Aksi mencuci uang (money laundering) menggunakan Bitcoin Cs kian marak. Kali ini melibatkan dua warga Tiongkok. Total nilai uang yang dicuci mencapai US$250 juta (Rp3,5 triliun dengan kurs saat ini).
Stereotip bahwa Bitcoin dan aset kripto lainnya adalah “jahat”, kian menggema ketika kasus-kasus seperti ini terjadi. Padahal Bitcoin yang bernilai, tak ubahnya seperti uang dolar AS ataupun yen yang bisa digunakan oleh siapa saja dalam tindak kejahatan.
Saat ini, pemerintah negara manapun, termasuk Amerika Serikat punya senjata ampuh untuk membendungnya, seperti yang terjadi belum lama ini di Amerika Serikat.
Adalah Tian Yinyin dan Li Jiadong, tinggal di Amerika Serikat dan punya sejumlah binis di Negeri Paman Sam itu. Pihak Departemen Keuangan Amerika Serikat menuduh mereka terlibat membantu Pemerintah Korea Utara mengumpulkan uang untuk membiayai program nuklir negara pimpinan Kim Jong Un itu.
Kendati tuduhan itu sangat sepihak, AS menyebutkan bahwa kedua warga Tiongkok itu merupakan kaki tangan kelompok peretas “Lazarus”. Lazarus ini diindikasikan merupakan “kelompok peretas” yang terafiliasi dengan Pemerintah Korea Utara.
Disebutkan, pada April 2018, Lazarus mengirimkan malware ke sejumlah bursa aset kripto. Pihak AS tak menyebutkan nama perusahaannya.
Malware itu memungkinkan Lazarus meretas private key dompet aset kripto di bursa itu, sehingga memuluskan mencuri sejumlah aset kripto.
“Lazarus menggunakan private key itu untuk mencuri aset kripto (setara dengan US$250 juta ketika itu) dari sejumlah bursa. Jumlah sebesar itu hampir separuh dari aset kripto yang dimiliki oleh Korea Utara,” kata Departemen Keuangan AS.
Oleh Lazarus, aset kripto itu kemudian dikirimkan ke 4 bursa berbeda. Sebagian, senilai US$91 juta, dikirimkan ke akun kripto milik Tian dan Li.
Oleh mereka berdua sebagian aset kripto dijual senilai US$34 juta, lalu ditransfer dalam mata uang yuan ke sebuah bank di Tiongkok. Sebagian lagi, dalam bentuk Bitcoin senilai US$1,4 juta, ditukar menjadi Apple iTunes gift card.
Belakangan diketahui, akun aset kripto Tian dan Li menggunakan identitas palsu. Pihak berwenang mengidentifikasi ada sekitar 113 akun aset kripto dan crypto address yang berbeda, antara Desember 2017 dan April 2019. [Thenextweb/USTreasury, red]