Indonesia mulai mempersiapkan diri memanfaatkan teknologi blockchain yang mulai digunakan berbagai negara di era revolusi industri 4.0 ini. Pengadaan barang dan jasa direncanakan bisa mulai menggunakan teknologi blockchain pada 2020.
“Sepuluh tahun yang lalu kami berhasil mengelektronikkan pengadaan. Ke depan, ada teknologi yang akan kami coba dengan blockchain,” kata Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Prabowo usai membuka Rakornas Pengadaan 2018 di Sabuga ITB, Selasa, 30 Oktober 2018.
Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Kadarsyah Suryadi menjelaskan, blockchain merupakan sebuah sistem pencatatan data tersebar dalam bentuk blok. Setiap bloknya saling terhubung secara kriptografi atau tersandi. Sehingga data dalam blok tersebut tidak mudah untuk diubah dan dapat diverifikasi integritasnya.
Blockchain dengan smart contract, dapat membuat proses bisnis dilakukan secara otomatis, terdistribusi, dan aman.
“Sistem berbasis Blockchain ini telah mendobrak sistem konvensional dan membuka paradigma baru tentang sistem pencatatan transaksi yang aman, tersebar, transparan, efisien dan dapat dipercaya,” kata Kadarsyah.
Kemudahan, kecepatan, dan keamanan yang ditawarkan blockchain inilah yang mendorong LKPP untuk memanfaatkan teknologi ini. Agus mengatakan, dengan teknologi blockchain, semua pelaku pengadaan barang dan jasa di pemerintahan bisa jadi peserta dan sama-sama memegang kendali.
Terlebih blockchain mulai digunakan oleh perusahaan dan organisasi internasional.
“Jadi bukan siap tidak siap, harus siap. Semacam gelombang pasar terbuka di era globalisasi, tidak ada yang bisa menahan,” tuturnya.
Meski belum ada target pasti soal penerapan teknologi ini, namun LKPP berkeinginan bisa memulainya pada 2020. Agus optimistis hal itu bisa terwujud, utamanya karena LKPP kini didukung oleh sumber daya manusia muda yang akrab dan mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi.
Kadarsyah mengatakan, sudah saatnya Indonesia masuk dalam era digital. Oleh karena itu perangkat hukumnya pun harus turut dipersiapkan.
Dalam upaya penerapan teknologi baru semacam ini ada tiga langkah perubahan yang harus dilakukan yakni terhadap perilaku, kesadaran dan budaya. Ia menjelaskan, dari sisi perilaku, harus ada keharusan untuk membuat seseorang masuk dalam tatanan itu.
“Kalau negara lain menggunakan blockchain, kita mau tidak mau harus menggunakan juga, Kalau tidak, kelak kita tidak bisa bertransaksi dengan mereka,” ujarnya.
Jika sudah begitu, akan muncul kesadaran. Jika teknologi itu sudah terbukti aman, maka tidak akan ada lagi keraguan untuk menggunakannya. Akhirnya teknologi baru itu bisa menjadi budaya baru.
“Sama seperti pertama kita menggunakan ATM. Dulu ragu-ragu, sekarang semua orang sudah pakai,” kata Kadarsyah.
ITB sendiri telah merespons berbagai perkembangan teknologi di era digital ini. Lebih dari 20 program studi yang ada telah membuka opsi-opsi yang mengakomodir revolusi industri 4.0. Termasuk salah satunya menggalakkan penelitian yang terkait dengan pengembangan teknologi digital, termasuk teknologi blockchain ini.
“Jangan sampai kita ketinggalan dari bangsa lain, karena teknologi berjalan cepat. Kewajiban kami, bagaimana agar mahasiswa in itidak menjadi insan yang ketinggalan teknologi,” tuturnya. [pikiranrakyat/vins]