Transaksi keuangan menggunakan teknologi blockchain meningkat drastis sejak tahun 2017. Hal tersebut menunjukkan teknologi ini mulai dipakai banyak orang atas alasan efisiensi. Kendati demikian, dengan kecepatan 7 transaksi per detik di blockchain Bitcoin dan 15 transaksi di blockchain Ethereum, blockchain secara umum belum siap untuk kebutuhan dunia yang kian kompleks.
Hal itu disampaikan Chandresh Aharwar, Wakil Presiden Matic Network, pada “Matic – Harmony Meetup” yang digelar di D. Lab, Menteng, Jakarta, Senin (16/09). Ia menyebutkan permasalahan yang dihadapi blockchain saat ini, khususnya Bitcoin dan Ethereum adalah waktu transaksi dan konfirmasi yang lamban, biaya transaksi yang tinggi serta relatif sulit digunakan.
Aharwar bahkan mengatakan blockchain masih terlalu dini dan tidak akan berhasil saat ini, meski mampu mentransformasi ekonomi di masa depan. Sebab itu, Matic Network berusaha menjawab tantangan-tantangan ini dengan teknologi yang dikembangkannya.
Matic Network (MATIC) adalah platform desentralistik berbasis Plasma yang mampu menangani transaksi hingga 65 ribu per detik dan waktu konfirmasi yang singkat. Proyek ini fokus mengincar penerapan blockchain di sektor decentralized finance (keuangan terdesentralisasi), gaming, pembayaran dan marketplace.
Khusus untuk Indonesia, kata Aharwar, timnya sangat tertarik untuk bekerjasama dengan sejumlah startup lokal. Bahkan, Matic telah menyiapkan dana sebesar US$500.00-1.000.000 dan dukungan teknis bagi startup yang memiliki ide-ide segar. Menurut Aharwar, ceruk yang berpotensi untuk diincar startup lokal adalah di bidang manajemen identitas dan stablecoin.
Harmony Protocol tak menampik keterbatasan teknologi blockchain Bitcoin dan Ethereum itu. Namun, baginya setiap teknologi blockchain memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tergantung para pengembangnya.
Garlam Won, Head of Marketing Harmony Protocol, mengatakan pihaknya ingin membangun teknologi yang desentralistik dan aman sekaligus juga cepat. Demi mencapai tujuan itu, Harmony memroses transaksi memakai teknologi sharding, di mana transaksi pada blockchain diolah secara paralel, alih-alih secara runut seperti pada blockchain Bitcoin.
Won memang tak memaparkan rincian teknis Harmony. Ia lebih menekankan kepada aspek adopsi massal teknologi blockchain di Indonesia. Won menyampaikan, bahwa Harmony tertarik memasuki industri peer-to-peer lending dan asuransi di Indonesia, sebab menurutnya, kedua pasar ini cocok dengan teknologi yang dikembangkan Harmony.
Harmony adalah proyek blockchain yang berasal dari Amerika Serikat dan beranggotakan mantan pengembang dari Facebook, Amazon, Google dan Apple. Harmony telah menerima investasi dari perusahaan modal ventura Indonesia GDP Venture dan Everhaus. Won membocorkan, melalui kerjasamanya dengan Everhaus, Harmony mendapatkan koneksi ke Bank Central Asia (BCA) yang akan sangat membantu menembus pasar finansial Indonesia.
Sebagai proyek Initial Exchange Offering (IEO) yang terbilang “sangat berhasil” di bursa kripto Binance, Matic Network dan Harmony ingin membangun komunitas yang kuat di Indonesia sekaligus memperlihatkan perkembangan saat ini dan ke depannya. Jika berhasil, kedua proyek tersebut bisa mendorong adopsi blockchain lebih meluas di Negari Khatulistiwa ini, terutama di sektor keuangan. [ed]