Lucy Guo jadi sorotan tak hanya karena jadi perempuan kaya raya. Ia juga dikenal berkat investasinya di proyek kripto lewat Backend Capital dan Passes.
Lucy Guo menarik perhatian dunia setelah ia dinobatkan oleh Forbes sebagai triliuner wanita termuda pada tahun 2025. Di usia 30 tahun, Guo menempati urutan ke-26 dalam daftar perempuan Amerika yang sukses membangun kekayaan dari usahanya sendiri. Namun di balik gelar tersebut, terdapat kisah penuh kerja keras, kegigihan, dan semangat inovasi. Lewat perusahaannya, ia juga berinvestasi di sejumlah proyek kripto.
Lahir pada 14 Oktober 1994 di Fremont, California, Guo tumbuh di tengah keluarga imigran Tionghoa. Kedua orang tuanya adalah insinyur listrik yang awalnya sempat meragukan pilihan karier Guo di dunia teknologi.
Namun sejak kecil, bakatnya di bidang komputer sudah tampak jelas. Di usia sekolah dasar, ia menciptakan bot untuk beberapa online game eperti Neopets dan RuneScape, serta mulai menghasilkan uang dari jual beli aset digital dan bahkan dari situs streaming berisi iklan yang ia bangun sendiri.

Keputusannya untuk meninggalkan Carnegie Mellon University pada 2014 demi menerima beasiswa Thiel Fellowship sebesar US$100.000 menjadi titik awal pembuktian. Langkah “pemberontakan” terhadap harapan orang tuanya itu justru menjadi lompatan besar dalam perjalanan kariernya.
Scale AI: Titik Awal Kekayaan Triliunan Lucy Guo
Sebelum membangun perusahaannya sendiri, Lucy Guo sempat mengumpulkan pengalaman di sejumlah perusahaan teknologi. Ia pernah magang di Facebook dan kemudian bergabung dengan Snapchat sebagai desainer wanita pertama. Di sana, ia berkontribusi dalam pengembangan fitur Snap Maps yang kini menjadi salah satu fitur ikonik platform tersebut.
Selain itu, Guo juga bekerja di Quora, platform tanya jawab berbasis komunitas. Di sinilah ia bertemu Alexandr Wang, yang kemudian menjadi mitra bisnisnya dalam mendirikan perusahaan rintisan. Pertemuan ini menjadi awal dari kolaborasi besar yang akan mengubah jalur karir mereka berdua.
Pada tahun 2016, Guo dan Wang mendirikan Scale AI, perusahaan yang menyediakan layanan pelabelan data untuk melatih dan menyempurnakan sistem kecerdasan buatan (AI). Scale AI melayani berbagai klien besar, termasuk OpenAI, Meta, Alphabet, lembaga pemerintah AS, dan perusahaan kendaraan otonom.
Guo memainkan peran penting dalam merancang struktur dan operasional awal perusahaan AI tersebut. Meski akhirnya memutuskan hengkang pada 2018 karena perbedaan visi, ia tetap mempertahankan sekitar 5 persen saham perusahaan. Nilai saham tersebut kini mencapai US$1,3 miliar dan menjadi sumber utama kekayaannya.
Membangun Passes: Platform untuk Kreator di Era Web3
Setelah keluar dari Scale AI, Lucy Guo mendirikan Passes pada 2022, platform sosial yang memungkinkan kreator memperoleh penghasilan langsung dari penggemarnya. Dirancang sebagai alternatif yang lebih ramah keluarga dibanding OnlyFans atau Patreon, Passes menawarkan fitur seperti konten eksklusif, live streaming, dan panggilan personal.
Keunggulan Passes terletak pada pendekatan “Web2.5” yang menggabungkan kemudahan Web2 dengan teknologi Web3 seperti NFT. Pengguna dapat mendaftar dengan email dan membayar menggunakan kartu kredit, sementara NFT dicetak otomatis ke dompet digital yang disediakan platform.
Fokus utama Passes bukan pada desentralisasi, melainkan pada manfaat praktis seperti kepemilikan atas hubungan penggemar, akses data, dan potensi royalti. Pendekatan ini menyederhanakan teknologi blockchain tanpa mengorbankan nilai bagi kreator.
Hanya dalam seminggu, Passes berhasil mengamankan pendanaan awal sebesar US$9 juta. Selanjutnya, Guo berencana memadukan AI untuk membantu kreator mengelola waktu dan memonetisasi kemiripan mereka secara efisien.
Backend Capital: Visi Investasi Teknologi Masa Depan, Termasuk di Proyek Crypto
Di luar perannya sebagai pendiri startup, Lucy Guo mendirikan Backend Capital pada 2019, perusahaan modal ventura yang sebelumnya bernama Backend Ventures. Berbekal mentalitas “founder-for-founder”, Guo memanfaatkan pengalamannya untuk mendukung pendiri startup, khususnya di bidang perangkat lunak dan infrastruktur teknologi.
Backend Capital telah mengelola dana hingga US$200 juta dan fokus berinvestasi di sektor strategis seperti AI, fintech, big data, dan keamanan siber. Perusahaan ini tidak hanya menyediakan modal, tetapi juga panduan strategis bagi para pendiri teknologi.
Beberapa portofolio Backend Capital meliputi Ramp yang kini bernilai US$13 miliar, serta perusahaan lain seperti Secureframe, NetCore, AppLayer dan masih banyak lainnya. Portofolionya menunjukkan orientasi kuat pada solusi teknologi masa depan.
Backend Capital juga aktif berinvestasi di sektor kripto dan blockchain, kendati tak terlalu ternama. Investasi mereka termasuk Zebec Protocol dan Flare, serta kemitraan dengan Hivemind Capital Partners, memperkuat posisi mereka di sektor yang tengah tumbuh pesat ini.
Zebec Protocol
Zebec adalah protokol pembayaran berbasis streaming yang dibangun di atas blockchain Solana, dengan fokus utama pada sistem penggajian realtime dan manajemen keuangan perusahaan berbasis Web3. Tidak seperti sistem gaji tradisional yang dibayarkan secara mingguan atau bulanan, Zebec memungkinkan gaji dibayarkan detik demi detik secara terus-menerus (continuous settlement), langsung ke dompet karyawan.
Zebec mendukung stablecoin seperti USDC dan dapat dipadukan dengan berbagai sistem keuangan terdesentralisasi (DeFi), menjadikannya cocok bagi perusahaan Web3, DAO, maupun pekerja lepas global. Selain itu, mereka juga menyediakan solusi dompet multi-tanda tangan (multi-sig) untuk transaksi aman bagi tim dan organisasi.
Zebec sempat menarik perhatian karena berhasil mengumpulkan pendanaan besar dari sejumlah VC terkemuka dan terus membangun ekosistem keuangan baru di Solana.
Flare
Sedangkan Flare adalah jaringan Layer-1 yang dirancang untuk menghubungkan blockchain yang tidak memiliki kapabilitas smart contract — seperti Bitcoin, XRP, atau Dogecoin — dengan dunia DeFi dan Web3. Dengan kata lain, Flare bertujuan menjembatani aset-aset non-Turing complete agar bisa berinteraksi dengan protokol pintar.
Kekuatan utama Flare terletak pada dua teknologi inti: State Connector dan FTSO (Flare Time Series Oracle). State Connector memungkinkan jaringan Flare mengetahui dan memverifikasi status transaksi dari blockchain lain, sementara FTSO menyuplai data realtime yang diperlukan oleh smart contract secara terdesentralisasi.
Dengan pendekatan ini, Flare membuka kemungkinan baru untuk interoperabilitas lintas rantai secara aman, sambil mempertahankan desentralisasi penuh. Proyek ini telah menarik kolaborasi dari komunitas XRP, serta investor dan mitra strategis di berbagai sektor Web3.
Lewat strategi tajam dan fokus pada teknologi masa depan seperti AI dan kripto, Lucy Guo menjelma sebagai arsitek masa depan digital. Visi lintas sektor dan keberaniannya melangkah di ruang-ruang baru menjadikannya simbol inovator muda yang tak sekadar membangun kekayaan, tapi juga arah baru industri teknologi global. [dp]