Saat ini Bitcoin dan jenis mata uang kripto (di negara lain disebut dengan aset kripto) lainnya masih berperan sebagai pelengkap, bukan sebagai pengganti mata uang yang diterbitkan oleh negara lias fiat money. Dengan sejumlah keunggulan tinggi teknologi blockchain, bagaimana nasib bitcoin dan mata uang kripto di masa depan?
Mata Uang kripto memang sukses sebagai bagian kecil sebagai alat pembayaran, yang membuktikan ia memiliki nilai. Ia pun unggul daripada fiat money dari segi keamanan, kecepatan, biaya transaksi yang murah, kemudahan penyimpanan dan terkait erat dengan perkembangan digital dewasa ini.
Itu adalah paparan awal Marion Laboure, Ekonom dari Universitas Harvard dalam laporan terbaru Deutsche Bank belum lama ini. Atas dasar kelebihan mata uang kripto itu ia memprakirakan adopsinya akan meningkat hingga 3 kali lipat pada tahun 2030, dengan syarat adanya dukungan dari pemerintah, selayaknya dukungan terhadap Internet.
“Pada beberapa dekade mendatang, tidak akan mengherankan jika mata uang kripto yang baru akan bermunculan dan bisa teradopsi secara luas. Saat ini kita tahu sendiri, bahwa beberapa negara dengan industri perbankan yang kuat secara historis, sedang menguji coba mata uang kriptonya sendiri,” katanya.
Di sisi lain jelas Marion, mata uang kripto dapat menjadi alat terbaik dalam perang digital. “Pertanyaannya adalah negara mana yang pertama akan mengambil keuntungan dan membangun aliansi terpadu dengan negara dan perusahaan lain. Ketika itu terjadi, maka batas antara mata uang kripto, lembaga keuangan dan sektor publik dan swasta dapat menjadi tipis,” tegas Marion.
Dukungan penuh oleh pemerintah terhadap Internet beberapa tahun ketika ia kali pertama muncul, juga dijadikan tolak ukur bagi adopsi mata uang kripto berikutnya. Bagi Marion, dukungan pemerintah terhadap infrastruktur Internet dan segala macam produk turunannya, memberi manfaat bagi dunia dan kelak bagi perluasan adopsi mata uang kripto.
Hal lainnya adalah berdasarkan penelitian oleh Deutsche Bank sebelumnya, bahwa hampir dua pertiga dari 3.600 orang di Tiongkok, Jerman, Italia, Inggris dan Amerika Serikat lebih menyukai pembayaran yang murni digital daripada uang fisik (tunai, kartu kredit dan kartu debit). Dan sepertiga dari mereka khawatir dengan masalah privasi pada sistem pembayaran itu.
“Dua hal itulah yang sanggup dipenuhi oleh mata uang kripto,” jelas Marion.
Menurut Marion, jikalau tingkat kelajuan jumlah pengguna Internet dan pengguna dompet mata uang kripto secepat saat ini, dan didukung penuh oleh pemerintah, maka pada tahun 2030 jumlah pengguna dompet aset kripto akan berlipat hingga 200 juta orang.
Tantangan
Namun, tantangan jelas di depan ketika jumlah pengguna mata kripto semakin meningkat. Pertama, yakni ketersediaan pasokan listrik yang cukup untuk menghindari padamnya infarastruktur mata uang kripto. Ancaman nyata terhadap faktor itu bencana alam dan perubahan iklim dunia. Dan kedua, masalah peretasan yang mengacu pada sejumlah kasus yang marak sepanjang 2018 hingga detik ini. [vins]