.
Dalam konteks ini, CEO Tether Paolo Ardoino melihat emas sebagai alternatif aman yang tidak terpengaruh oleh fluktuasi mata uang nasional. Menurutnya, aset ini berperan penting dalam menjaga stabilitas stablecoin yang diterbitkan oleh mereka.
“Emas, menurut saya, secara logis seharusnya menjadi aset yang lebih aman dibandingkan mata uang nasional mana pun. Jadi, pada akhirnya, jika masyarakat mulai khawatir terhadap potensi peningkatan utang Amerika Serikat, mereka mungkin akan mencari alternatif,” ungkapnya.
The Fed Buka Suara, Era Baru Stablecoin Tinggal Selangkah Lagi
Namun, regulasi baru di AS dan Uni Eropa membatasi penggunaan aset seperti emas untuk mendukung penerbitan stablecoin. Aturan yang berlaku hanya memperbolehkan cadangan dalam bentuk uang tunai atau surat utang jangka pendek.
Jika Tether ingin memperoleh izin resmi di pasar-pasar tersebut, mereka kemungkinan besar harus melepas sebagian atau seluruh kepemilikan emasnya. Hal ini menjadi tantangan serius bagi model cadangan logam mulia yang kini sedang mereka kembangkan.
Tether dan Emas: Menatap Masa Depan Stablecoin
Di luar USDT, Tether juga memiliki stablecoin berbasis emas, XAUT, yang didukung 1:1. Setiap token mewakili satu ons emas yang dapat ditebus langsung. Saat ini, nilai XAUT yang beredar setara dengan 7,7 ton emas atau sekitar US$819 juta, jauh lebih kecil dibanding ETF emas terbesar yang mengelola hampir 950 ton emas.
Namun, Ardoino melihat potensi besar. Jika XAUT tumbuh hingga US$100 miliar, biaya penyimpanan melalui pihak ketiga akan menjadi sangat mahal. Karena itu, Tether memilih membangun brankas sendiri sebagai langkah untuk menekan biaya dan meningkatkan kontrol atas asetnya.
Dengan permintaan emas yang meningkat, terutama dari bank sentral BRICS, dan harga emas yang naik lebih dari 25 persen tahun ini, Tether tampaknya tak ingin tertinggal dalam tren besar. Strategi mereka memperlihatkan keseriusan Tether dalam mengelola cadangan emas untuk memperkuat posisi mereka di pasar stablecoin. [dp]